Budaya-Tionghoa.Net | Dalam serie pertama ini kita akan membahas masalah struktur kepemilikan dan distribusi pendapatan yang ada di Tiongkok. Data data di bawah ini adalah data keluaran tahun 2007.
|
MASALAH STRUKTUR KEPEMILIKAN.
Kantor Statistik Nasional Tiongkok belum memberikan statistik yang tepat tentang berbagai jenis kepemilikan.
Menurut statistik yang tertera dalam “Laporan Analitik Tentang Situasi Ekonomi dari Usaha yang dimiliki oleh Swasta”, selama Rencana Lima Tahun yang Kesepuluh yang diterbitkan oleh “Perhimpunan Industri dan Perdagangan Nasional”, pada tahun 2000 usaha swasta nasional Tiongkok merupakan 42% dari PNB, dan usaha yang dimiliki oleh kapital asing dan kapital dari Hongkong, Macau serta Taiwan adalah 12.6% dari PNB.
Jumlah usaha yang dimiliki oleh swasta nasional maupun asing adalah 55% dari PNB. Tetapi pada tahun 2005 persentase dari usaha swasta domestik naik menjadi 49.7% dari PNB dan persentase dari kapital asing dan kapital dari Hongkong, Macau dan Taiwan naik menjadi 15-16%. Jumlah keduanya mencapai 65% dari PNB.
Dalam periode lima tahun usaha swasta yang terwakili dalam PNB naik 10%, atau 2% tiap tahunnya. Menurut laporan tersebut, definisi usaha adalah “semua usaha di luar kepemilikan Negara dan usaha yang berada di luar kontrol Negara”.
Ini berarti bahwa angka di atas termasuk usaha yang dimiliki secara kolektif tetapi tidak termasuk bagian swasta yang ada dalam usaha yang dikontrol oleh Negara. Usaha yang
dimiliki secara kolektif dalam PNB adalah 8% dan bagian swasta yang ada dalam usaha yang dikontrol oleh Negara adalah 4%.
Kalau kita lakukan penyesuaian, maka usaha swasta adalah 61% dari PNB (65%-8%+4%). Dengan demikian usaha yang dimiliki umum hanya 39% dari PNB.
Kalau kita menerapkan kenaikan bagian dari usaha swasta 2% per tahun untuk menghitung bagian usaha yang dimiliki umum dan yang dimiliki swasta pada tahun 2006, maka hasilnya 37% milik umum dan 63% milik swasta. Disini terlihat jelas swasta mulai mendominasi usaha di
Tiongkok.
Berdasarkan pada sensus ekonomi nasional pertama, sehubungan dengan bagian yang dimiliki umum dan swasta dalam produksi industri, keseluruhan hasil industri dari usaha yang dimiliki oleh Negara hanya 15.3% dari keseluruhan hasil industri. (China Statistical Yearbook,
2006).
Angka ini jauh lebih rendah dari 26.2% pada tahun 1949. Ini berarti kepemilikan perorangan telah menggantikan kepemilikan umum sebagai bentuk kepemilikan yang dominan. Lagi pula bagian dari kepemilikan perorangan terus meningkat dan meluas ke sektor-sektor ekonomi penting lainnya, misalnya listrik, jalan kereta api, pelayanan pos, perjalanan udara dan pertahanan nasional.
MASALAH DISTRIBUSI PENDAPATAN.
Kemudian masalah distribusi pendapatan. Perubahan-perubahan struktural dalam sistem kepemilikan yang disebut di atas sudah tentu menyebabkan berubahnya distribusi pendapatan bangsa Tiongkok.
Secara internasional Index Gini digunakan untuk mengukur kemerataan atau ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan. (Index 0 menunjukkan kemerataan absolut
dan index 1 menunjukan ketidakmerataan absolut. Index 0.4 dianggap sebagai batas dan angka di atas 0.4 dianggap sebagai ancaman kepada keamanan dalam suatu masyarakat).
Menurut perkiraan yang dilakukan oleh para pakar di Akademi, Index Gini Tiongkok pada tahun 1985 adalah 0.24, pada tahun 1995 naik menjadi 0.434 (atau 0.445), dan kemudian naik lagi menjadi 0.458 pada tahun 2000.
Menurut perkiraan Bank Dunia, Index Gini Tiongkok pada tahun 2004 mencapai 0.469. Pada tahun 1995 Index Gini Tiongkok lebih tinggi dari India, Indonesia, Korea Selatan, Iran, Mesir dan mayoritas negara-negara sedang berkembang (hanya lebih rendah dari Brazil, Afrika Selatan dan beberapa negeri lainnya).
Perbedaan dalam index ketidakmerataan antara Tiongkok dan negara-negara ini juga meningkat sejak 1995. Index Gini Tiongkok juga lebih tinggi dibandingkan dengan banyak negara maju seperti Perancis, Jerman, Inggris, Amerika Serikat dan Itali, dan juga di atas negara-negara bekas sosialis yang secara terang-terangan melakukan restorasi kapitalisme: Rusia dan Bulgaria.
Lagi pula, menurut “Laporan Tentang Distribusi Pendapatan Penduduk Tiongkok, 2004″ yang diterbitkan bersama oleh Biro Statistik Negara, Komite Reformasi dan Perkembangan Negara serta Akademi Ilmu Sosial Tiongkok dalam “Tiongkok Hari Ini: 10% dari keluarga terkaya memiliki 45% dari keseluruhan aset bangsa, dibandingkan dengan 10% dari keluarga termiskin yang hanya memiliki 1.4% dari keseluruhan aset bangsa”.
Dengan kata lain, perbandingan dalam kepemilikan aset antara keluarga terkaya dan keluarga termiskin pada tahun 2004 di Tiongkok adalah 32:1.
Ini adalah hasil dari tumbuhnya satu borjuasi baru dan meningkatnya kemiskinan di antara kelas pekerja. Kelas pekerja tidak saja kehilangan status ekonominya, status politik dan status sosialnya pun amat sangat turun.
Menurut survei tentang pekerjaan yang lebih disukai yang dilakukan di antara penduduk Shanghai, hanya 1% dari mereka yang turut serta dalam survei memilih menjadi buruh. Inilah yang membuat sebagian besar mereka exodus dan mencari kehidupan baru di luar Tiongkok.
Dalam tahun-tahun terakhir, usaha untuk melakukan redistribusi pendapatan termasuk tindakan guna membantu mereka yang miskin dan memberi subsidi telah agak membantu untuk meredam beberapa kontradiksi sosial.
Walau pun begitu, tindakan-tindakan itu tidak akan mengubah secara mendasar polarisasi dalam masyarakat Tiongkok, terutama ketika proporsi kepemilikan swasta dalam ekonomi terus meningkat.
Ini berarti masyarakat Tiongkok telah terpolarisasi antara yang kaya dan yang miskin dengan sangat kontras. Sekarang Tiongkok tidak menjadi lebih dekat, tetapi lebih jauh dari tujuan satu masyarakat dimana semua orang bisa makmur.
Thangoubheng , 33121
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Photo Ilustrasi : Kaya dan Miskin di Tiongkok , asianews.it