Budaya-Tionghoa.Net | Saya beberapa waktu yang lalu mendapatkan buku kuno tentang permainan ceki. Uniknya buku ini ditulis dalam bahasa Jawa, karangan L. Darmasoemarta, seorang mantri guru di daerah Muntilan. Penerbitnya adalah Druk Kolff-Buning, Djokja. Sebenarnya yang saya cari adalah buku bagaimana meramal dengan kartu ceki, namun dapatnya malah buku ini, yakni tentang cara permain ceki.
|
Adapun judul bukunya adalah “Panoentoen Kasoekan Pei” atau Penuntun Bermain Ceki.
Pada bagian pembukaan dijelaskan sebagai berikut (halaman 5)-Saya akan menerjemahkannya dari bahasa Jawa, hitung-hitung sebagai pengingat belajar bahasa daerah dulu:
“Kertos poenika woedjoed dlantjang kandel lan kaken, ingkang sasisih wonten gambaranipoen warni-warni, soewalikipoen boten dipoen poenapak-poenapakaken, woenten oegi ingkang soewalikipoen waoe kadamel warni blirik oetawi sanesipoen. Ingkang woten gambaranippen waoe kawastanan ngadjeng; dene soewalikipoen nama wingking. Ingkang moeroegaken wonten dolanan kertos poenika bangsa Tiong Hoa.”
Artinya:
“Kartu itu terbuat dari karton tebal dan kaku, yang satu sisi ada gambarnya bermacam-macam, di bagian baliknya kosong, tapi ada juga yang diberi warna belang-belang atau yang warna lainnya. Yang ada gambarnya itu disebut bagian depan, sedangkan di sebaliknya disebut bagian belakang. Yang memperkenalkan permainan kartu itu bangsa Tiong Hoa.”
Kertos ingkat djangkep poenika namoeng warni 30. Dene aosipoen namoeng warni 10, inggih poenika: 1-2-3-4-5-6-7-8-9-10.
Artinya:
Kartu yang lengkap itu hanya ada 30 buah. Tetapi jenisnya hanya berjumlah 10, yakni 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10.
Pada halaman 8 dan seterusnya dijelaskan mengenai aturan bermain ceki yang terinci, dibuka dengan:
“Mitoeroet kawontenanipoen, dolanan pei poenika wosipoen kenging katjekak: rebatan kartos (mawi pranatan) oetawi: nglempakaken kertos (mawi pranatan). Jen sampoen rampoeng, ladjeng dipoen tanding katah-katahan pengaosipun. Sinten ingkang angsal kertos katah pijambak, pengaosipoen poenika ingkang menang. Ingkang dipoen tanding poenika pangaosing kertos, sanes katahipoen kertos.”
Artinya:
“Menurut keadaannya, permainan pei itu aturannya dapat diringkas: berebut kartu (sesuai peraturan) atau: mengumpulkan kartu (sesuai peraturan). Jika sudah selesai, lalu ditandingkan siapa yang jenis kartunya terbanyak. Siapa yang mendapatkan kartu paling banyak, jenisnya itulah yang menang. Yang dipertandingan itu jenisnya kartu, dan bukan jumlahnya kartu.”
Dengan demikian berdasarkan buku ini, nampaknya permainan kartu ini sudah cukup populer di kalangan rakyat, terbukti dengan adanya buku cara bermain ceki yang berbahasa Jawa. Sebenarnya sebuah permainan adalah permainan dan tidak ada kaitannya dengan judi. Sayangnya ceki telah mendapatkan nama negatif karena seringnya dipergunakan dalam perjudian. Permainan ini kini sudah agak langka, dan jarang generasi muda yang mengenalnya. Padahal permainan ini mencerminkan akulturasi budaya antara Tionghoa dan Jawa, yang nampak dari diberikannya nama-nama Jawa bagi masing-masing kartu. Dengan demikian, permainan ini juga perlu dilestarikan karena merupakan salah satu bagian budaya.
Ivan Taniputera
23 November 2012
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa