[Foto Ilustrasi : Martin Stuart Fox , China and Southeast Asia , p 83]
Budaya-Tionghoa.Net | Kecuali hal–hal yang telah disebutkan diatas, masih ada satu perbandingan yang penting. Setelah missi muhibahnya dinyatakan selesai, sejak itu pula keberadaan angkatan laut Tiongkok, baik pada zaman Dinasti Ming dan sesudahnya tak pernah lagi muncul di lautan.
|
Mereka seakan-akan lenyap dari peredaran peta maritim dunia. Keberadaannya hanya tinggal dalam mitos. Selat Malaka, yang aman karena ada armada Zheng He yang membuang sauh di pelabuhan Malaka, sekarang telah dikuasai orang Portugis. Kapal-kapal angkatan laut Zheng He sepeninggalnya, dibiarkan mangkrak dan perlahan-lahan melapuk di pelabuhan-pelabuhan Tiongkok Selatan. Karena adanya larangan melaut yang ditetapkan oleh pemerintah kerajaan setelah itu. Sebagian lagi dipreteli dan diambil bahan kayunya untuk pembangunan istana dan kuil-kuil kerajaan.
Sejak itu, lautan “berubah warna”. Penguasa kerajaan beranggapan bahwa “politik tutup pintu” paling aman dan paling bisa menjamin kestabilan negara. Tapi sesungguhnya yang terjadi adalah kemunduran dan kemerosotan dan pudarnya pamor kerajaan seiring makin mundurnya perekonomian.
Tiongkok telah kehilangan satu peluang yang sangat bagus untuk menjadi pemain yang menentukan sejarah dunia. Kesempatan baik untuk beranjak dari suatu negara feodal agraris menjadi negara yang maju dalam pelayaran, perniagaan antar negeri dan manufaktur telah terbuang sia-sia. Sejak itu, negeri asal Zheng He ini makin lemah dan terbelakang dan akhirnya menjadi bulan-bulanan negara-negara imperialis yang merobek-robek kedaulatannya.
Sebaliknya, industri maritim Eropa setelah menindak lanjuti usaha-usaha yang dirintis oleh Columbus, Vasco da Gama serta Magellan makin berkembang dan berhasil lebih dahulu memasuki abad moderen. Ini ditandai dengan kebangkitan ekonomi dan angkatan lautnya yang kuat, serta mendominasi perairan dunia. Dari pelajaran yang diperoleh berdasarkan hasil perbandingan kenyataan sejarah ini, kita bisa lebih merasakan sebenarnya kesadaran Zheng He akan pentingnya kekuatan maritim di masa itu punya arti yang tak ternilai. Kita bisa sepenuhnya berkata bahwa kesadaran dan semangat kelautan Zheng He adalah roh dari kebangkitan kekuatan maritim Tiongkok dan Asia pada umumnya.
Kebesaran dan Keagungan Pelayaran Zheng He Akhirnya Terkubur oleh Pesatnya Perkembangan Maritim Bangsa – bangsa Eropa. Mengapa ?
Rekor keberhasilan Zheng He luar biasa tapi usaha-usaha untuk menghapus dan melenyapkan jejak dan catatan-catatan penting yang memuat keberhasilan dan jasa-jasanya juga luar biasa pula. Ini sekali lagi adalah akibat dari kekolotan sistem feodalisme kerajaan disamping ada sebab-sebab lain dari luar Tiongkok.
Di masa itu, pentingnya penjelajahan laut dan muhibah keluar negeri hanya menjadi obsesi segelintir orang di pusat kerajaan, belum merupakan kesadaran sebagian besar masyarakat Tiongkok.
Setelah era Zheng He berlalu, pelayaran samudra yang diprakarsai Spanyol dan
Portugal memperoleh dorongan besar dari dalam negeri. Keinginan untuk memperoleh ruang hidup yang lebih besar dan meningkatkan sumber-sumber kehidupan untuk mendukung kemajuan yang telah dicapai, menjadi pendorong utama usaha mereka.
Dengan semboyan, “discover and colonize”, serta dukungan masyarakat yang berkelanjutan mereka terus mengembangkan armada pelayarannya. Jerih payah itu tidak sia-sia, mereka berhasil menemukan dunia baru, yang mendorong perubahan besar peradaban dunia dari abad pertengahan menuju ambang zaman moderen.
Setelah Spanyol dan Portugal menyusul Inggris, Belanda, dan Perancis dan yang kemudian dilanjuti oleh persaingan negara-negara itu memperebutkan hegemoni samudera dan membagi-bagi wilayah jajahan.
Pelayaran Zheng He sebaiknya terjadi ketika Tiongkok berada pada masa dimana perekonomian agraris membawanya mencapai puncak kemakmuran. Kehidupan serba berkecukupan menjadikan ia bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, dari sumber dalam negeri. Hubungan ke luar batas – batas negara dianggap tidak penting.
Ditambah lagi pandangan bahwa Tiongkok adalah negara besar dengan sumber alam berlimpah yang lebih dari cukup untuk menopang kehidupan 50 juta jiwa rakyatnya ( pada abad 15 ) sehingga tidak membutuhkan negara lain. Dalam keadaan seperti itu, pandangan yang menganjurkan bahwa dibukanya negeri untuk hubungan dengan negara asing, sukar memperoleh dukungan. Para petinggi kerajaan hampir semuanya berpendirian seperti itu, dan secara tegas menolak pelayaran ke manca-negara. Inisiatif untuk melakukan usaha pelayaran itu hanya berasal dari kaisar yang punya kekuasaan mutlak untuk menentukan kebijaksanaan politik negeri.
Hingga sekarang ini masih banyak yang memperdebatkan tentang pentingnya pelayaran Zheng He bagi Kerajaan Ming. Apalagi hal-hal positif dan nyata dari pelayaran yang memakan biaya begitu besar tidak tampak secara tidak jelas. Yang disaksikan oleh banyak orang adalah banyak utusan negeri asing hilir mudik di balairung kerajaan, mereka datang mempersembahkan upeti, yang jika nilainya dihitung secara ekonomi jauh tidak sebanding dengan hadiah-hadiah yang diberikan oleh Zheng He. Rugi, karena pengeluaran jauh lebih besar dari pemasukan, ibarat yang diberikan batu kumala tapi yang diterima hanya batu bata.
Usaha yang bagaimanapun agung dan mulianya, tanpa dukungan dan pengakuan secara nasional tidak akan punya pengaruh besar dan yang diterima hanyalah cemooh. Demikianlah, pelayaran Zheng He yang pernah mencapai Timur Afrika, bahkan kini diperkirakan telah menemukan Amerika hampir seabad sebelum Columbus, hanya berpijar sejenak setelah itu redup dan dilupakan orang.
Kwa Tong Hay (Via Chendra Ling-Ling)
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Angkatan Muda Tridharma Jawa Tengah