Budaya-Tionghoa.Net|Judul Cerita Sun Wukong Mengacau Langit aslinya adalah Da Nao Tiàn Gòng (Huru-hara Besar di Istana Langit). Judul tersebut dalam penggunaan bahasa Tionghoa sehari-hari, sangat disukai untuk menyebut ‘pembuat onar’. Cerita Da Nao Tiàn Gòng sendiri merupakan salah satu bagian dari novel Perjalanan ke Barat, yang merupakan salah satu dari 4 novel klasik Tiongkok.
Sun Wukong di Asia sangat terkenal seperti Goofy, Superman, Spongebob atau Cinderella di dunia sebelah barat. Dengan nama Jepang Sun Goku, si raja kera juga sudah mulai disukai di Eropa lewat serial manga “DragonBallZ”.
Tulisan ini hanya membahas bagian pertamanya saja yakni ketika si Raja Kera Sun Wukong memasuki Istana Langit. Kemudian atas ketidakpuasannya atas pengangkatan dia sebagai seorang pengurus kuda, dibuatlah kekacauan yang tidak sedikit.
Kurun waktu penulisan Novel
Pengarang novel Perjalanan ke Barat (Xi Yoú Jì) adalah Wu Cheng’en, seorang pejabat madya dari Huai’an di Jiangsu, sebuah Propinsi yang dari dulu hingga kini padat penduduk dan makmur. Wu Cheng’en lahir tahun 1500 dan meninggal pada tahun 1582. Jadi dia hidup sezaman dengan Michelangelo maupun Martin Luther oder Giordano Bruno (pada tahun 1600 dibakar hidup-hidup di Campo dei Fiori dekat Roma karena mengatakan alam semesta ini luasnya tak terbatas).
Novel Xi Yoú Jì dipublikasikan tahun 1590 dimana di Eropa dalam waktu hampir sama, Miguel de Cervantes membuat dirinya abadi dengan karya Don Quijotte (1605). Juga William Shakespeare (1564-1616), melalui Romeo dan Julia memberikan kehidupan pada dunia literatur.
Pada masa dinasti Ming inilah pembangunan Tembok Besar berhasil dirampungkan hingga seperti bentuknya sekarang. Begitu juga dengan pembangunan Terusan Besar (Jīng Háng Dà Yùnhé) juga pemindahan ibukota dari Nanking ke Peking dan pembangunan Kota Terlarang. Di masa ini pula, Tiongkok menjadi pemilik kekuatan marinir terkuat.
Ketika novel Xi Yoú Jì, di Tiongkok sudah mulai mendekati akhir Dinasti Ming. Dan pada tahun 1644 mulailah kekaisaran baru, yaitu Dinasti Qing yang bertahan hingga th 1912. Peperangan tidak bisa dihitung banyaknya saat itu. Demikian juga intrik-intrik istana dan ketegangan dalam negeri. Namun di tengah kondisi seperti itu, dinasti Ming berhasil membawa perkembangan budaya dan ekonomi Tiongkok sampai pada tingkat yang luar biasa tinggi. Hal itu bukan semata-mata disebabkan oleh karena bangsa Spanyol, Portugis, Belanda dan Inggris menghamburkan perak yang diperoleh dari benua Amerika yang baru ditemukan untuk membeli porselin dan sutera.
Sejak tahun 1557 (sampai dengan tahun 1999) kota Àomén berada di bawah kekuasaan pemerintah Portugis dengan nama Macao[1]. Di masa ini Eropa sedang mengalami perubahan zaman yang kini disebut Abad Pertengahan. Dimulai dari Perebutan Kota Konstantinopel oleh kerajaan Osmania dan penemuan benua Amerika sebagai akhir abad ke-16.
[Kemudian dimulailah ‘abad yang lebih muda’ antara lain dengan pembangunan Petersdom, Pembakaran Tukang Sihir, perang Turki di Austria, juga reformasi dan disusul oleh Perang Tiga Puluh Tahun.
Untunglah hal itu bukan satu-satunya yang dicapai oleh abad lebih muda ini. Jagung, kopi, tembakau, kakao, cabai, tomat dan kentang juga merupakan hasil dari abad tersebut. Dan yang tak kalah penting adalah gambar dunia heliozentris (Planet bergerak memutari matahari).]
Isi Novel
Novel Perjalanan ke Barat mengisahkan perjalanan Pendeta Xuanzang ke India di zaman Dinasti Tang abad ke-8. Sang Pendeta mendapat tugas dari Bodhisattva Guanyin untuk mengambil gulungan Naskah Mahayana ke Tiongkok. Saat itu, Kaisar Taizong masih tinggal di kota Xi’an, yang terkenal di dunia dengan tentara terrakotta. Dan sampai sekarang di kota tersebut masih berdiri Pagoda Angsa liar, sebagai awal dan ahir perjalanan Xuanzang.
Di Pagoda Angsa Liar itu pulalah dia menulis laporan perjalanan sekembalinya dari perjalanan ke barat. Selain itu ia juga menerjermahkan gulungan naskah dari bahasa Sansekerta ke bahasa Tionghoa di tempat sama.
Xuanzang memperoleh hadiah nama Sanzang yang berarti Tripitaka dari Kaisar Tang Taizong yang dalam bahasa Sansekerta berarti ‘Tiga Keranjang’. Nama tersebut berasal dari 657 gulungan naskah yang diambilnya dari India ditempatkan dalam 3 buah keranjang besar.
Cerita ini terjadi setelah Langit atas desakan Buddha memutuskan bahwa “Manusia di belahan bumi sebelah selatan kehidupannya terlalu banyak mengikuti ketamakan, kesenangan, poligami dan dosa. Dengan bantuan naskah Mahayana maka akan banyak roh-roh yang bisa dibebaskan dari hukuman.”
Perjalanan ke Barat hanya membahas sedikit inti dari segi keagamaan yang terdapat dalam naskah Mahayana, yang mana diambil oleh peziarah dari India. Bandingkan dengan zaman sekarang. Setiap saat teks dari mana pun, bisa diambil oleh pemakai internet.
Cerita Perjalanan ke Barat ini dibagi dalam 2 bagian. Bagian pertama berkonsentrasi pada penceritaan si Raja Kera Sun Wukong. Diceritakan pada bagian ini tentang kelahiran si kera dari sebuah telur batu. Kemudian perkembangan kariernya sampai menjadi raja kera dan jalan kehidupan dia sebagai murid aliran Tao. Ia sedemikian hebat sampai tak terkalahkan dan tidak dapat mati.
Kemudian atas ketidakpuasannya karena penolakan diplomatik atas jabatan yang seharusnya Sang Raja Kera peroleh di kerajaan Langit, ia membuat onar di Langit dengan membuat kekacauan. Huru-hara ini berhasil dipadamkan oleh Buddha dan Sun Wukong dihukum di bawah gunung 5 Elemen selama 500 th. Budha menyegel gunung tersebut dengan mantra Om Mani Padme Hum. Karena mantra itu, walaupun berilmu tinggi, Sun Wukong tidak berdaya untuk membebaskan diri.
Lalu cerita itu disusul oleh bagian tengah yang menceritakan asal muasal Xuanzang dan kejadian-kejadian dari kehidupan Kaisar. Bagian setelah ini merupakan bagian utama, mengisahkan perjalanan ke Barat yang sebenarnya.
Kisah tersebut dibagi dalam 81 Petualangan yang harus dilewati oleh Xuanzang agar mendapatkan gulungan naskah. Gulungan itu nantinya akan diserahkan pada Kaisar sekaligus untuk memperoleh keabadian bagi dirinya.
Guanyin di cerita ini memainkan peranan yang sangat penting. Paling awal yang diurusnya adalah agar Tripitaka tidak sendirian menghadapi marah bahaya dalam perjalanan. Karena-Nya, Tripitaka bertemu Sun Wukong di penjara gunung dan boleh membebaskan kera itu. Namun, tabiat Sun Wukong menimbulkan banyak risiko dalam perjalanan. Jadi untuk mengendalikannya, Guanyin memasang cincin besi di kepala Sun Wukong. Cincin tersebutt bisa mengecil bila Tripitaka membacakan doa tertentu dan mengakibatkan sakit kepala luar biasa bagi si Kera.
Kemudian, keduanya bertemu dengan seekor naga yang telah menelan kuda tunggangan Tripitaka. Setelah Naga tersebut tahu dengan siapa berhadapan, menjelmalah dia menjadi seekor kuda yang kuat dan pintar untuk membawa Tripitaka ke perjalanan yang jauh ke India. Nasib si Naga ini mirip Sun Wukong. Mereka dijanjikan pengampunan oleh Guanyin bila mereka berhasil membantu tugas Tripitaka.
Si Naga itu dijatuhi hukuman mati oleh ayahnya, Raja Naga Lautan Barat, karena tanpa sengaja telah membakar istana dan mengakibatkan rusaknya mutiara ajaib. Hukuman keras dari Raja Naga itu bisa dihindarkan oleh Guanyin hanya dengan syarat bahwa si Naga harus berjasa pada Tripitaka. Dan dengan cara hampir sama, Siluman Babi Zhu Bajie dan Siluman Air, Sha Wujing menjadi anggota perjalanan.
Sumber: www.yxlady.com
Mulailah mereka melakukan suatu perjalanan yang panjang, penuh dengan kesulitan, bahaya, keperkasaan, dan perkelahian lawan manusia, hantu serta jin. Mereka, para musuh tersebut mengenali Tang Sanzang atau Tripitaka sebagai pendeta suci yang bila dimakan hidup-hidup, akan membuat mereka tidak bisa mati. Dan selalu saja ada situasi dimana kelihatannya hanya Tian saja yang bisa menolong Tripitaka yang pemberani. Tidak jarang, hanya dengan campur tangan Guanyin mereka bisa selamat. Kemudian, akhirnya tujuan perjalanan tercapai dan semua anggota perjalanan mendapat upahnya masing-masing.
Novel ini ditengarai memiliki banyak unsur berisi sindiran bersifat kritis terhadap gejala di zaman tersebut. Penulis novel, Wu Cheng’en, mengambil waktu dasawarsa Ming terakhir. Pengambilan waktu itu termasuk kejadian yang terjadi, seperti: korupsi, kelaliman pejabat dan intrik istana. Unsur tersebut dibuat sebagai pola di banyak bagian cerita terutama pada pengambaran situasi istana Kerajaan Langit beserta para pejabatnya.
Ada juga bagian yang menceritakan tentang Tridharma yang sejak zaman dulu di Tiongkok sudah mengisi satu sama lain. Tridharma tersebut adalah Tao, Kong-Hu-Cu dan Buddha yang sejak dari abad ke-1 sudah menyebar sepanjang Jalan Sutera.
Struktur penceritaan Perjalanan ke Barat sepadan dengan kisah perjalanan keperkasaan tradisi literatur Eropa. Seperti Herakles, Don Quichotte, hingga film produksi Hollywood seperti Star Wars. Struktur penceritaan tersebut yang membawa pembaca atau penonton masuk ke dalam dunia fantasi atau dunia mitos.
Latar belakang sejarah
Secara sejarah terbukti, Xuanzang lahir tahun 603 dan meninggal tahun 664. Jadi, beliau hidup di zaman dinasti Tang. Perjalanannya melalui Jalan Sutera dilakukannya dalam th 629-645.
Dahulu memang banyak pendeta agama Budha melakukan perjalanan yang hampir sama, mengikuti contoh perintis di awal masuknya agama Budha ke Tiongkok.
[Mulai dari awal abad ke 1 agama Buddha sudah mengambil tempat dalam Tridharma disamping Tao dan Kong-Hu-Cu. Tidak jauh dari Bodh-Gaya, tempat pohon Bodhi yang mana di bawah itu Sidharta Gotama mendapat penerangan menjadi Buddha, di situlah letak kota Nalanda. Di kota itu berdirilah universitas agama Budha terbesar di dunia pada zamannya.]
Sebagai Marco Polo dari timur, dalam perjalanan mengikuti jalan sutera untuk mencari warisan Budha, berangkatlah pada tahun 629 si Pendeta Muda Xuanzang ke India. Tak ada yang bisa menahannya, baik perampok maupun badai pasir di Gobi dan Taklamakan, ataupun gunung salju di Pamir dan Hindukusch. Setelah 17 tahun, dia kembali dengan membawa gulungan naskah dari perairan Ganga dan mencurahkan 19 tahun lagi untuk mengartikan, menerjermakan dan pemahaman.
Selain sebagai biksu, Xuanzang adalah cendekiawan piawai. Baik di India maupun Tiongkok, dia terkenal kepintarannya. Ia menjadi terkenal setelah satu artikelnya dalam diskusi Ilmia yang mempertanyakan apakah Lao Tsu guru Siddharta Gautama. Xuanzang berpendapat, bahwa itu tidak mungkin benar. Karena komentar itu dia jadi kurang disukai oleh beberapa teman setanah air nya.
Sun Wukong si raja kera
Sumber : http://chinastudygroup.net/wp-content/uploads/2009/06/havoc-in-celestial-palace.jpg
Pemegang peran utama yang sebenarnya adalah si raja kera Sun Wukong. Pertama-tama ditampilkan kelahiran Sun Wukong dari sebuah telur batu, “yang di buahi oleh angin, tercipta dari bahan sari pati langit, wewangian terbaik dari bumi, kekuatan dari matahari dan kecantikan dari rembulan“.
Dia adalah kera pertama yang berani melompati tirai air terjun ke Gunung Bunga dan Bebuahan. Di tempat itu dia menemukan dunia baru dan kemudian membawa rakyat kera ke sana.
Sebagai tanda terimakasih, mereka menjadikan Sun Wukong raja semua kera. Tapi tidak lama kemudian, Sun Wukung mengetahui untuk menyempurnakan kebahagiaannya, dia masih kekurangan satu hal yaitu umur yang panjang dan tidak bisa mati.
Maka, pergilah Sun Wukong melakukan perjalanan untuk mencari seorang guru. Akhirnya, ia bertemu dengan Tetua Agama Tao Subhuti yang mengambilnya sebagai murid walaupun di awal ragu.
Nama Sun Wukong yang berarti ‘Kosong-kesadaran’ diterimanya dari Subhutti. Selain itu, darinya ia juga belajar terbang di atas awan, salto awan melewati 108.000 Li, 72 perubahan bentuk (dalam bentuk manusia, lalat, dadu, dan lain-lain). Kemudian atas dasar kekuatan, kepintaran dan ambisinya, akhirnya dia memperoleh kekuatan tidak bisa mati.
Hal itu membuat si Raja Kera sombong dan takabur sehingga diusir oleh Subhuti. Sebelum pergi, Sun Wukong diambil sumpah, agar merahasiakan siapa gurunya. Sebelum pergi, Subhuti menasihati bahwa Sun Wukong akan berahir dengan tidak bagus. Namun tanpa menghiraukan pemikiran gurunya, Sun Wukong merajalela hingga harus berhadapan dengan pasukan tentara kerajaan Langit.
Kebolehan yang paling luar biasa adalah menjenggut dan meniup bulu membuatnya menjadi tiruan dia hingga ribuan. Kehebatan ilmu itu membuat para Jenderal Pasukan langit tidak bisa menangkap Sun Wukong untuk dihadapkan pada pengadilan.
Pasukan kerajaan langit menjadi semakin kuatir. Sepertinya hanya Buddha yang bisa menaklukan si Raja Kera. Kemudian, Budha mengajak Sun Wukong taruhan. Sun Wukong harus bisa terbang keluar dari telapak tangan sang Buddha.
Terbanglah Sun Wukong dengan kekuatan yang luar biasa sampai ke ujung dunia. Di sana ia menemukan 5 buah tiang. Di salah satu tiang dituliskan namanya dan tiang lain dia kencingi. Kemudian, dengan bangga dia terbang kembali ke telapak tangan Budha, dimana dia menemukan grafiti yang belum kering di salah satu jari Budha dan bau pesing di belakang jari lainnya. Sun Wukong kalah. Kemudian Buddha mengurung Sun Wukong di bawah Gunung 5 Elemen agar dia merenungkan kesalahannya.
Hanya pendeta peziarah ke barat saja yang boleh membebaskannya, itupun hanya bisa terlaksana dengan pertolongan Guan Yin. Pada akhirnya, sebagai pelindung grup perjalanan ke barat, Sun Wukong berkembang menjadi penolong yang handal dalam menghadapi kesulitan.
Tingkah lakunya yang lucu, kericuhan, dan penampilan yang tak terkalahkan dalam setiap pertandingan, menjadikan kisahnya menarik dan memikat para pembaca.
——————–
Oleh: Aldi The (Trulythe)
Editor : Lia Zhang
[1] 1553 itu adalah hak tinggal utk orang Portugis yang diberikan oleh dinasti Ming. Dan pada tahun 1887 baru ada perjanjian antara Portugis dengan Qing yg mana Macao menjadi wilayah Portugis
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa