Budaya-Tionghoa.Net | Tee Hian sesungguhnya adalah “Yehu – 椰胡” yaitu alat musik gesek seperti erhu, yang kotak resonansinya dibuat dari batok kelapa. Di kalangan masyarakat Cina Benteng, khususnya di lingkungan penggemar musik Gambang Kromong, sebutan untuk alat musik itu adalah Tee Hian. Belum jelas dari asal Hanzi apa kata Tee Hian itu. Penulis menduga itu adalah 提弦.
Kenapa menduga hanzi Tee Hian dalam Gambang Kromong Cina Benteng adalah 提弦? Karena dikalangan para senior masyarakat Khek (Hakka) yang berusia 70 – 80-an yang masih gemar musik, mereka menyebut Erhu – 二胡 dalam bahasa hakka sebagai Thi Hian, ditanya bagaimana hanzinya mereka menuliskan 提弦. Karena itulah, begitu mendengar nama alat musik Tee Hian di Gambang Kromong langsung mengasosiasikan dengan 提弦.
Tee Hian, di lidah org Benteng/Tangerang jadi The Yan. Itu merupakan salah satu alat musik gesek yang dimainkan dalam musik Gambang Kromong. Keunikan Tee Hian adalah sudah tidak ada di Tiongkok tapi masih ditemukan di rantau, salah satunya di Indonesia. Perhatikan itu busur Tee Hian, masih melengkung persis seperti busur panah sesuai dengan namanya 弓 (gong), sedangkan di Tiongkok, busur alat musik gesek sudah mengalami revolusi dengan meniru busur biola yang lurus tidak melengkung.
Gambang Kromong sendiri adalah akulturasi seni musik Tionghoa dan musik tradisional Jakarta/ Betawi. Menurut Ensiklopedia Indonesia, Gambang Kromong adalah “perpaduan musik Jawa dan Tiongkok”. Pengaruh itu terlihat dari alat musik geseknya seperti The Yan, Konga Yan, Su Kong, dll., di samping alat musik gambang dan kromong serta krecek yang merupakan alat musik Indonesia.
Ada dua jenis Lagu Gambang Kromong, Lagu Dalem dan Lagu Sayur. Dari judul Lagu Dalem seperti Poa Si Litan, Pee Pan Tau, serta salah satu Pobin berjudul Kong Jiliuk, sdh jelas pengaruh Budaya Tionghoa di dalamnya. Di dalam buku karangan Prof. Kong Yuanzi, berjudul Silang Budaya Tiongkok Indonesia, dituliskan bahwa pada tahun 1978, sarjana Indonesia Srijono Sispardjo, juga menyatakan bahwa Gambang Kromong adalah musik rakyat Jakarta yang terpengaruh musik Tionghoa.
Sedangkan kata “cokek” itu bukan sinonim dari Gambang Kromong. Asal kata cokek adalah Chio Ke (唱曲) yg artinya adalah “melantunkan lagu”, sedangkan yg disebut Wayang Cokek, adalah wanita muda yang melantunkan lagu dengan iringan musik Gambang Kromong, jadi sebutan ini asalnya adalah penyanyi, namun sekarang juga penari.
Memang, biasanya Gambang Kromong dipertunjukkan sekalian dengan (wayang) cokeknya, untuk menemani tamu yang ingin ‘ngibing’, namun terkadang juga tidak. Misalnya, pada pertunjukan di kelenteng dalam rangka ulang tahun (snejit) dewata (sinbeng) tuan rumah sebuah kelenteng. Misalnya, kelenteng Hong San Bio alias Toa Se Bio di Kemenangan III, Glodok, Jakarta Barat, dan di kelenteng Sin Tek Bio, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Atau juga, beberapa kelenteng di luar Jakarta, seperti di Bekasi: Cibarusah, Bogor: Cibinong, Citeureup, Campea, Cileungsi, Jonggol, Babakan Madang, dan Tangerang.
Nah, jika gambang kromong hanya dipentaskan musiknya, tanpa disertai penarinya, maka hanya bisa disebut gambang kromong saja, tanpa embel-embel cokek.
Oleh : Erik Eresen & David Kwa /10151429880352436/
http://web.budaya-tionghoa.net/seni-dan-hobby/seni-musik/2712-tee-hian-the-yan-dan-gambang-kromong
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa
Photo courtesy of : http://kfk.kompas.com/kfk/view/87625