|
|
[Foto Ilustrasi , Rumah Sembahyang Keluarga The Goan Tjing , by Calmitius Silentia ]
Budaya-Tionghoa.Net | Rumah Sembahyang (Su-tng atau Mandarin Citang 祠堂) adalah rumah yang dikhususkan untuk memperingati dan menghormati leluhur dari suatu keluarga, marga atau klan, di dalamnya tersimpan papan nama arwah (Sinci atau Sincu atau Mandarin Shenzhu 神 主) leluhur yang bersangkutan.
|
Di Jakarta namanya Rumah Abu. Rumah Abu kebanyakan bersifat kolektif, siapa pun asal mempunyai marga atau klan yang sama boleh ditempatkan sincinya dalam Rumah Abu yang sama.
Namun di Surabaya ke dalam Rumah Sembahyang keluarga tertentu hanya boleh ditempatkan sinci keturunan keluarga yang bersangkutan, bukan dari keluarga lain. Contohnya, Rumah Sembahyang Keluarga The Goan Tjing ini.
Saya dengar The Goan Tjing pernah menjabat mayor Tionghoa (majoor der Chineezen, pemimpin tertinggi masyarakat Tionghoa yang diangkat Belanda, di atas Kapitan dan Letnan Tionghoa).
Keluarga The (Mandarin: Zheng 鄭) adalah salah satu dari beberapa keluarga Tionghoa terkemuka di Surabaya. Keluarga Tionghoa terkemuka lainnya adalah Keluarga Han (Mandarin juga Han 韓) keturunan Han Siong Kong 韓松公 yang kuburannya masih ada di Lasem dan Han Bwee Kong 韓尾公 di Surabaya, dan Keluarga Tjoa (Mandarin: Cai 蔡) yang merupakan keturunan Tjoa Kwie Soe.
TIDAK BENAR bahwa di dalam Rumah Sembahyang ada kuburan atau pun bahkan abu jenazah seorang leluhur, karena kuburan (Yinzhai) selalu diusahakan tidak berdekatan dengan tempat tinggal (Yangzhai), dan orang Tionghoa jaman dulu tidak lazim mengkremasi jenazah orangtua mereka.
Yin tidak boleh berdekatan dengan Yang, sebab Yang akan terganggu oleh Yin. Yang disebut “abu” leluhur yang bersangkutan adalah ABU DAPUR yang seterusnya dilanjutkan dengan abu bakaran hio, yang ditempatkan dalam suatu hiolo (tempat menancapkan hio) khusus leluhur, BUKAN abu jenazah.
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghua