TRADISI MENGANTAR
DEWA DAPUR
SEBAGAI SARANA PERBAIKAN DIRI
Setiap budaya dan kepercayaan mengenal suatu sistem “penyesalan dan merevisi diri”. Tujuannya agar membangun masyarakat yang tertib dan damai. Mengarahkan manusia agar mengingat kelakuannya dan merevisi diri. Tanpa adanya revisi dan penyesalan, manusia sulit untuk bergerak maju ke depan menuju lebih baik lagi dalam kehidupan dan kualitas hidup duniawinya. Sedangkan dari sudut spiritualitas dan religiusitas, laku “penyesalan dan revisi diri” meningkatkan spiritualitasnya.
Buddhisme Mahayana Tiongkok dan Taoisme mengenal “doa penyesalan” 懺悔文. Penyesalan menjadi amat penting dalam ritual maupun praktek kehidupan sehari-hari bagi manusia. Praktek ini diperlukan karena manusia memiliki nafsu-nafsu indriawi yang perlu dikontrol, selain itu manusia memiliki dasar-dasar kebaikan yang perlu dipupuk serta dipelihara. Jika perbuatan-perbuatan jahat yang merugikan orang lain itu tidak disadari dan disesali, maka hati manusia yang baik itu menjadi meredup dan lenyap. Nafsu-nafsu indirawi semakin menguat dan memperbudak diri manusia.
Penyesalan dan pertobatan juga berkaitan dengan “renyi” 仁義 yang bermakna keadilan dan kemanusiaan. Banyak manusia yang ditindas dan dianiaya tanpa mendapatkan keadilan dari para pelaku. Betapa banyak amarah yang terpendam karena tidak adanya keadilan dan kemanusiaan ini dan kemudian menimbulkan bencana. Penyesalan dan pertobatan para pelaku yang melakukan ketidak adilan dan perbuaatan tidak manusiawi ini bisa membantu meredam bencana ini. Dan dengan penyesalan maka bisa menjadikan diri menyadari apa yang diperbuat itu merugikan orang lain. Dengan demikian bisa mengarahkan manusia agar berproses untuk semakin mendekati, syukur jika bisa melaksanakan kemanusiaan secara utuh dan memahami apa yang dimaksud “adil”.
Hubungan manusiawi yang mendalam merupakan salah satu kebutuhan yang terpokok manusia. Dengan penyesalan dan pertobatan juga bisa meningkatkan hubungan antar pribadi yang mendalam. Dan hubungan itu memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber kesejahteraan mental manusia. Juga perlu diingat bahwa manusia memiliki kecenderungan kearah aktualisasi atau menempatkan diri sesuai dengan kemampuannya. Tapi bukan berarti tidak ada perkembangan karena kecenderungan manusia adalah bergerak ke arah pertumbuhan, kesehatan, penyesuaian, sosialisasi, realisasi diri, kebebasan dan otonomi. Kebebasan dan otonomi ini bukan berarti bertindak seenaknya, karena kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari bayang-bayang ketakukan akan perbuatan buruknya. Jika seseorang tidak merasa menyesal atas semua perbuatan buruknya maka manusia itu sudah tidak bisa otonomi lagi karena diperbudak oleh nafsu-nafsu indriawi.
Banyak orang yang beranggapan bahwa budaya Tionghoa tidak mengenal pertobatan dan penyesalan. Sebenarnya semua itu ada dalam budaya masyarakat Tionghoa. Tapi yang sering tampak itu adalah habitus ( kebiasaan, cara berpikir , pola perilaku ) yang bukan esensi dan makna yang menjadi isi dalam budaya itu. Salah satunya adalah habitus dalam mengantar dewa dapur 灶君. Dan menurut penulis, habitus itu sudah menyimpang jauh dari makna sesungguhnya dalam upacara mengantar dewa dapur. Ironisnya habitus itu diperkuat lagi dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh sebagian pelakunya. Hal ini harap dimaklumi karena kurangnya penggalian kitab-kitab suci maupun filsafat yang ada di sekeliling mereka. Pada umumnya lebih bersifat pragmatis dan pengetahuan yang dimiliki sebatas apa yang mereka dengar.
Tulisan ini dibuat agar para pembaca bisa menyadari bahwa upacara mengantar dewa dapur itu tidak ada kaitannya dengan sogok menyogok. Malah lebih pada upaya manusia agar bisa memajukan dirinya. Semoga dengan tulisan ini, semua habitus yang tidak sesuai lagi dengan esensi dan maknanya itu bisa disadari dan mengubah paradigma para pembaca. Dan memicu para pembaca agar bisa berproses menjadi lebih baik lagi dalam hidupnya.
Sekilas tentang dewa dapur.
Dasar kepercayaan orang Tionghoa adalah : “ Semua yang ada di alam ini memiliki kesadaran ( roh )’”. Dan sistem kepercayaannya itu adalah menghormati semua benda yang dianggap memiliki daya guna atau kontribusi positif dalam kehidupan mereka. Termasuk juga tungku, cubluk ( WC ). Selain itu juga, sistem kepercayaan Tionghoa menaruh hormat pada para penemu atau innovator. Para penemu itu juga sering diangkat menjadi dewa. Contohnya adalah Du Kang 杜康 yang dianggap sebagai penemu cara pembuatan arak, Leizu 嫘祖adalah tokoh perempuan yang menemukan cara pembuatan sutra dan lain-lainn. Sistem kepercayaan ini bisa membuat manusia lebih menghargai alam, merawat alam, menghargai para penemu.
Peradaban manusia purba menuju langkah yang lebih maju dengan penemuan cara membuat api. Mitologi Tiongkok mengenal tokoh mitos purba bernama Suiren 遂人 sebagai penemu apa. Lie Zi menuliskan bahwa Suiren membuat api dengan menggosokkan dua batang kayu. Mitos ini menunjukkan kemampuan orang purba Tiongkok jaman dahulu menarasikan perkembangan peradaban sesuai dengan fakta-fakta yang ada. Dengan penemuan cara pembuatan api, maka manusia purba bisa memanfaatkan api sebagai penerangan, pengusir binatang buas di malam hari dan juga memasak.
Setelah bisa memasak maka diperlukan alat memasak. Maka perlu diketahui bahwa sebenarnya pengertian kata zao 灶 atau竈artinya adalah tungku dan dapur adalah chufang 廚房. Tapi masyarakat kemudian menyamakan arti tungku dengan dapur adalah sama. Tungku merupakan komponen penting untuk memasak dan pada jaman dahulu tungku juga berfungsi sebagai “bibit api” ( 火種 atau bara ). Dan setiap menjelang tahun baru Imlek itu tungku dibersihkan. Pada jaman dahulu,selain dewa tungku juga ada dewi bernama Xian Chui 先炊. Xian Chui adalah tokoh yang menemukan metode memasak di dapur.
Secara umum ada dua jenis tungku. Pertama bersifat portable, bisa dipindah-pindah dan yang kedua adalah bersifat statis. Dahulu rumah-rumah di Tiongkok memiliki tungku statis yang menggunakan kayu bakar dan arang sebagai kompor untuk memasak. Pada umumnya menurut tradisi, putra sulung yang menjadi pewaris tungku. Saat putra lainnya menikah, barang-barang dibagi kemudian arang yang ada dalam tungku itu dibawa ke rumah baru dan membangun tungku baru. Tradisi ini disebut fenzao分灶 ( membagi tungku ). Tradisi ini sudah berjalan lama sekali, diperkirakan dinasti Shang sudah ada. Tradisi ini makin meluas saat Shangyang ( 309-338 BCE ) melakukan reformasi administrasi kependudukan menambah jumlah kepala keluarga. Cara yang dilakukan Shangyang adalah mewajibkan anak-anak yang sudah berkeluarga untuk keluar dari rumah dan membentuk keluarga baru.
Figure 1 Tungku |
Dewa dapur merupakan dewa utama dari 5 dewa rumah , dewa rumah itu adalah sbb: dewa sumur , dewa tiongcit , dewa pintu dan dewa kamar mandi ( cubluk/ WC ). Dinasti Qing mengenal istilah 3 Zun 三尊dan 6 shen 六神dimana 3 zun itu adalah Guan Yin/ Kwan Im dan 2 pengiringNya (Jin Tong Yu Nu) serta 5 dewa rumah , dimana dewa pintu itu pada umumnya ada 2(sepasang).
Dewa dapur itu adalah dewa kuno bahkan sejak dinasti Xia 夏 ( 2070-1600 BCE ) sudah ada penyembahan terhadapNya. Kitab klasik Li Ji 礼记mencatat bahwa dewa dapur atau Zhao Jun 灶君 itu adalah Zu Rong 祝融 ( dewa api ) (礼记礼器: 颛顼氏有子曰黎,为祝融,祀以为灶神 Zhuanxu memiliki anak, Li Zhurong, disembah sebagai dewa dapur ). Selain itu dalam kitab catatan Musim Semi dan Gugur karya Lv ( 呂氏春秋 ) juga mencatat bahwa Zhu Rong adalah keturunan Huangdi 黃帝dan anak Zhuanxu. Selain itu Zhuangzi 庄子 juga mengupas tentang dewa dapur, dikatakan bahwa dewa dapur itu adalah arwah yang rambutnya disanggul. Selain itu ada kepercayaan bahwa Zao Jun adalah bunda dari gunung Kunlun ( 昆侖老母 ). Dapat dikatakan bahwa asal mulanya dewa dapur itu berjenis kelamin perempuan.
Kemudian pada jaman Han, Huainan zi 淮南子menulis bahwa Zaojun itu adalah Kaisar Yan 炎帝( Shennong 神農 )dan sejak itu perlahan-lahan Zao Jun digambarkan sebagai seorang pria. Yang perlu dicermati adalah : kaisar Yan dianggap sebagai dewa api dan Zhu Rong adalah pejabat pengurus api. Jadi keduanya memiliki keterkaitan dengan api.Berdasarkan tulisan dalam Taiping Yulan 太平禦覽, dikatakan bahwa Huangdi 黃帝 ( kaisar kuning ) adalah penemu tungku, sehingga disebut sebagai Zaoshen 灶神. Dengan kata lain, dengan adanya api maka baru bisa memasak dan untuk memasak diperlukan tungku.
Di atas sudah ditulis beberapa tokoh seperti Huangdi, Yandi, Kunlun Laomu, Zhurong yang dianggap sebagai penemu tungku. Berdasarkan legenda yang kemudian berkembang, ada beberapa tokoh atau kisah yang dikaitkan dengan Zaojun. Legenda-legenda berikutnya lebih terkait dengan ajaran moralitas dan bukan sebagai penemu cara membuat api atau juga penemu tungku. Kisah-kisah itu antara lain :
– Zhang Dan 張單. Zhang Dan adalah seorang hartawan yang terpikat pada perempuan lain dan menceraikan istrinya. Siapa sangka ternyata istri barunya itu meninggalkan Zhang Dan saat ia bangkrut. Zhang Dan kemudian terlunta-lunta dan menjadi pengemis. Saat ia mengemis, ia mengemis sampai rumah mantan istrinya yang menikah dengan orang lain. Ia merasa malu dan menyesal kemudian bunuh diri dengan masuk dalam tungku.
– Pada jaman dahulu, ada seorang pejabat korup yang amat suka makanan enak. Tindakannya juga semena-mena sehingga rakyat menjadi benci padanya. Kemudian ada satu dewi yang menjelma menjadi perempuan. Saat pejabat korup itu sedang melihat masakan enak yang sedang di masak, dewi itu menendang pejabat korup tersebut masuk ke dalam tungku. Kemudian pejabat korup itu menjadi dewa tungku dan selalu melihat orang-orang memasak makanan enak tapi ia tidak bisa mencicipinya. Setelah bertahun-tahun dihukum menjadi setan yang bersemayam dalam tungku akhirnya ia sadar bahwa semua tindakannya saat masih hidup adalah tidak baik. Kemudian ia bersumpah akan mencatat semua perbuatan buruk manusia. Karena tekadnya membuat Yudi y玉帝 ( raja dewata ) terharu dan mengangkatnya sebagai dewa tungku yang bertugas mencatat semua kesalahan dan kebajikan yang dilakukan oleh keluarga.
– Zhang Yu 張宇 adalah seorang suami yang suka judi, mabuk-mabukan dan melacur hingga hartaya ludas. Ia kemudian menjual istrinya untuk mendapatkan uang agar bisa melanjutkan hobbynya. Ia kemudian menjadi pengemis dan hingga mengemis pada rumah seorang kaya, ternyata istrinya bekerja menjadi budak. Istrinya kasihan dengan kondisi Zhang Yu kemudian mengundangnya masuk untuk makan. Tak nyana, majikannya pulang dan berjalan ke dapur meminta istrinya untuk masak air. Untuk melindungi nama baik istrinya, ia kemudian lompat ke dalam tungku. Istri Zhang kemudian mensembahyangi tungku untuk mengenang suaminya. Majikannya bertanya kenapa ia sembahyang pada tungku. Ia menjawab bahwa manusia bisa memasak dan makan karena tungku, karena itu wajar menghormati tungku.
– Anak ke tiga Yuhuang Shangdi amat genit, sering menggoda para bidadari. Sehingga Yudi marah dan menghukumnya menjadi dewa tungku. Agar tidak bisa diintip oleh dewa dapur maka para perempuan yang sedang memasak wajib memakai celemek. Versi lainnya adalah dewa pengurus dapur di kerajaan langit yang sering menggoda para dewi yang dibawah pimpinnan Xi Wangmu.
Selain kisah di atas, ada kisah rasi bintang Huode 火德星君 melanggar hukum surgawi sehingga diperintahkan turun ke bumi dan mencatat semua kebaikan dan keburukan keluarga yang ada di bumi. Bintang Huode hanya diperbolehkan naik ke langit pada tanggal 24 bulan 12 saja untuk melapor pada Yudi 玉帝. Tiga kisah itulah yang kemudian beredar luas di masyarakat jelata sebagai kisah yang mengandung ajaran moral. Sayangnya nilai ajaran moral agar menghargai istri; tidak korupsi; tidak foya-foya itu tidak berkembang di masyarakat luas. Seharusnya nilai moral itu yang harus dikumandangkan oleh para penganut kepercayaan Tionghoa.