Budaya-Tionghoa.Net | Abdul Hadi adalah seorang sastrawan berdarah Tionghoa. [1][2] Di masa Orde Baru masih ada penulis Tionghoa yang terus menulis dan menulis seperti Mira W[3] , Marga T[4] dan Abdul Hadi sendiri yang memposisikan dirinya sebagai orang Indonesia[5] sehingga karya sastranya juga masuk sebagai sastra Indonesia. Taufik Ismail memandang bahwa Abdul Hadi WM sebagai pembaca dan penulis yang luar biasa produktif .[6]
|
Pada dekade 70an , Abdul Hadi melontarkan istilah sastra sufi atau sastra sufistik yang pertama kali dilontarkan dalam serangkaian artikel di lembar “Dialog” harian Berita Buana. Abdul Hadi gencar memperkenalkan khazanah sastra sufi dengan seperangkat pemikiran dan nilai estetika para penyairnya dalam beberapa karya tulisnya seperti Antologi Puisi Sastra Sufi (1985) , “Tawasuf Tertindas : Kajian Hermeneutik Terhadap Karya Karya Hamzah Fansuri (2001) , “Hermeneutik Estetika Dan Religiusitas (2004).Selain itu , Abdul Hadi juga memperkenalkan khazanah sastra timur seperti sastra India , sastra Tiongkok dan sastra Jepang. [7]
Abdul Hadi juga memandang kepeloporan Chairil Anwar dalam kesusastraan Angkatan 45 dengan vitalitasnya yang luar biasa dan memberikan sumbangsih bagi kesusastraan modern berikutnya. [8] Angkatan baru lahir sejalan dengan gagasan baru dalam sastra dengan latar belakang peristiwa penting seperti pergerakan kemerdekaan , perang global , perjuangan mempertahankan kemerdekaan hingga peristiwa menentukan seperti G30S. Peristiwa-peristiwa ini yang memunculkan Angkatan Balai Pustaka , Angkatan Pujangga Baru , Angkatan 50an , Angkatan 70 dstnya.[9] Abdul Hadi seni mendapatkan penghargaan “Hadiah Seni Pemerintah RI “ di tahun 1979.[10]
Abdul Hadi Widji Muthari berasal dari Sumenep , Madura dimana dia dilahirkan pada 24 Juni 1946 . Dia lahir dari garis keturunan saudagar Tionghoa . Ayahnya , K Abu Muthar, seorang saudagar dan guru bahasa Jerman sedangkan ibunya , RA. Martiya adalah seorang ningrat asal Solo. Sedari kecil , Abdul Hadi sudah akrab dengan pemikiran tokoh-tokoh dunia seperti Plato , Socrates , Rabindranath Tagore etc. [11]Dia memperoleh pendidikan di SD Pesongsongan (1958) , SMP di Sumenep (1961) , SMA di Surabaya (1964) dan melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada (1964-1967) . Abdul Hadi melanjutkan ke program doktor filsafat barat di universitas yang sama (1968-1971) namun tidak diselesaikannya. Abdul Hadi beralih ke program studi antropologi di Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (1971-1973) yang lagi-lagi tidak ditamatkannya. Abdul Hadi mengambil gelar Master dan Doktor dari Universitas Sains Malaysia di Penang (1992-1996).
Abdul Hadi menegaskan bahwa sastra sufistik merupakan sastra yang tampil untuk selalu mengingatkan manusia atau pembacanya kepada sang Pencipta.[12] Dia memang menulis tentang kesepian , kematian dan waktu . Kemudian karya-karyanya cenderung bernuansa mistis Islam dan terkadang malah menyatu dengan mistis Jawa. Dibandingkan dengan karya Taufik Ismail yang juga berpuisi religius , karya Abdul Hadi mengajak orang lain untuk mengalami pengalaman religius yang dia rasakan sedangkan Taufik menekankan sifat moralitasnya. [13] Meskipun identik dengan Islam , Abdul Hadi juga menekankan bahwa sufisme tidak bisa dipandang sebagai dogma agama saja. Setiap orang harus melihat sastra sufisme ini sebagai kebudayaan universal dari segi peradaban , budaya dan estetika .[14]
HUANG ZHIWANG
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa
REFERENSI
Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia ,”Susastra: jurnal ilmu sastra dan budaya”, Yayasan Obor Indonesia
Marcus A. S., Pax Benedanto, “ Kesastraan Melayu Tionghoa, Volume 4”, Kepustakaan Populer Gramedia
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto , (1993) , ”Sejarah nasional Indonesia: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, ±1942 “ , PT Balai Pustaka
Sutardji Calzoum Bachri , (2007) , “ Isyarat : Kumpulan Esai” , Indonesia Tera
“Abdul Hadi WM dalam Sastra Sufistik” , Kompas , 10 Juni 2008 ,
[1] Marcus A. S., Pax Benedanto, “ Kesastraan Melayu Tionghoa, Volume 4” , page xxiii
[2] http://www.tamanismailmarzuki.com
[3] Mira W atau Mira Widjaja atau dikenal juga sebagai Mira Wong
[4] Marga T atau Marga Tjoa atau Tjoa Liang Tjoe
[5] Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia , p35
[6] Kompas , 10 Juni 1008
[7] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto , p692
[8] Sutardji Calzoum Bachri , p380
[9] Yudiono K. S , (2010) , “ Pengantar Sejarah Sastra Indonesia” , Grasindo
[10] opcit p335 , sejumlah nama2 besar juga mendapatkan hadiah ini seperti Abdul Muis , Achdiat K Mihardja , Armijn Pane , Chairil Anwar , Marah Rusli , Sanusi Pane , Usmar Ismail , W.S Rendra , Arifin C Noor
[11] www.tamanismailmarzuki.com
[12] Horizon , edisi 39 , 2005
[13] http://www.tamanismailmarzuki.com
[14] Kompas , 10 Juni 1008