Pandangan tokoh-tokoh dan aliran filsafat Tiongkok tentang Li
Xun zi 荀子 dan Legalism fajia 法家, Xun Zi beranggapan bahwa li atau etika lahir untuk mengatur nafsu keinginan manusia, dimana jika tidak diatur maka akan timbul masalah, yaitu perebutan untuk pemuasan nafsu manusia akan benda-benda material duniawi. Karena itu li mengatur status dan kedudukan sehingga masyarakat akan mengetahui batasan-batasannya sesuai dengan statusnya dan dengan demikian kebutuhan dan persediaan akan menjadi seimbang.
|
Xun Zi memiliki pandangan bahwa manusia pada dasarnya memiliki sifat yang buruk, keburukannya itu karena keinginan atau nafsu dan bisa diperbaiki dengan li atau etika[1] yang dibuat oleh raja purbakala yang tidak menginginkan terjadinya kekacauan dalam masyarakat[2]. Sedangkan Han FeiZi yang juga seorang filsuf Legalism berpendapat bahwa bukan etika yang bisa membuat manusia bisa menjadi baik tapi hukum dan perangkat undang-undang yang tegas, keras, tidak pandang bulu, adil yang bisa membuat manusia menjadi baik dan beretika. Qian Hang menuliskan pendapatnya tentang asal muasal etika ketika membahas Xun Zi :
“Sebenarnya etika awal bukan dibuat oleh para raja purba, tapi manusia di antara pertempuran antara alam dan masyarakat, manusia saling bergantung satu dengan yang lain, juga saling membuat aturan-aturan diantara kelompok, secara perlahan dan pasti mengumpulkan serta membuat sistem-sistem dan perjanjian-perjanjian diantara masyarakat.”[3]
Kong Zi dan Ruisme. Kong Zi terkenal dengan golden rules yang intinya adalah “Apa yang orang lain tidak ingin lakukan pada kamu janganlah kau lakukan pada orang lain”. Dasar pembentukan etika Ruism adalah kata ren 仁[4]atau kemanusiaan, sebagaimana dikumandangkan oleh Kong Zi. Tataran tingkatan kemanusiaan ini dimulai dari yang terdekat dahulu, dalam keluarga dan dikembangkan hingga keluar dalam lingkup yang lebih luas atau kepada seluruh yang ada di alam ini. Hal ini ditekankan karena sesuatu dimulai dari langkah terkecil, dan harus tertata rapi, karena itu dalam Ruism dikenal wulun 五倫atau lima hubungan. Lima hubungan ini adalah hubungan yang bersifat mengatur tatakrama dan sikap dalam kehidupan. Adapun lima hubungan ini adalah suami istri, orangtua anak, saudara, pertemanan, atasan bawahan[5].
Konsep ini digarisbawahi sikap moral dalam pola hubungan ini dengan sikap-sikap moral oleh Meng Zi 孟子 yang diakui sebagai seorang filsuf besar dari aliran Ruism. Dalam hubungan suami istri, diterapkan sikap mencintai sepenuh hati hanya seorang saja[6] dalam artian tidak mendua hati dalam hubungan suami istri, hubungan antara orangtua dan anak diterapkan asas kasih sayang[7], hubungan persaudaraan yang berdasarkan faktor usia atau senioritas dalam keluarga[8], hubungan pertemanan berbicara dua faktor yaitu dapat percaya dan bersikap adil dan benar[9], hubungan antara atasan dan bawahan terkait pada kesetiaan 忠 seorang bawahan dan atasan yang memiliki etika serta tatakrama 禮[10] .
Bagi Meng Zi, manusia berbeda dengan binatang karena memiliki etika dan yang harus diawali dalam mengembangkan etika dalam tahap selanjutnya untuk menjadi junzi 君子 itu adalah bagaimana sikap kita dalam tatatan sosial masyarakat, sehingga lima hubungan sering diartikan adalah lima etika hubungan sosial[11]. Ini adalah menjalankan etika 行禮 [12]dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial yang tentunya memiliki strata sosial yang berbeda-beda. Kong Zi dalam dialognya dengan muridnya Yan Yuan yang bertanya tindakan apa yang disebut ren atau kemanusiaan itu ?
Kong Zi menjawab bahwa ren adalah dimana kita menaklukan diri sendiri dan bertindak sesuai etika, jika sudah bisa berbuat seperti ini, seluruh dunia akan melaksanakan ren, dan untuk melaksanakan kebajikan kemanusian harus dimulai dari diri sendiri, bukanlah dari orang lain. Yan Yuan bertanya bagaimana menjalankannya, Kong Zi menjawab “ Tidak melihat yang tidak sesuai etika, tidak mendengarkan yang tidak sesuai etika, tidak berbicara yang tidak sesuai etika, tidak melakukan yang tidak sesuai etika[13].” Istilah ini sering disebut dalam bahasa Inggris adalah “see no evil, hear no evil, speak no evil, do no evil”. Berdasarkan hal ini, maka etika menurut Kong Zi adalah kemanusiaan dan untuk mencapainya harus menjaga diri agar tidak dipengaruhi hal-hal yang akan mempengaruhi diri sehingga melupakan esensi dari etika yaitu kemanusiaan.
Sun Zi dan filsafat perang[14] , pada umumnya ketika membahas filsafat Tiongkok itu mayoritas yang dibahas adalah aliran Mo, Ming, Yin Yang, Dao, Fa dan Ru. Menurut prof. Chen Yao Ting陳耀庭[15], kitab perang Sun Zi termasuk aliran filsafat dan berakar dari filsafat Dao, tapi dalam perjalanannya menjadi suatu aliran yang berbeda. Dalam siasat perang bukan menekankan kemenangan berdasarkan dari kekuatan militer tapi juga berbicara masalah-masalah kebajikan, tujuan berperang dan tindakan berperang adalah langkah terakhir ketika tidak bisa dihindari.
Salah satu yang menarik dari ujar-ujar atau pepatah yang ada kaitan filsafat perang, misalnya “seorang ksatria sejati lebih baik dibunuh daripada dihina” yang sebenarnya mengacu pada kitab Li Ji, disini kita bisa melihat bahwa penghinaan terhadap tawanan adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Selain hal itu adalah bagaimana memperlakukan mereka yang dalam keadaan terdesak, tidaklah baik terlalu mendesak orang yang dalam keadaan terpojok. Salah satu yang menarik adalah kitab perang Su Shu 素書[16] atau buku kesederhanaan yang juga sering disebut buku perang Tai Gong 太公兵法, dalam awal pembukaannya disebutkan bahwa dao, de 德 kebajikan, ren 仁 kemanusiaan, li 禮 tata krama etika, yi義 keadilan[17]adalah satu tubuh tidak terpisahkan. Seorang pemimpin harus mengutamakan hal-hal itu, juga dalam berperang, sehingga kemenangan diraih adalah kemenangan sempurna dengan mendapatkan hati rakyat. Pengaruh etika perang dapat terlihat dalam etika kaum pesilat dan juga soft power yang dikembangkan dari dinasti ke dinasti.
Mo Zi dan mahzab Mohism, terkenal dengan cinta kasih universal tanpa syarat, dimana etika terunggul adalah bisa mencintai siapapun tanpa syarat, kemanusiaan yang dijalankan adalah dengan memberikan kemashlatan umat manusia, melawan ketidak adilan[18]. Mo Zi bis dianggap sebagai antitesis seni berperang, karena Mo Zi juga sering disebut seni perdamaian atau filsafat yang menekankan anti perang.
Selanjutnya Mo Zi mengatakan bahwa dalam melihat negara orang lain bagaikan melihat negara sendiri, melihat orang lain bagaikan melihat diri sendiri[19].Dimana perlu diingat pada masa lampau manusia atau masyarakat pada umumnya memiliki atau berpedoman cinta kasih yang masih bersifat primodiarlisme, belum banyak yang memikirkan cinta kasih yang lebih luas. “Walau memiliki pengetahuan tapi harus menjadikan kebajikan sebagai dasar”[20] . Kebajikannya itu adalah cinta kasih universal, tidak menyerang negara lain. Etika yang diterapkan kemudian menjadi aturan para pengikutnya kemudian dijalankan dengan mengabdi atau membantu negara-negara yang diserang, misalnya dalam membantu negara Song dari serangan negara Chu menjadi salah satu episode sejarah Tiongkok yang termasyur.
Meninggalnya Mo Zi membuat suatu kekosongan dalam kelompoknya dan membuat tercerai berainya para pengikut sehingga ada yang menjadi tentara bayaran atau juga tetap konsisten pada prinsip anti peperangan dengan mengabdikan diri mereka sebagai pembela kebenaran, yang kemudian disebut xia ke 俠客 atau ksatria pengelana. Dalam film atau cerita silat sering diceritakan para pendekar berkelana membela kebenaran adalah pengaruh dari perilaku sebagian pengikut Mo Zi dalam melawan ketidak adilan atau angkara murka. Etika yang diterapkan adalah persamaan derajat dan tegaknya peraturan, mirip seperti prinsip Legalism. Siapa yang membunuh harus dihukum mati, siapapun mereka, termasuk pula anak sendiri. Karena dengan cara demikianlah maka etika bisa ditegakkan. Mo Zi menentang konsep Kong Zi tentang musik dan seni, Kong Zi beranggapan bahwa seni dan musik adalah komponen yang bisa membentuk etika manusia dengan melihat keindahan dari seni musik sedangkan bagi Mo Zi musik adalah hal yang sia-sia dan tidak memiliki pengaruh bagi etika.
KESIMPULAN
Li sering disalah artikan menjadi sopan santun, hal ini akan menjadi kendala dalam mempelajari etika Tiongkok, sehingga diperlukan membaca berulang-ulang dalam memahami kata-kata yang tercantum dalam kitab klasik[21]. Inti dasar dari etika para filsuf adalah ren atau kemanusiaan, bukan karena adanya bentuk hubungan vertikal antara manusia dengan mahluk adikodrati tapi lebih kepada karena hakekatnya manusia yang memang memerlukan etika sebagai suatu sarana mempertahanan eksistensi sebagai manusia.
Dalam satu kisah Zen atau Chan Buddhism[22] ada kisah seorang tabib kemiliteran yang mengalami depresi mental karena melihat para pasien yang korban perang itu disembuhkan olehnya kemudian maju berperang lagi untuk mendapat luka baru atau bahkan kematian, tapi kemudian ia menyadari hakekat dirinya bahwa dirinya adalah seorang tabib militer dan tabib militer itu adalah bertujuan mengobati tentara yang terluka. Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa manusia harus menyadari hakekatnya sebagai manusia, yaitu hiduplah sebagai manusia dan hakekat terdasar manusia adalah kemanusiaan, yang kemudian bisa berkembang menjadi berbagai macam aturan atau norma, etika yang melandasi atau menggaris bawahi bahwa itulah hakekat manusia atau mempertegas agar manusia tidak bisa keluar rel.
Yang menarik adalah kemudian lahirnya kisah-kisah kepahlawanan dalam perang, seperti misalnya Guan Yu, seorang jendral perang dari era Tiga Negara (220-280 CE ) yang dikagumi karena sifatnya sebagai seorang militer yang beretika dalam berperang, cerita silat yang menceritakan kepahlawanan melawan kejahatan, etika moral para pesilat, yang jelas mendapatkan pengaruh dari filsafat perang, filsafat Tao dan filsafat Mo serta konsep-konsep keadilan Kong Zi. Tapi para kaum pelajar Ruism pada umumnya menolak konsep-konsep maling budiman, karena mencuri adalah mencuri. Para pesilat itu pada umumnya digambarkan sebagai kaum outlaw atau juga mereka yang ada di luar sistem masyarakat atau dunia kang aw[23] .
Dalam menata etika masyarakat, diperlukan suatu sistem sosial masyarakat yang tegas, tapi Taoism menekankan konsep xiaoyao[24] atau bebas dalam mengeskpresikan diri. Untuk sebagai balancing maka lahirlah konsep kang aw seperti yang ditulis di atas. Dan dalam praktek keseharian, anak-anak sejak dini diajarkan San Zi Jing 三字經 maupun Di Zi Gui 弟子規, yang merupakan pengajaran dasar pembentukan moralitas dan etika.
DAFTAR PUSTAKA :
Suseno, Frans Magnis, Etika Dasar Masalah-masalah pokok Filsafat Moral, ( Yogyakarta : Penerbit Kanisius,2001 )
Mo Zi, 墨子新釋 ( Mo Zi Penjelasan dengan Bahasa Baru), ( Taiwan, Yong He : penerbit Zhi Yang Shi 智揚士版社, 2003 )
Qian Hang et.al , 中國文化史三百題 ( Tiga Ratus Pertanyaan Sejarah Budaya Tiongkok ), ( Cet: 6; Shanghai, 上海古籍出版社Shanghai Ancient Book Publisher, 2004)
Wu Shuping 吳樹平, Lai Zhangyang 賴張揚 ed., 白話四書五經 (Bahasa Modern Empat Buku Lima kitab ), ( Beijing, International Culture Publisher 國際出版社, 1993 )
Wang Xuedian 王學典 ( yang menterjemahkan kedalam bahasa modern ) Xun Zi荀子 , ( cet:4; Beijing, Beijing Fangzhi publisher 北京紡織出版社, 2007 )
Zhou Bin chief ed.,古代漢語字典 ( kamus bahasa han/mandarin klasik ), (cet:4; Beijing, International Bussiness Printing Book Company 商務印書館國際有限公司, 2005 )
[1] Lih.Xun Zi 荀子 Li Lun 禮論( Dalil Etika )
[2] Dalam kitab Xun Zi ditulis xian wang 先王 yang berarti raja terdahulu, bisa mengacu kepada 3 kaisar dan lima raja purba dalam sejarah purba Tiongkok.
[3] Qian Hang et.al , 中國文化史三百題 ( Tiga Ratus Pertanyaan Sejarah Budaya Tiongkok ), ( Cet: 6; Shanghai, 上海古籍出版社Shanghai Ancient Book Publisher,2004) hal.353
[4] Ren 仁 bisa diartikan hubungan harmonis antara dua manusia yang saling menghormati, dan bisa dikaitkan dengan golden rulesnya Kong Zi.
[5] 夫婦 fufu (suami istri)父子fuzi( ayah dan anak, tapi disini saya artikandan sudah berlaku umum pengertian ini adalah orangtua)兄弟xiongdi( hubungan kakak adik atau saudara)君臣(atasan bawahan)朋友(pertemanan)
[6] Dalam tradisi Tionghoa, pernikahan hanya sekali dalam seumur hidup愛, karena itu biasanya mereka yang bercerai dan kemudian menikah dengan orang lain, tidak ada upacara pesta pernikahan atau juga ritual pernikahan di altar keluarga. Istri mengurusi rumah tangga內, suami mencari nafkah外.
[7] Seringkali diartikan adalah sikap bakti atau 孝, seolah-olah itu adalah kewajiban anak. Tapi dalam hal yang dimaksud Meng Zi adalah kehangatan dan cinta kasih orang tua慈 terhadap anak dan sebaliknya anak harus berbakti kepada orang tua孝
[8] Disini yang dimaksud adalah kakak melindungi dan menjaga adik照顧, adik harus menghormati kakak 尊敬.
[9] Kata yang digunakan dalam bahasa mandarin adalah xin 信 dan yi 義, dimana arti kata yi adalah keadilan dan kebenaran, dimana jika teman berbuat hal-hal yang tidak baik, harus berani menegurnya demi kebaikannya, bukan membiarkan.
[10] Disini bisa diartikan seorang atasan tidak boleh sewenang-wenang terhadap bawahan dan memperlakukan bawahan dengan layak dan hormat.
[11] Konsep-konsep hubungan sosial dan rasa cinta kasih, hormat menghormati, melindungi, kesetiaan dan sebagainya tercatat dalam Li Yun 禮運 yang merupakan bagian dari kitab Li Ji 禮記
[12] Xing li 行禮, kerap diartikan menjalankan tatakrama, dalam hal ini saya mengartikan menjalankan etika kemasyarakatan.
[13] Lun Yu ( Analect ) bab Yan Yuan 12 論語 顏淵 12 dari Sishu Wu Jing 四書五經 ( empat buku lima kitab )
[14] Bing jia 兵家 sering diartikan adalah kelompok yang mengutamakan seni perang, misalnya tulisan Ban Gu 班固 (32-92 CE )漢書 藝文志( catatan bibliografi aliran dinasti Han )
[15] Chen Yaoting 陳耀庭 kelahiran 1939, adalah peneliti dalam Taoism terutama yang berkaitan dengan religi, seminar terakhir yang sempat penulis ikuti adalah seminar tentang kitab Yin Fu Jing 陰符經 di Singapore awal Januari 2010.
[16] Sushu adalah kitab perang yang digunakan oleh Zhang Liang 張良 ( ?- 186 BCE ), seorang penasehat perang Liu Bang 劉邦 (256-195 BCE ), kaisar pendiri dinasti Han. Menurut legenda kitab tersebut diberikan oleh Huang Shigong 黃石公 ( 292-195 BCE ), seorang Taoist kepada Zhang Liang
[17] Dao adalah dalil alam semesta, dimana manusia terikat dan merupakan bagiannya, sehingga setiap tindakan harus sesuai dengan dao. Penerapannya dalam pemerintahan dan militer, sekarang ini dikembangkan dalam banyak aspek, salah satunya adalah bisnis atau perdagangan.
[18] Mo Zi bab cinta kasih universal bag. 2 墨子兼愛中
[19] ibid
[20] Mo Zi bab membina diri 墨子 修身.
[21] Karya-karya para Filsuf maupun pemikir sering disebut kitab klasik atau gu ji 古籍 dan penulisannya menggunakan bahasa sastra tinggi 文言文.
[22] Zen Buddhism atau Chan Buddhism adalah suatu sekte dari Mahayana yang mendapat pengaruh besar dari filsafat-filsafat Tiongkok
[23] Dalam cerita silat dituliskan dunia kaum pesilat adalah dunia kang aw atau jiang hu 江湖 yang berarti sungai dan telaga, menunjukkan pengaruh Ruism bahwa di 5 danau dan 4 samudra adalah saudara. Ini terlihat dari cara mereka memberi salam terhadap orang lain.
[24] Xiaoyao 逍遙saya artikan adalah bebas mengekspresikan diri dan kebebasan dalam berpikir, dus bukan berarti bertindak semena-mena atau seenaknya.
Oleh : Ardian Cangianto
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa
Lukisan Xun Zi
sumber: http://baike.baidu.com/albums/2776/4966162/0/0.html#0$0e2442a7d933c895b1de27ebd11373f0830200f9