Budaya-Tionghoa.net| Diintisarikan dari thread grup FB Budaya Tionghoa pertanggal 5 Febuari 2014
Awal mulanya adalah pertanyaan seorang member akan arti 3 kata dalam nama Tionghoa. Diberikannya contoh nama “Tan Hok Kie”. Tan Hok Kie ini terdiri dari marga (Tan), angkatan/level (Hok) dan nama (Kie). Terkait dengan angkatan/level, setiap keluarga memiliki perbedaan. Jadi, antara keluarga Tan dengan keluarga marga lain, untuk urutan angkatan tidaklah sama. Masalah angkatan ini bisa berbentuk sebuah syair/puisi. Bilamana sudah habis, akan diulang kembali dari huruf pertama. Syair tersebut bisa didapat dari perkumpulan marga ataupun catatan keluarga ataupun dusun/kampung keluarga di tanah leluhur.
Terkait dengan pertanyaan tersebut, kemudian seorang senior—Liang Oe—memberi penjelasan sebagai berikut:
Marga adalah turun temurun dari leluhur kita. Asal usul marga bermacam-macam tergantung dari marga itu. Hal ini bisa dilihat di internet jika mengerti bahasa Tionghoa (hanzi). Marga juga ada yang besar, maksudnya ada banyak sekali orang bermarga tersebut dan juga ada yang kecil. Menurut para ahli zaman dahulu jumlah marga mencapai ribuan. Tetapi sekarang yang bisa ditemukan sekitar 3000-an. Saya pernah mengumpulkan marga (orang Tionghoa) di Indonesia dan berhasil mengumpulkan sekitar 300-an. Marga tersebut dikumpulkan dari orang yang saya kenal, dari berita, Bongpay maupun batu nisan orang yang sudah meninggal.
Marga sendiri ada yang satu suku kata dan bisa pula dua suku kata. Misal Tan, Gouw, dan Lim adalah satu suku kata. Lalu contoh yang dua susku kata seperti Auyang, Suma, Cukat dan lain—lain. Penempatan marga ini harus di depan nama karena kita (orang Tionghoa) menghormati leluhur.
Marga Tan (Chen 陈)
Marga Chen adalah marga besar. Di propinsi Hokkian 20% penduduknya bermarga ini. Marga tersebut adalah keturunan dari Yu Shun 虞舜 salah seorang dari San Huang Wu Di 三皇五帝. Baik ‘huang’ maupun ‘di’ sebetulnya sama-sama berarti kaisar pada awal zaman prasejarah Tiongkok. Yu Shun diperkirakan hidup sekitar tahun 2097SM – 2037 SM. Sumber lain ada yang mengatakan marga Chen adalah keturunan Huang Di/Kaisar Kuning, yaitu kaisar pertama dari Wu Di. Marga Chen sendiri baru dipergunakan oleh Hu Gongman 胡公满 pada permulaan zaman dinasti Zhou 周 yang mana kata ‘chen’ ini berasal dari nama negara.
Zaman dinasti Zhou, wilayah dibagi menjadi beberapa negara yang dikuasai oleh seorang zhuhou诸侯[1]. Biasanya zhuhou adalah keluarga kaisar. Hu Gongman ini mengelola negara Chen. Karena itu, ia sering disebut Chen Hu Gongman. Lama-lama ‘chen’ ini dijadikan marga oleh keturunannya. Sedangkan qunwang 群望 adalah tempat dimana marga itu berkembang. Marga chen berkembang di Yinchuan颍川( sekarang propinsi Henan 河南). Yinchuan belakangan disebut Xuzhou 许州. Wilayahnya meliputi tiga kota besar sekarang, yaitu Xuchang 许昌,Yuzhou 禹州 dan Pingdingshan 平顶山. Wilayah ini merupakan pusat berkembangnya banyak marga lain karena memang merupakan pusat pemerintahan zaman itu.
Dalam urutan marga zaman sekarang, marga Chen menduduki tempat kelima di bawah Li (Lie) 李,Wang (Ong) 王,Zhang (Thio) 张 dan Liu (Lauw) 刘.
Sedangkan mengenai nama jumlahnya tak dapat dihitung karena nama Tionghoa adalah nama huruf. Jadi, orang yang huruf (hanzi) namanya sama, kalau dibaca dengan berbagai dialek (hokkian/hakka dll) menjadi berbeda bunyi. Jadi, kalau ingin tahu dengan tepat apa arti nama Anda, harus tahu huruf dan dialek yang dipakai leluhur keluarga. Ini pun belum terlalu pasti karena ada dialek sedikit yang namanya mengikuti dialek yang banyak dipakai. Misal, karena yang paling dulu masuk ke Indonesia adalah orang berdialek Hokkian, maka orang itu membaca namanya dengan dialek hokkian, demikian juga dengan keturunannya. Bisa juga karena petugas imigrasi Indonesia pada zaman dahulu tak dapat berbicara bahasa Tionghoa. Kalau pembantu penerjemahnya adalah orang Hokkian dan dibaca dalam dialek Hokkian, maka nama tersebut akan ditulis dalam dialek Hokkian. Dari mana asal orang tersebut tidak peduli. Jangan lupa, bahasa Mandarin, bahasa nasional orang Tionghoa sekarang berasal dari Tiongkok Utara sedangkan zaman dahulu lalu lintas sangat sulit sehingga orang Selatanlah yang banyak berimigrasi ke Asia Tenggara. Kita ambil contoh orang Hokcia, taipan Indonesia Lim Siu Liong. Ia bukan orang Hokkian namun marganya ditulis Lim yang adalah dialek Hokkian.
Tiap huruf Tionghoa ada artinya. Orang tua yang memberi nama anak biasanya mencari arti yang sesuai dengan harapan mereka. Memang tidak selalu. Ada yang hanya ikut-ikutan saja dengan yang lain tanpa peduli apa arti nama tersebut. Nama bisa satu suku kata dan bisa pula dua suku kata. Yang dua suku kata, bisa keduanya adalah nama dan bisa juga satu di antaranya adalah nama generasi yang pernah ditentukan oleh leluhur mereka. Sedangkan yang satu suku pasti tak ada nama generasi. Bagi keluarga yang punya nama generasi, anaknya hanya perlu mencari satu suku kata sebab yang lain sudah pasti(digariskan). Misalnya orang Hokcia marga Lim ada yang bernama generasi Kek, anaknya Tun sedangkan cucunya Ming. Jadi, misal Kek Han. Anaknya akan bernama Tun Siang, Tun Ling dan sebagainya. Sedangkan cucunya bernama Ming Kuang, Ming Min dan lain-lain.
Orang Hokkian biasanya menempatkan nama generasi di suku pertama nama. Misalnya Hong Goan, adiknya Hong Cai dan adiknya lagi Hong Kim. Sedangkan orang Hakka banyak yang menaruh nama generasi di elakang. Misal tiga bersaudara bernama Min Fuk, Ai Fuk dan Liong Fuk. Tapi aturan seperti ini bukan keharusan.
Nama generasi atau angkatan ditentukan oleh leluhur ybs. Jadi kalau beda keturunan belum tentu sama. Satu-satunya cara kunjungi persatuan marga, apakah ada catatan di sana. Ini untuk marga besar, untuk marga kecil pasti tak ada.
Dalam dialek Hokkian, ada kata ‘hokki’ yang artinya rezeki. Tapi untuk nama belum tentu tulisannya sama. Bisa saja ‘hok’-nya adalah ‘hok’ rezeki tapi ki-nya yang lain, misal ‘ki’ dari dasar/landasan. Maka nama Hokki dapat berarti ‘landasan untuk dapat rezeki’.
Sebagai tambahan, ada nama populer dan ada nama yang jarang. Misalnya nama Agus ‘kan banyak sekali. Nama Deddy juga banyak tapi nama Deidih sedikit. Jadi ada orang tua yang memberi nama anaknya dengan nama populer. Alasannya kalau dipake banyak orang berarti nama tersebut bagus. Ada juga yang kebalikannya. Ia justru mencari nama yang sedikit dipergunakan orang bahkan menciptakan nama baru. Alasannya banyak nama sama akan menyulitkan si anak nantinya karena akan banyak salah paham. Mending kalau positif, kalau negatif?
Nama Tan Hok Kie saya asumsikan bahwa yangg banyak dipakai orang/’hok’ yang populer adalah ‘hok’ rezeki福. Sedangkann ‘kie’ yang populer dan menjadi satu arti dengan ‘hok’ adalah ‘kie’ dengan mandarinnya ji基. Maka, saya terka nama Tan Hok Kie di sini adalah陈福基 kecuali bila orang tua sengaja memberikan nama yang hurufnya jarang dipakai untuuk nama.
Dalam riset yang dilakukan di 7 propinsi tahun 1982 di Tiongkok, ditemukan huruf hok福 itu menduduki nomor 30 dari 3345 huruf yang dipakai sedang Kie 基 ada dalam urutan 253, atau di antara sesama huruf ji adalah nomor dua (nomor satunya adalah ji 继). Mengapa saya menduga yang nomor dua bukan nomor satu? Ji yang继 berarti meneruskan jadi kalau dirangkai dengan fu terbailik, 福继 berarti rezeki meneruskan, tak ada artinya harusnya meneruskan rezeki. Alasan kedua penanya menanyakan arti nama Hok Kie, sedang dalam dialek Hokkian Ji yang berarti meneruskan harus diucapkan Ke,bukan Kie. Jadi hampir dapat dipastikan nama itu Hok Kie berarti landasan rezeki. Mungkin ada yang bertanya, bagaimana kalau orang tuanya mengambil huruf yang jarang dipergunakan untuk menulis nama Hok Kie? Ini mudah dijawab, kalau orang tua memilih nama yang jarang, memilih dari 3000 huruf lebih, tidak ada seorangpun yang dapat menebaknya, harus orang tua yang bersangkutan yang menjawab.
Ada lagi yang mengatakan bahwa keluarganya menggunakan nama Tjan di depan, kakek adalah Tjan, bapak Tjan, anak Tjan dst. Ini bukan nama sebab tak lazim nama orang tua disamakan dengan anak. Tjan di sini kemungkinan adalah Marga Tjan. Kalau marga memang sejak leluhur kita harus terus diteruskan, cara menulisnya? Huruf Tionghoanya sama 曾 tapi diucapkannya beda-beda tergantung dialek. Cara menulis dalam huruf Latin juga beda-beda sesuai ejaan yang digunakan. Misalnya Tjan ditulis demikian karena dalam ejaan Belanda yang menjajah Indonesia dulu , bunyi ‘tj’ pada ‘tjan’ itu adalah ‘tj’. Kalau ditulis menggunakan ejaan bahasa Indonesia sekarang menjadi ‘Can’. Jadi tulisan ‘Tjan’ itu bukan baku, tapi karena ejaan Indonesia lama. Seorang teman saya bermarga Tjan. Karena tak percaya, ia bertanya kepada orang dari Hongkong, Singapore bahkan dari China, “dari mana asalnya marga Tjan?” Semua menggelengkan kepala karena tak ada marga itu, katanya. Maka, kalau bertanya sebaiknya ditulis huruf Tionghoa-nya. Ada lagi yang bertanya mengapa nama dan marganya kalau dibaca orang yang berlainan bahasa , misalnya berbahasa Mandarin, yang berdialek Hakka, oleh orang Hongkong yang berdialek Konghu, jadi berlainan? Ia tidak dapat mengerti keterangan orang. Jawabannya ialah karena huruf Tionghoa itu berasal dari gambar. Gambar matahari oleh orang Indonesia, oleh orang Inggeris, oleh orang India, oleh orang Hakka dan oleh orang Hokkian akan berlainan, meskipun hurufnya sama. Tapi Tjan bukan benda katanya? Boleh kita lihat yang bukan benda, angka 6, oleh orang Belanda, Inggeris , Itali, orang Indonesia, orang Sunda semua berbeda. Begitulah sifaf huruf Tionghoa, dibaca berbeda artinya tetap sama. Semoga jelas, maaf bagi yang sudah mengerti, tulisan ini untuk menjawab yang tidak mengerti atau salah mengerti.
[1] Oleh OKT alamarhum penulis cerita silat kenamaan, zhuhou diterjemahkan menjadi raja muda.
Oleh : Liang U, Agung & Asiakita.
Editor : Lia Zhang
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa