Budaya-Tionghoa.Net| Siapa yang tak kenal Cinderella? Mulai dari anak-anak, orang tua, sampai bocah tua nakal pasti tidak asing lagi dengan namanya. Tapi tahukah anda, bahwa Cinderella sebenarnya adalah cerita klasik Tiongkok yg di”kw” oleh Bangsa Eropa? (Cuma dalam kasus ini versi kw nya justru jauh lebih populer dibanding originalnya)
Cinderella made in China aslinya bernama Ye Xian 叶限(1). Kisahnya dapat dijumpai dalam kumcer Youyang Zazu 酉阳杂俎 (805) karya Duan Chengshi 段成式 (800-863), yang ditulis hampir 900 tahun lebih dulu sebelum buku Cinderella-nya Charles Perrault (1697) terbit. Pengakuan tentang hal ini juga sudah diberikan oleh ALA (American Library Association).
Ilustrasi : wajah Yang Mi (aktris Tiongkok) diphotoshop ke dalam still image dalam film Cinderella 2015 milik Disney.
Sebenarnya masih ada beberapa karya sastra Tiongkok lainnya yang juga diadopsi oleh penulis Barat. Sebut saja Hulian Ji, sebuah naskah teater tentang Hakim Bao yang dibajak oleh Brecht menjadi “Caucasian Chalk Circle“. Atau Zhaoshi Gu’er (yang telah diangkat film pada tahun 2010 dengan judul Inggris “Sacrifice) yang disadur Voltaire menjadi ‘The Orphan of China”.
Namun baiklah, karena judul tulisan ini adalah Cinderella (Ye Xian), jadi mari kita bahas itu saja.
KISAH YE XIAN
Jauh sebelum dinasti Qin & Han berdiri, tersebutlah seorang kepala suku(2), bermarga Wu yang menguasai daerah Wudong. Wu tak berputra. Dari kedua istrinya ia hanya dikaruniai dua orang putri. Putri sulung bernama Ye Xian, sementara yang satu lagi tak diketahui namanya.
Sepeninggal ayah dan ibu kandungnya, Ye Xian kerap disiksa oleh ibu tirinya. Tiap hari ia harus mengerjakan pekerjaan kasar seperti membersihkan rumah, membelah kayu, dan menimba air. Semua penderitaannya itu hanya bisa dicurahkan pada seekor ikan emas yang dipeliharanya di kolam belakang. Namun dasar si ibu tiri jahat tidak rela melihat secercah keceriaan pun di wajah Ye Xian. Dengan tega ia sengaja menangkap dan menyantap ikan emas kesayangan putri tirinya itu.
Batin Ye Xian teriris pedih. Namun ia hanya bisa diam-diam menangisi ikan emasnya. Tiba-tiba muncullah seorang tua berambut acak-acakan di hadapannya, “Janganlah engkau bersedih, Nak!” ucapnya lembut, “Sekarang ambillah sisa tulang ikanmu dan simpanlah! Kelak bila kau ada kesulitan, memohonlah di hadapannya, niscaya segala permintaanmu pasti akan terkabul.” Antara percaya atau tidak, Ye Xian mematuhi arahan si orang tua itu.
Tak berselang lama, suku mereka menyelenggarakan perayaan tahunan. Inilah saat di mana muda-mudi saling bertemu dan mencari calon pasangan hidupnya. Sebagai gadis yang sudah beranjak dewasa, Ye Xian tentu ingin sekali menghadiri perayaan itu. Namun apalah daya, sang ibu tiri ternyata tak mengijinkannya. Maklumlah, wanita jahat ini sadar putri kandungya kalah cantik dibanding Ye Xian. Sehingga ia takut putrinya nanti tak akan dilirik pria, bila putri tirinya turut serta.
Setelah ibu dan adik tirinya pergi, Ye Xian teringat pesan si orang tua berambut acak-acakan dulu. Ia pun mengambil tulang ikannya dan memohon agar dapat menghadiri perayaan. Sekonyong-konyong, pakaian kotor dan compang campingnya berubah menjadi gaun biru kehijauan nan amat indah. Lengkap dengan sepasang sepatu emas menghiasi kakinya. Sang gadis malang tertegun dengan mukjizat yang dialaminya. Tanpa menunda-nunda lagi, ia segera melangkahkan kakinya menuju tempat perayaan.
Setibanya Ye Xian di pesta, semua mata langsung tertuju padanya. Para hadirin takjub: apakah gadis bersepatu emas ini adalah putri seorang bangsawan, atau malah bidadari kayangan yang turun ke mayapada?
Adapun Ye Xian, ia menjadi amat panik ketika menyadari ibu dan adik tirinya sedang kasak-kusuk mengawasinya. Karena takut rahasianya terbongkar, ia tergopoh-gopoh meninggalkan pesta. Saking paniknya sampai-sampai sebelah sepatu emasnya tertinggal.
Sepatu emas tersebut dipungut oleh seorang pedagang keliling, yang kemudian menjualnya pada maharaja muda dari Negara Tuohan(3). Sang maharaja memang tergila-gila pada wanita berkaki kecil. Tak heranlah bila ia begitu terpesona melihat sepatu emas yang berukuran mini itu. Setelah menanyakan asal sepatunya pada si pedagang, Maharaja Tuohan lalu berlayar sendiri guna mencari sang empunya alas kaki tersebut.
Satu persatu gang dilalui, satu persatu rumah didatangi, tapi rombongan maharaja tak kunjung menemukan wanita yang pas ukuran kakinya. Bahkan ketika mereka mendapati wanita yang berkaki kecil pun, ternyata ukuran sepatu itu masih jauh lebih kecil lagi!
Setelah berputar-putar akhirnya sampailah mereka di rumah Ye Xian. Para pengawal raja sebenarnya enggan mengijinkan Ye Xian yang kumal ikut mencoba sepatu tersebut, kalau bukan karena maharaja sendiri yang mempersilakannya. Namun betapa terkejutnya seisi rumah itu, ketika si gadis kumal ternyata berhasil mengenakan sepatunya dengan mudah. Seolah memang sengaja dibuat untuknya saja.
Apalagi setelah ia bersalin mengenakan gaun biru kehijauannya. Serta menunjukan pasangan sepatu emas yang satunya lagi. Gadis gembel itupun seperti raib ditelan bumi, berubah wujud menjadi seorang dara jelita nan anggun menawan. Maharaja Tuohan amat girang. Tanpa malu-malu ia langsung mengutarakan niatnya mempersunting Ye Xian, yang tentu saja diterima dengan sukacita oleh sang gadis.
MADE IN CHINA OR VIETNAM?
Bangsa Vietnam juga mengenal cerita serupa yang berjudul “Tam & Cam“. Lalu siapa meniru siapa? Mana yang orisinil? Penjelasannya adalah sebagai berikut;
Dalam buku Youyang Zazu di atas, Duan Chengshi (pengarangya) menulis, bahwa cerita tentang Ye Xian didapatnya dari Li Shiyuan, seorang pembantunya yang berasal Yongzhou (diyakini dari Etnis Zhuang). Yongzhou sendiri terletak di perbatasan Tiongkok dengan Vietnam. Sehingga tidak heran bila kebudayaan keduanya banyak bersinggungan. Hanya saja karena bukti tertulis yang tertua ditemukan di Tiongkok, orang pun meyakini versi Tiongkoknya sebagai yang pertama (orisinil).
Selama Dinasti Tang, orang menyebut kota Nan-ning sebagai Yongzhou. Yongzhou disini tidak sama dengan Yongzhou yang terletak di Hunan.
PENUTUP
Dongeng Ye Xian memang tidak dijiplak mentah-mentah menjadi Cinderella. Ada beberapa aspek yang diubah menyesuaikan budaya Barat. Misalnya saja perayaan etnik diganti menjadi pesta dansa khas Eropa. Kemudian memohon pada tulang ikan jelas bertentangan dengan ajaran Kristen; Sebagai gantinya diciptakanlah sosok peri baik hati sebagai malaikat pelindungnya Cinderella. Meski demikian, tak bisa dpungkiri bahwa secara keseluruhan Ye Xian memang sangat identik dengan Cinderella.
CATATAN
1. Ye Xian juga dikenal sebagai Yeh-H’sien dalam ejaan Wade Giles. Banyak juga orang Barat yang mengejanya Yeh-Shen.
2. Dalam naskah aslinya, ayah Ye Xian disebut sebagai kepala gua, dari suatu wilayah yang disebut Wudong. Menurut Prof. Arthur Waley, yang disebut gua (dong 洞) disini bukanlah “gua” dalam arti sebenarnya. Melainkan istilah slang untuk rumah suku primitif/pedalaman.
3. Kerajaan Tuohan yang disebut dalam cerita diatas tercatat pernah mengirim utusan ke Dinasti Tang pada tahun 645 & 648. Tidak jelas dimana tepatnya Tuohan ini. Profesor Nong Xueguan, seorang pakar cerita rakyat Etnis Zhuang berpendapat, bahwa bisa jadi Tuohan adalah Kerajaan Sriwijaya.
REFERENSI
-Fay Beauchamp. Asian Origins of Cinderella: The Zhuang Storyteller of Guangxi.
-Arthur Waley. The Chinese Cinderella Story
– http://baike.baidu.com/view/1330724.htm
– http://www.ala.org/offices/resources/multicultural
Disusun oleh Henry Soetandya https://www.facebook.com/henry.soetandya/posts/439120169587472:0
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa