Budaya-Tionghoa.Net| Sekarang ini, siapa yang tidak mengenal nama Ang Lee, seorang sutradara Taiwan, yang merupakan sutradara Chinese pertama yang meraih sukses internasional baik secara komersial maupun di taraf festival. Ang Lee ( 李安 pinyin = Li An)dilahirkan pada tanggal 23 Oktober tahun 1954 di Pingtung, Taiwan.
|
Kedua orang tua Ang Lee meninggalkan mainland dan pindah ke Taiwan, setelah kekalahan Kuomingtang dalam Perang Sipil 1949. Ayah Lee, menghendaki anaknya belajar Chinese Culture Arts khususnya kaligrafi, naman Lee lebih menyukai bidang theater dan drama. Ia lulus dari Taiwan College of Arts pada tahun 1975, lalu pada tahun 1979 ia pergi ke Amerika untuk kuliah di University of Illinois di Urbana-Champaign di bidang penyutradaraan theather, dan mengambil gelar master di bidang produksi film di New York University.
“ I was never a citizen of any particular place… My parents left China to go to Taiwan. We were outsiders there. We moved to the States. Outsiders. Back to China. Now we were outsiders there, too — outsiders from America.” —Ang Lee, interview with Roger Ebert, December 11, 2005
Saat kuliah di NYU, Ang Lee menjadi asisten sutradara di film Joe’s Bed-Stuy Barbershop: We Cut Heads (1983) karya Spike Lee yang saat itu adalah sutradara mahasiswa yang terkenal, dan pada tahun 1985 Ang Lee memenangkan student award untuk karyanya. Setelah itu selama 6 tahun ia menyibukkan diri menulis scenario, dan akhirnya pada tahun 1992 ia memulai debut penyutradaraannya dengan film berjudul Pushing Hands, sebuah drama komedi yang merenungkan konflik generasi dan adaptasi budaya pada keluarga Taiwan yang tinggal di Amerika, berpusat pada metafora teknik Tai Chi (太极 taiji) yaitu “tangan mendorong” atau “tui shou推手”.
Film Ang Lee selanjutnya adalah The Wedding Banquet yang menceritakan seorang homoseksual Taiwan yang menikah demi memuaskan keluarganya, film ini menyabet nominasi Golden Globe dan Oscar, serta memenangkan piala Golden Bear di Festival Film Berlin. Film ketiganya menggenapi trilogy tentang konfilk generasi dan budaya Taiwan, berjudul Eat Drink Man Woman, yang juga mendapatkan nominasi Oscar untuk film asing terbaik.
Pada tahun 1995 Ang Lee mengangkat adaptasi novel Jane Austeen yaitu Sense and Sensibility, sebagai film Hollywood pertama Ang Lee, yang skenarionya ditulis oleh Emma Thompson sekaligus pemeran utama, dan membuahkan nominasi Oscar kategori film terbaik, dan memenangkan piala Oscar dengan kategori skenario adaptasi terbaik. Ia juga terpilih sebagai sutradara terbaik tahun tersebut oleh National Board of Review dan New York Film Critics Circle.
Karya selanjutnya yang melambungkan nama Ang Lee ke kancah internasional adalah Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000) yang dianggap sebagai karya terbaiknya. Crouching Tiger memperoleh nominasi penghargaan di seluruh kategori , termasuk 14 nominasi Oscar, dan 16 nominasi penghargaan British Academy . Ketika pemenang akhirnya diumumkan, Crouching Tiger memperoleh, antara lain, empat Oscar termasuk film berbahasa asing terbaik, sutradara terbaik di Golden Globes, dan empat Academy Awards Inggris termasuk Sutradara Terbaik. Dan film ini juga meraih sukses fenomenal dalam peredarannya di Amerika Serikat sebagai film dengan bahasa asing terlaris dan contoh langka film yang menggunakan subtitle dan berhasil diterima oleh audience Amerika.(rottentomattoes.com)
Pencapaian prestasi tersebut tidak membuat Ang Lee berhenti disini, pada tahun 2005 sekali lagi Lee menghasilkan karya yang sangat unik, fenomenal yang mengangkat tema sensitif tentang kisah asmara sepasang koboi gay di Wyoming pada tahun 1960-an, adaptasi dari kisah pendek karya Annie Proulx. Film ini dibintangi Jake Gyllenhaal dan Heath Ledger dan disini Lee memenangkan Golden Globe untuk sutradara terbaik, serta Academy Award untuk kategori yang sama. Film ini juga meraih penghargaan Golden Globe untuk kategori film drama terbaik, skenario terbaik, dan best original song, serta Oscar untuk Best Original Score. Dan sejak itulah karya-karya Ang Lee terus menjadi perhatian kritikus seperti film Lust Caution dan Taking Woodstock.
Tahun 2012 ini Ang Lee merelease The Life of Pi yang merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Yann Martel, yang menceritakan perjalanan survival di lautan seorang bocah bernama Pi bersama seekor harimau dengan sekoci penyelamat di tengah lautan. Banyak orang yang menganggap Kisah Pi ini hampir tidak mungkin diangkat ke film, namun Ang Lee menerima tantangan tersebut, “Memang tampaknya tak mungkin, karena buku itu tidak dibaca secara visual namun ini kisah yang unik dan sangat filosofis”, katanya pada interview CinemaCon.
Lee menggunakan teknologi 3D yang menghasilkan sebuah karya dengan visualisasi indah yang membuat audience takjub akan pemandangan cinematic di lautan, dengan badainya yang dashyat, dan munculnya berbagai makhluk unik dan pemandangan di samudra. Ia seolah-olah melukis lautan di atas kanvas, dan berhasil membuktikan dengan penggunaan image 3D, tanpa mengorbankan warna-warna yang indah.
Selalu ada estetika puitis bahwa Lee membawa karya terbaiknya – seni bela diri yang indah bagaikan tarian balet dalam “Crouching Tiger, Hidden Dragon” atau kebencian homophobic dengan latar kemegahan alam pegunungan dari “Brokeback Mountain” Dalam “The Life of Pi,” jelas menjadikan suatu pencapaian baru bagi Ang Lee yaitu penggunaan teknologi 3D untuk melengkapi karya-karyanya. (Los Angeles Times)
Chendra Lingling
11 Desember 2012
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa