Photo courtesy of : http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/454594.stm
Tiongkok atau China adalah salah satu asal-usul dari peradaban yang tertua, dan juga merupakan asal-muasal skala musik tertua yang tercatat dalam sejarah manusia. Selama abad 20, dari penggalian-penggalian di situs kuno telah ditemukan “xun 埙” yang berusia 7000 tahun.
Alat musik ini dirancang memiliki interval nada minor ketiga (C-EƄ) yang masih merupakan salah satu prinsip pengorgasasian musik Tiongkok. Akibatnya preferensi terhadap nada minor ketiga dan major keenam (C-E-G-A), menutupi adanya semitone (nada ½) dalam skala musik Tiongkok. [1]
Selain itu penemuan seruling dari tulang berlubang 5-8 dari jaman Neolitik (ca. 8000-2000 B.C) yang berusia 8000-9000 tahun, di Jiahu, Propinsi Henan, membuktikan bahwa orang Tiongkok kuno telah mampu menghasilkan suara 8 nada dan bukannya nada tunggal seperti bunyi peluit pada masa 8000 tahun yang lalu.
Para peneliti Institute of Cultural Relics and Archaeology di Zhengzhou, Henan, menemukan enam buah seruling tulang, yang terbuat dari tulang sayap burung bangau bermahkota merah “dan-ding he 丹顶鹤”[2].
Seruling-seruling ini masih dapat dimainkan, dan salah satu seruling yang paling utuh dan bagus kondisinya dengan panjang 8 inchi dan berlubang 8 telah dimainkan dan dianalisa, skala nada yang dihasilkannya sangat-sangat mirip dengan 8 nada barat yaitu do, re, mi, fa, so, la, si, do.
Musik Tiongkok Kuno tidak menyebut skala nada dengan istilah “pentatonik” ataupun “heptatonik” namun mereka menggunakan istilah interval atau frekwensi yg disebut lü, yang menurut legenda paling awal 12 lü itu ditemukan oleh Ling Lun (menteri Kaisar Legenda Huang Di) sendiri dengan serulingnya, atau disebut juga 12 nada standar.
Namun dikarenakan istilah tersebut tidak familier di telinga orang Barat, mereka kemudian mengelompokkannya dengan istilah pentatonik, dan heptatonik. 12 lü tersebut jika disamakan dengan frekuensi yang dikenal di Barat diperkirakan sebagai nada-nada F, G datar, G, E datar, dan E. Jadi musik Tiongkok sejak jaman purba tidak murni pentatonik, tapi telah dikenal nada F atau fa (4).
Sebagian besar lagu-lagu Tiongkok terdiri dari 5 nada utama yang dianggap pentatonik, lima nada ini telah muncul dalam catatan-catatan kuno pada jaman Chunqiu (春秋) c.a 770–476 BC.
Lima nada tersebut adalah 宫 gong,商 shang,角 jiao,徵 zhi,羽 yu, atau do (1), re (2), mi (3), sol (5) , la (6). Kemudian nada si (7) yang disebut bian-gong 变宫, dan fa (4) bian-zhi 变徵 ditambahkan ke dalam tangga nada tesebut, menghasilkan rangkaian 7 nada heptatonik. Ini menunjukkan kalau musik Tiongkok sejak jaman Chunqiu mengenal 7 nada.
Bukti lain lagi yang menguatkan kalau musik Tiongkok tidaklah pentatonik seperti yang diketahui sebagian besar musisi barat adalah lagu yang dinyanyikan Jing Ke (….-227 BC) yang hidup pada masa Zhan-guo.
Jing Ke (荆轲) adalah seorang pembunuh terkenal, yang menerima tugas dari Pangeran Dan dari negeri Yan (燕国) untuk membunuh Qin-wang Ying-zheng (秦王嬴政), yang menyapu enam negara. Pangeran Dan (太子丹) mengantarkan Jing Ke sampai ke Sungai Yishui (易水河).
Karena tugas tersebut adalah tugas yang mustahil, sehingga suasana perpisahan di Sungai Yishui menjadi tragis dan meninggalkan lagu perpisahan abadi ; 风萧萧兮,易水寒,壮士一去兮,不复还。
Sima Qian 司马迁 dalam Catatan Sejarah (Shiji 史记) telah mencatat bahwa “Gao Jianli memainkan zhu [3]” dan “Lagu Jing Ke” memiliki bunyi bian-zhi yang sekarang disebut ‘fa’ (4).
Bagaimana mungkin jika musik Tiongkok kuno adalah pentatonic, dan darimana datangnya nada fa tersebut? Sehingga banyak sejarahwan yang berspekulasi jika lagu yang dinyanyikan Jing Ke tersebut adalah musik tua dari Asia Barat, benarkah demikian?
Pada tahun 1972, ditemukan lonceng-lonceng perunggu (bianzhong 编钟) kuno yang digali dari dalam makam Marquis Yi dari Zheng yang memberikan kita jawaban. Lonceng-lonceng perunggu tersebut total beratnya mencapai 4,4 ton, dan merupakan perangkat musik terpenting di dunia yang dibuat pada tahun 433 BC pada masa Zhan-guo (WarringState c.a 475 – 221 BC).
Sumber gambar : http://www.nipic.com/show/1/24/8ba8e393d9ad345f.html
Kondisi lonceng tersebut sangat sempurna dan indah, seluruhnya memiliki 3700 inkripsi di bagian dalam yang mencatat posisi masing-masing lonceng, rangkaiannya dalam titi nada, dan juga 28 jenis nada.
Hal ini menunjukkan bahwa pada jaman Zhan-guo musik telah berkembang dengan tingkat luar biasa. Semua lonceng tersebut mampu bersuara jernih dan dapat memainkan 12 semitone dengan 5 nada, 6 nada maupun 7 nada.
Penemuan tersebut secara tidak langsung telah menjelaskan bahwa lagu Jing Ke berasal dari Tiongkok sendiri dan orang Tiongkok kuno telah menguasai musik dengan 7 nada.
Lebih jauh lagi penemuan arkeologi seruling tulang di Jiahu, Henan tersebut di atas telah membuktikan bahwa sejak 8000 tahun yang lalu orang Tiongkok prasejarah bukannya tidak mengenal 7 nada.
Jika tidak demikian, maka tidak akan ada seruling tulang Jiahu berusia 8000 tahun itu. Namun orang Tiongkok kuno memang suka dengan nada-nada pentatonik, mungkin dikarenakan musik pentatonik bagi mereka terdengar paling indah dan paling menyentuh hati.
Footnote:
[1] Natgeo Music :http://worldmusic.nationalgeographic.com/view/page.basic/country/content.country/china_170
[2] Penemuan tersebut juga tertulis dalam journal Nature, Garman Harbottle of Brookhaven National Laboratory di New York.
[3] Gao Jianli高渐离adalah seorang penduduk negeri Yan, dan seorang pemain zhu筑, yaitu sebuah alat musik bersenar kuno (sekarang tidak dimainkan lagi) yang dimainkan dengan tongkat tebal.
Referensi :
http://worldmusic.nationalgeographic.com/view/page.basic/country/content.country/china_170
http://archive.archaeology.org/9911/newsbriefs/flute.html
http://www.cctv.com/program/sqzc/20050426/100378.shtml
http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/454594.stm
Baca juga : http://web.budaya-tionghoa.net/seni-dan-hobby/seni-musik/922-sejarah-musik-tiongkok
Oleh : 任盈盈
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa