Photo Ilustrasi : Tianfei Palace, Nanjing , by Farm
Budaya-Tionghoa.Net | Bagaimana Mazu memberikan perlindungan kepada armada Zheng He ? Menurut tulisan yang terukir di atas dua batu prasasti tersebut dikatakan bahwa: “Di tengah kegelapan malam atau ketika ombak menggebu dan taufan menerpa kapal-kapal kami, muncullah sebuah lentera merah diatas tiang utama kapal kami. Sinar mukjijat yang dipancarkannya segera saja membuat badai dan gelombang sirap, hingga petaka berubah menjadi kegembiraan.”
Penulis novel jaman Dinasti Ming, Lou Maodeng dalam novelnya Xi-yang-ji, menulis sebagai berikut: “Ketika alam gelap gulita, dan ombak bergulung-gulung, angin menghembus keras menerpa layar-layar, Zheng He dan Wang Jinghong bersama-sama dengan beberapa perwira berlutut memanjatkan doa, memohon perlindungan. Tiba-tiba di angkasa gulita terbit seberkas sinar dan seorang dewi berbaju merah yang membawa lentera merah muncul di antara hempasan angin. Dengan sekali menghardik, dewi itu membuat angin menjadi sirap dan gelombang perlahan-lahan tenang kembali. dan cuaca kembali benderang. Zheng He menengadah dengan kagum memandangi dewi tersebut dengan perasaan yang bersyukur. Doanya kepada Dewi Mazu terkabul.”
Demikianlah setelah itu, sebelum berangkat berlayar, Zheng He selalu menyempatkan diri singgah dan berdoa di kuil Dewi Tian-fei Mazu. Demikian pula ketika tiba kembali, ia datang untuk mengucapkan terima kasih. Beberapa kuil dibangun, antara lain kelenteng Tian-fei-miao di Longjiang, kota Nanjing pada tahun 1405. Lalu pada tahun 1417. Kaisar Cheng-zu memerintahkan agar kuil Tian-fei yang terletak di luar gerbang Feng-yi dipugar untuk menyatakan rasa syukur akan keberhasilan pelayaran Zheng He yang ke-6.
Pada tahun Xuan-de ke-5 (1421), ketika sedang mengadakan persiapan untuk pelayaran yang ke-7, kapal-kapal armadanya dijajarkan di pangkalan angkatan laut kerajaan di Liu-jia-gang, di bawah naungan kelenteng Tian-fei. Mengingat beberapa kali ia telah diselamatkan oleh dewi ini, ia memerintahkan agar kelenteng tersebut dipugar. Semua pengalaman selama menghadapi bahaya di tengah lautan dan pertolongan yang dilimpahkan oleh Tian-fei ditulis dalam batu prasasti yang didirikan untuk menandai pemugaran kelenteng itu. Di sekitarnya Zheng He menanam pohon-pohon wu-tong (Firmiana).
Meizhou adalah tempat Mazu lahir dan dibesarkan sampai dia diangkat ke langit dengan kemuliaan. Di pulau kecil yang terletak di lepas pantai kota Putian ini terdapat kelenteng pemujaan Mazu yang paling tua. Beberapa kali Zheng He singgah di sini untuk berdoa serta bersembahyang memohon perlindungan. Tahun 1409 dalam pelayarannya yang ke-3, ketika melewati wilayah pantai Fujian, ia menerima perintah dari kaisar untuk mampir di Meizhou dan bersembahyang. Baru pada tahun Xuan-de ke-6 (1432) Zheng He membawa ribuan karyawan pemerintah kabupaten dan tentara setempat membangun kembali dan memugar kelenteng-kelenteng yang ada di pulau itu.
Changle adalah tempat persinggahan Zheng He di wilayah Fujian sebelum menuju laut lepas. Seperti yang tercatat dalam buku “Catatan Kemukjijatan Dewi Mazu”, tujuan Zheng He singgah agak lama di Changle adalah untuk menunggu datangnya angin muson yang akan membuat pelayarannya lebih lancar, menata kembali organisasi angkatan lautnya serta merekrut orang-orang baru untuk menjadi awak-kapalnya. Tujuan lain adalah agar ia leluasa bersembahyang kepada Tian-fei guna melindungi keselamatan armadanya. Tercatat bahwa Zheng He membangun pesanggrahan di Changle dan memugar kelenteng Tian-fei dan kuil San-qing untuk tempat anak buahnya bersembahyang. Pada tahun 1432 ia mendirikan batu peringatan guna menyatakan rasa terima kasih akan perlindungan Tian-fei selama dalam pelayarannya.
Quanzhou adalah kota pelabuhan penting di pantai Fujian yang pasti disinggahi Zheng He. Tahun 1405 ia memerintahkan pejabat setempat memugar kelenteng Tian-fei di kota itu sebelum berangkat ke Ryukyu, Siam, Jawa, Malaka dll. Para prajurit dan pelaut-pelaut Zheng He ketika mereka kembali ketempat asalnya juga banyak yang memprakarsai pembangunan kelenteng Tian-fei, sebab itu pemujaan dewi ini banyak tersebar ke pedalaman. Zheng He memang mengutamakan sekali pemujaan Tian-fei, karena ia ingin memberikan pegangan spiritual pada anak buahnya supaya dalam melaksanakan tugas yang penuh bahaya di lautan luas mereka tetap bersemangat karena merasa dilindungi. Memang bertugas di sebuah armada yang begitu besar, mengarungi samudra yang begitu luas, dan selalu diancam perubahan cuaca yang tak terduga, membutuhkan satu kepercayaan yang teguh sebagai tiang penopang semangat. Mereka harus berhadapan dengan kekuatan alam yang diluar kemampuan manusia. Berkah perlindungan dari Tian-fei adalah satu-satunya harapan mereka agar bisa kembali dengan selamat.
Mazu, sejak jaman Dinasti Song, Yuan dan Ming, telah menjadi pujaan rakyat. Pemujaan ini semakin marak dengan didengungkannya keberhasilan Zheng He dalam 7 kali pelayaran. Di kalangan penjelajah lautan generasi berikutnya nama Dewi Mazu semakin kokoh dan berakar, Buku “Min-zhong Jin-shi-lue” (Catatan singkat kepercayaan rakyat Min) menulis: Sejak sekarang kapal-kapal dari yang kecil sampai yang sangat besar, semuanya memuja Tian-hou. Di tengah-tengah gelombang, terdengar mereka berseru dan berdoa memanggil nama Tian-hou, Doa-doa itu menggema diatas lautan dan terus terdengar sampai di negeri-negeri seberang lautan. Di berbagai tempat banyak kelenteng baru didirikan untuk memuji namanya.”
Meluasnya pemujaan dewi Mazu ini adalah berkat datangnya para imigran dari Tiongkok. Mereka pertama kali bermukim di bagian utara pesisir pulau Jawa. Hampir setiap kelenteng di pantai utara selalu ada altar pemujaan untuk Mazu. Bahkan kelenteng-kelenteng yang khusus dibangun untuknya juga tidak sedikit. Tercatat adalah kelenteng Ci-an-gong (Cu An Kiong – Hokkian), Lasem mungkin yang paling tua, karena di Lasem-lah salah seorang perwira Zheng He yang oleh buku Babad Lasem disebut Bi-nang-un, berasal dari Campa, pernah tinggal dan mendirikan pelabuhan di sana. Pramudya Ananta Tur, salah seorang penulis novel sejarah terkemuka, juga mengatakan bahwa Lasem sesungguhnya didirikan oleh para pengikut Sam Poo (Zheng He). Jadi bukan mustahil bila kelenteng pemujaan Dewi Mazu di Lasem didirikan oleh pengikut Zheng He karena diperkirakan sudah ada sebelum tahun 1500. Di kelenteng Tay-kak-sie Semarang, pemujaan Tian-hou juga di tempatkan sejajar dengan Zheng He. Altar Zheng He menempati sayap kanan dan Mazu menempati sayap kiri, sama-sama di ruangan tengah, mengapit altar utama Sanbaofo dan Guanyin. Dan di Kelenteng Agung Sampoo Kong, pertanda hubungan erat antara Zheng He dengan pemujaan Dewi Mazu, juga akan dibangun ruang pemujaan yang megah.
Kita sebagai keturunan perantau-perantau yang telah menempuh bahaya selama pelayaran menuju tanah air yang baru ini, juga wajib melestarikan semangat berkorban dan teladan mulia Dewi Mazu (yang terkenal dengan sebutan Ma Co dikalangan masyarakat umum), untuk memperteguh semangat dan mental kita di tengah tengah masyarakat tanah-air yang sedang berubah ini, dalam rangka membina kerukunan dengan saudara sebangsa untuk bersama-sama memujudkan cita-cita Indonesia yang makmur-jaya dan adil makmur – Guo-tai Min-an Feng tiao Yu-sun.
Ditulis oleh Kwa Tong Hay
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa | Facebook Group Angkatan Muda Tridharma Jawa Tengah
Referensi luar : 郑和和平的使者Ilustrasi : Fu Chunjiang, Asiapac Books Pte. Ltd.
天妃已郑和下西洋, 李玉昆 – 太仓郑和从这里向世界, 韩胜宝,中国新闻出版社,2003。