Manifesto Politik 1945 Dan Kewarganegaraan Indonesia
Perjuangan politik Siauw dalam pembangunan Nasion Indonesia berlandaskan salah satu janji yang terkandung dalam Manifesto Politik 1946, yaitu pemerintah akan menjadikan semua orang keturunan asing yang lahir di Indonesia warga negara dan patriot Indonesia dalam waktu sesingkat mungkin.
Jiwa proklamasi 1945 yang terkandung dalam Manifesto Politik ini terwujud karena kehadiran beberapa tokoh Tionghoa dalam kancah perjuangan kemerdekaan, di antaranya Liem Koen Hian, Tan Ling Djie, Yap Tjwan Bing, Oey Gee Hwat, Tjoa Sik Ien dan Siauw Giok Tjhan.
Peranan politik penting yang dimainkan Tan Ling Djie sebagai sekretaris jendral Partai Sosialis, partai yang berkuasa di awal kemerdekaan, menyebabkan Badan Pekerja KNIP melahirkan UU Kewarganegaraan 1946 yang disinggung di atas.
Sejak tahun 1932, dengan masuknya Siauw dalam Partai Tionghoa Indonesia yang dipimpin oleh Liem Koen Hian, Siauw telah berpedoman bahwa komunitas Tionghoa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tubuh Nasion Indonesia. Dan kewarganegaraan Indonesia adalah landasan hukum keberadaan Nasion Indonesia.
Yang diperjuangkan oleh Siauw adalah terwujudnya sebuah Nasion yang bersandar atas Kewarganegaraan ¡V a citizenship based nation. Bentuk hukum yang diidami ini tidak memungkinkan rasisme berkembang, karena ia akan melanggar hukum. Setiap warga negara di mata hukum sama. Dan latar belakang etnistas-nya tidak memiliki peranan dalam keberadaannya sebagai warga negara.
Ini-pun tidak memungkinkan dihukumkannya istilah ¡§asli¡¨. Karena faktor biologis, seandainya memang ada orang yang bisa membuktikan dirinya ¡§asli¡¨ Indonesia, tidak memiliki peranan dalam hukum.
Inilah esensi perjuangan Baperki ¡V Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia yang ia pimpin dari tahun 1954 hingga ia dibubarkan pada tahun 1966. Baperki lahir sebagai reaksi terhadap arus politik yang ingin membatalkan UU Kewarganegaraan Indonesia 1946 dan yang menginginkan sebanyak mungkin orang Tionghoa di Indonesia berstatus warga negara asing.
Perjuangan Siauw dan Baperki, baik di dalam maupun luar parlemen, berhasil mencapai kompromi yang membatasi di ¡§asing¡¨kan-nya banyak orang Tionghoa, baik dengan dikeluarkannya UU kewarganegaraan 1958 maupun dengan diratifikasinya Perjanjian Penyelesaian Dwi Kewarganegaraan antara RI dan RRT pada tahun yang sama.
Salah satu legacy yang ditinggalkan oleh Siauw dan Baperki adalah keberadaan sebagian besar komunitas Tionghoa di Indonesia sebagai warga negara Indonesia, di masa kini.