Pengembangan Modal Domestik
Siauw sangat mendukung kehadiran UUD pasal 33 yang menginginkan semua kekayaan alam dikuasai negara untuk menjamin kemakmuran Rakyat.
Akan tetapi animo para tokoh politik dari awal kemerdekaan hingga kini, untuk melaksanakan pasal UUD ini secara konsekwen tidak pernah besar. Yang berkembang sejak kemerdekaan Indonesia terkonsolidasi pada tahun 50-an malahan arus peng¡¨asli¡¨-an bidang ekonomi yang dijalankan dan dikembangkan oleh komunitas Tionghoa sejak zaman penjajahan, yaitu transportasi, distribusi sembako, perdagangan eceran dan penggilingan padi.
Siauw berargumentasi bahwa modal di bidang ini walaupun sebagian besar dimiliki dan dikembangkan oleh pedagang-pedagang Tionghoa, baik totok maupun peranakan, sangat membantu pembangunan ekonomi nasional, yang erat berkaitan dengan pembangunan Nasion Indonesia. Oleh karenanya, ia seharusnya dilindungi dan dibantu perkembangannya, bukan dirongrong bahkan dirusak oleh berbagai kebijakan rasis.
Siauw menyesalkan pola pikir banyak tokoh nasional yang memusatkan perhatian dan tenaga untuk meng¡¨asli¡¨kan usaha-usaha yang dimiliki Tionghoa. Perjuangan gigihnya di parlemen memperoleh dukungan fraksi berpengaruh yang dipimpinnya, Fraksi Nasional Progresif. Dan di zaman Demokrasi Terpimpin, formulasi Siauw tentang pengembangan modal domestik yang dimiliki komunitas Tionghoa mask dalam GBHN dan DEKON. Lagi-lagi sejarah menunjukkan bahwa GBHN dan DEKON yang baik ini tidak menjamin pelaksanaan yang mendukungnya. Pelanggaran dilakukan secara terang-terangan.
Pergantian politik pada tahun 1965 menghapuskan kebijakan yang membangun ini. Pemerintah Orde Baru menggantinya dengan berbagai kebijakan rasis yang merugikan pembangunan ekonomi nasional meraja lela.