Photo Credit : Ardian Cangianto & Dada
Budaya-Tionghoa.Net | Bandung memang terkenal sebagai daerah pariwisata domestik dan dijuluki Parisj Van Java karena keindahannya. Letaknya diketinggian sekitar 768 meter dpl dan seperti didasar mangkok raksasa dikelilingi gunung disegala penjuru membuat kota Bandung relatif sejuk dibandingkan kota-kota besar lain di Indonesia. Tujuan wisata Bandung senantiasa berpusat di kawasan Bandung Utara sampai ke Lembang , sementara Kirab Budaya Bandung Capgomeh 2013 akan berlangsung di kawasan pusat Bandung yang padat. Bagaimana jadinya ?
|
Pada hari Sabtu (2/3) seperti biasanya pengunjung dari luar kota dengan kendaraan plat B mulai berduyun-duyun masuk Bandung melalui gerbang tol Pasteur. Hal ini memang biasa terjadi sejak tol Cipularang dibuka pada tahun 2005. Seperti tidak terjadi apa-apa saat meluncur dari kawasan ini menuju selatan melalui jalan Pasir Kaliki . Malahan jalanan tampak lebih lengang di jalan Kebon Kawung sampai kembali membelok ke Pasir Kaliki didepan Hotel Hilton dan Hypersquare.
Tiba-tiba beberapa truk militer dan polisi mulai menuju Gardu Jati yang tampak lengang dari biasanya. Kawasan itu merupakan kawasan niaga di Bandung yang biasa akrab dengan kemacetan. Mereka mulai memarkir kendaraan . Kendaraan petugas keamanan lain juga tampak terlihat di Jendral Sudirman . Rupanya para petugas memang serius dalam mengawal Kirab Budaya 2013 ini dengan menerjunkan sekian banyak personel di titik-titik yang direncanakan akan menjadi rute arak-arakan yang akan berlangsung.
Peta Rute Kirab Bandung 2013 ,
Photo Credit : http://www.facebook.com/groups/Lingguangsi.Bdg
Jam tiga kurang , jalan Jendral Sudirman masih macet total oleh arus kendaraan seperti biasanya. Yang tidak biasa adalah disisi jalan mulai berjubel orang-orang yang seperti sedang menanti sesuatu. Memperkirakan bahwa Jalan Cibadak menuju kelenteng akan penuh sesak karena menjadi garis start kirab maka saya berbelok ke sebuah gang kecil yang berada tepat diseberang gedung sekolah BPK “Zending” dan dibawah jembatan penyeberangan. Para peserta kirab masih tersebar sporadis dan mudah dikenali dengan berbagai kaos seragam yang mereka kenakan. Para pedagang asongan juga mulai dapat dilihat disana-sini.
Setelah jalan sebentar maka tibalah saya di Jalan Cibadak. Suasananya benar-benar lain dibandingkan hari biasanya. Jalan dipenuhi oleh lautan manusia dari berbagai golongan , tua-muda , besar-kecil , Tionghoa dan bukan Tionghoa , penjual , pengunjung dan peserta kirab semuanya tumplek jadi satu. Beberapa mulai mempersiapkan gadget dan kamera masing-masing untuk mengabadikan kirab. Stand makanan dan pernak-pernik budaya berjubelan disisi jalan yang menghadap utara. Kepadatan manusia semakin menjadi-jadi disekitar Wihara Dharma Ramsi yang menjadi tuan rumah Kirab Budaya 2013 Bandung ini.
Walikota Bandung , Dada Rosada membuka resmi acara kirab. Dengan naik delman , beliau memimpin rombongan kirab. Sekitar jam 3.00 siang , rombongan pertama mulai memecah lautan manusia dan berbaris menuju arah Jalan Astana Anyar. Langit begitu cerah dan panas menyengat tidak mengurangi peserta kirab dan penonton untuk menyaksikan acara ini. Beberapa fotografer mulai mengungsi ke tempat tinggi seperti truk yang sedang diparkir agar tidak kehilangan momentum sedikitpun.
Belokan pertama terjadi di persimbangan Cibadak – Astana Anyar. Pihak panita dan polisi sibuk mengatur penonton yang antusias agar tidak menghalangi pergerakan rombongan kirab. Belokan kedua terjadi dipersimbangan Astana-Anyar dan Jendral Sudirman. Jalan Jendral Sudirman yang beberapa belas menit sebelumnya lengang kali ini sudah berjubel penonton.
Kemudian satu persatu rombongan peserta melewati penonton . Disini dapat terlihat bahwa kebudayaan lokal pun tampil dalam berbagai kesempatan seperti karakter Cepot , engrang , dan busana tradisional mereka. Barongsai dan Liong yang warna-warni menjadi ikon yang paling familiar dikalangan warga yang awam sekalipun , dan menjadi objek favorit penonton untuk foto bersama. Para pemainnya juga beragam dari tua sampai anak kecil dan lintas ras. Barisan lampion berwarna merah juga menjadi ciri pernak-pernik Budaya Tionghoa yang paling dikenal.
Beberapa toko juga sengaja membuka toko mereka lebar-lebar dan menyediakan banyak angpao untuk dibagikan. Sedangkan bagi toko-toko umum seperti toko spesialis tahu Yun-yi hingga mini-mart malah mendatangkan kesempatan lain dari pembeli yang berjalan kaki . Demikian juga pedagang asongan yang memanfaatkan momentum ini untuk mencari nafkah.
Kawasan yang menjadi rute kirab yang membentang dari cibadak sampai ke otista memang termasuk kawasan pemukiman yang padat dimana toko-toko utama berada dijalan raya dan dibalik itu masih ada pemukiman lain dalam gang. Dengan ditambah pengunjung dari kawasan lain di Bandung dan juga pengunjung luar kota maka diperkirakan puluhan ribu pengunjung memenuhi jalan yang dilalui kirab dan sekitar seribu partisipan langsung , puluhan barongsai dan liong serta sekitar 70 joli dengan segala pernak-perniknya terus melaju memecah lautan manusia . Setiap rombongan peserta menggotong joli beramai-ramai dengan diiringi musik dan pekik penyemangat untuk bergotong-royong mengangkat beban berat.
Demikian banyak dan panjangnya arak-arakan ini sehingga waktu tidak terasa . Terik matahari di awal kirab berangsur-angsur menjadi gelapnya senja . Lampu-lampu jalan raya mulai menyala sejak jam lima sore dan buntut arakan terakhir sudah meninggalkan rute awal di Jendral Sudirman. Jam 7.00 malam kawasan Jendral Sudirman sudah kembali normal . Sebagian rombongan kirab masih berarak-arakan di Gardu Jati dan kawasan lain sementara rombongan awal sudah mencapai kembali posisi akhir dimana arak-arakan berawal di Cibadak.
Pusat keramaian kemudian berpindah ke kawasan Cibadak . Kali ini keramaian malam lebih padat daripada pembukaan di siang hari. Pada saat ini untuk berjalan kaki saja sedemikian sulit dan hawa sejuk khas kota Bandung dimalam hari menjadi agak panas. Penonton juga disuguhi pertunjukkan kembang api dari sebuah gedung bank yang tinggi di Jendral Sudirman selama sekitar 20 menit. Sementara itu satu persatu rombongan peserta kirab harus berjuang untuk menembus lautan manusia dalam perjalanan pulang ke arah Wihara Dharma Ramsi.
Pesta Kembang Api :
Photo Credit : Ardian Cangianto & Dada
***
Bagi generasi yang terlahir dan besar di masa Orde Baru maka kirab budaya merupakan sesuatu yang lain dari penantian panjang dimana ekspresi budaya Tionghoa menjadi tabu dimuka umum . Sebelum era reformasi kirab budaya terakhir diselenggarakan pada tahun 1959 . Artinya hampir dua generasi Tionghoa terasing dari kegiatan seperti itu. Kegiatan seperti ini terlepas dari pakem-pakem budaya Tionghoa yang ada juga memperkokoh persatuan . Warga Bandung diperkenalkan kepada sesuatu yang lain melalui budaya agar saling mengenal satu sama lain.
Walikota Bandung , Dada Rosada yang membuka acara ini juga memandang positif acara ini bagi kota Bandung. Kirab Budaya merupakan kolaborasi seni dan budaya kreatif Tionghoa dan warga Bandung dan juga merupakan pesta rakyat Bandung.
Pihak panitia penyelenggara Wihara Dharma Ramsie patut diacungi jempol karena kerja kerasnya dalam mempersiapkan acara ini. Mengkoordinasi puluhan rombongan kirab dan dukungan pemerintah daerah bukanlah hal yang mudah. Demikian juga tenaga besar peserta kirab yang terkuras untuk menempuh jarak sedemikian jauh. Tidak lupa ketertiban masyarakat dan kesiagaan petugas keamanan dalam mengawal acara ini patut dipuji.
Memang muncul imbas dari kirab ini seperti kemacetan , akan tetapi even yang diharapkan menjadi even tahunan untuk seterusnya ini juga disambut antusias oleh warga. Kemacetan dengan atau tanpa kirab akan tetap terjadi di kota Bandung yang semakin padat , sementara semangat keharmonisan ini jauh lebih bernilai untuk dipertimbangkan .
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa
Photo Credit : Ardian Cangianto & Dada