Budaya-Tionghoa.Net
Berikut ini adalah catatan perjalanan mengunjungi Kaifeng Fu yang ditulis oleh seorang teman dan member group ini.Memasuki Kaifeng Fu
Kaifeng Fu (开封府) yang dapat kita kunjungi sekarang adalah merupakan bangunan baru yang dibangun berdasarkan denah asli jaman Dinasti Song. Kaifeng Fu terletak di Kota Kaifeng, di sebelah utara Danau Bao Gong Timur; memiliki luas 60 mu, dan terdiri dari 50 lebih bangunan aula serta paviliun. Sedangkan bangunan Kaifeng Fu yang asli sendiri telah lama tenggelam karena banjir Huanghe (Sungai Kuning).
Kaifeng Fu – tampak depan
Dapat kita lihat patung singa di kedua sisi gerbang, satu di antaranya membuka mulut, dan satu lainnya menutup mulut. Membuka/ terbuka/ buka, dalam bahasa Mandarin adalah Kai (sama dengan huruf kai dari Kaifeng), sedangkan huruf fengdapat diartikan menyegel / menutup / tertutup. Kai-feng — terbuka dan tertutup.
Perlu diketahui, bahwa Kaifeng Fu merupakan kantor pusat administrasi Kaifeng, bukan hanya sekedar “pengadilan”. Walau memang aula utama atau “pengadilan”, yang sering disebut zheng-ting (正厅) atau da-tang (大堂) itu merupakan bangunan utama di dalam sana.
Aula Utama – tampak luar
Aula Utama – tampak dalam
Bagi penggemar film tentang Bao Zheng, pisau penggal kepala alias zhadao (铡刀) naga, harimau, dan anjing tentu juga sudah tak asing lagi. Alat penggal kepala naga untuk menghukum mati keluarga kerajaan atau bangsawan, kepala harimau untuk memenggal pejabat, dan kepala anjing untuk memenggal rakyat jelata. Sesungguhnya, ketiga alat penggal kepala ini hanya merupakan fiksi belaka. Alat yang digunakan untuk hukuman penggal kepala pada masa Dinasti Song adalah golok.
Alat penggal kepala “khas Tuan Bao” ini pada awalnya muncul dalam opera di jaman Dinasti Yuan. Namun hanya ada satu, dan disebut pisau penggal tembaga atau tongzha (铜铡) dalam bahasa mandarinnya. Sedangkan dalam opera-opera di jaman Dinasti Ming, konon tidak ditemukan alat semacam ini. Hingga kemudian baru muncul kembali pada akhir Dinasti Qing dalam novel San Xia Wu Yi (三侠五义) karangan Shi Yukun (石玉昆) dan berubah menjadi tiga set seperti yang sekarang kita kenal dalam serial TV.
Replika alat penggal kepala (dari kiri ke kanan) anjing, naga, dan harimau
Dalam berbagai versi novel, opera, maupun film, salah satu tokoh terkenal yang kehilangan kepala di bawah alat penggal ini adalah Chen Shimei (陈世美), suami dari seorang putri kerajaan. Dikisahkan, Chen Shimei adalah seorang pelajar miskin yang memiliki istri bernama Qin Xianglian, dan dua orang anak. Chen meninggalkan desanya dan pergi ke ibukota untuk mengikuti ujian negara. Namun, setelah lulus sebagai sarjana alias zhuangyuan (状元), Chen malah menikahi putri kerajaan dan tidak mau mengakui istri serta anaknya di desa, bahkan berusaha membunuh mereka untuk menutup mulut. Qin Xianglian mengadukan hal ini kepada Tuan Bao, yang kemudian menyelidiki duduk perkaranya, mengadili Chen Shimei, dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya.
Sesungguhnya, kisah Chen Shimei ini adalah fiksi belaka. Konon, pada jaman Dinasti Qing, ada seorang pelajar bernama Chen Shumei (陈熟美) yang pergi ke ibukota untuk mengikuti ujian negara. Di perjalanan, ia mendapat kesulitan dan ditolong oleh seorang pelajar lainnya. Chen berjanji akan membalas budi pelajar tersebut jika kelak ia lulus ujian dan menjadi pejabat. Ternyata Chen benar-benar berhasil. Sejak lulus dan menjadi pejabat, banyak orang yang datang ke kediaman Chen untuk menyuap dan meminta pekerjaan di pemerintahan. Chen adalah seorang yang jujur dan lurus; ia sangat membenci hal ini, dan menyuruh para pelayan di kediamannya untuk mengusir orang-orang tersebut. Tak disangka, pelajar yang menolong Chen dalam perjalanan tadi juga datang dan ikut diusir oleh para pelayan tersebut. Pelajar itu pun merasa kecewa dan sakit hati, karena menganggap Chen tak tahu balas budi. Ia pun pulang dan mengarang sebuah kisah opera tentang Chen Shimei (tentu saja, ia tak berani terang-terangan menuliskan nama asli Chen) yang membuang istri dan anaknya, seperti yang diceritakan di atas.
Kisah yang ditulis oleh pelajar tersebut sesungguhnya hanya berakhir sampai dengan Chen Shimei menyangkal istri dan anaknya. Namun pada saat opera tersebut dipentaskan, para penonton merasa kecewa dan berharap agar Chen Shimei mendapat hukuman yang setimpal. Pemimpin opera terpaksa mencari akal untuk memuaskan penonton. Kebetulan ia melihat pemeran Tuan Bao dalam pertunjukan sebelumnya belum membersihkan riasan dan belum melepas kostum. Maka, ia menyuruh “Tuan Bao” (yang seharusnya hidup di jaman Dinasti Song) ini untuk kembali ke panggung (alias menembus waktu sekian ratus tahun ke jaman Qing) dan meneruskan cerita dengan menjatuhkan hukuman mati pada Chen Shimei. Hingga akhirnya terbentuklah kisah seperti yang sekarang kita lihat dalam opera maupun serial TV.
Di belakang ruang aula utama, terdapat aula tengah yang lebih kecil. Fungsinya adalah sebagai ruang rapat untuk membahas masalah yang berkaitan dengan kasus yang sedang ditangani. Misalnya jika kasus tersebut berkaitan dengan keluarga kerajaan, atau keadaan khusus lainnya. Sekarang, aula tengah ini digunakan sebagai ruang pameran patung lilin.
(Bersambung)
Oleh : Jianying
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa