Budaya-Tionghoa.Net | Kejatuhan industri gula mempengaruhi suplai dunia dan pasar Eropa turut berperan dalam peristiwa pembantaian tionghoa di Batavia di tahun 1740. Imigrasi Tionghoa menjadi buruh industri gula mengakibatkan kelebihan sumber daya manusia dan banyak yang buruh yang tidak mendapat pekerjaan di tahun 1730. VOC merespon dengan serangkaian penahanan dan deportasi imigran Tionghoa serta memperketat peraturan. VOC melakukan regulasi terhadapmigrasi Tionghoa ke Batavia dengan mengimplementasi sistem ijin huni di tahun 1690. Sistem ini mensyaratkan seluruh Tionghoa di Batavia untuk membawa bukti administrasi , jika tidak akan terkena resiko penahanan. Hukuman dan pengusiran terhadap penduduk ilegal Tionghoa menjadi praktik umum. VOC seringkali mendeportasi mereka kembali ke tanah airnya atau memindahkannya ke Tanjung Harapan di Afrika Selatan. Sistem ini juga semestinya di terapkan untuk pribumi , tapi tidak pernah di laksanakan.
|
Kenaikan jumlah penahanan imigran Tionghoa dibawah sistem baru , dan kombinasi dengan praktek korupsi dan pungli yang memeras Tionghoa untuk menerbitkan ijin tinggal membuat rumor semakin kencang di daerah lain. Rumor lain menyebutkan bahwa seluruh Tionghoa akan dibuang ke Ceylon (Srilanka). VOC mengeluarkan resolusi di tanggal 25 Juli 1740, memerintahkan semua Tionghoa yang dicurigai , baik yang memiliki ijin tinggal atau tidak, untuk di tahan. Jika tidak memiliki perkerjaan akan dibuang ke Ceylon. Beredar isu juga bahwa Tionghoa yang dibuang ke Srilanka , di tengah perjalanan dibuang ke tengah laut.
Karena VOC sudah membuang orang Tionghoa yang tidak terdaftar dan ditemukan tanpa izin di Batavia, dan juga mereka dihukum atas perbuatan kriminal, maka rumor yang beredar di kalangan buruh Tionghoa seolah menjadi kenyataan. Resolusi VOC seperti menambahkan bahan bakar ke rumor yang beredar bahwa perusahaan bertujuan untuk mengenyahkan Tionghoa . Buruh Tionghoa bereaksi dengan mempersenjatai diri dengan menyerang pabrik gula dan melampiaskan kemarahan mereka terhadap siapa yang berkerjasama dengan VOC.Mereka terus bergerak kemudian melanggar perbatasan tembok kota, dan berniat melakukan serangan umum. Sementara itu, warga Tionghoa di dalam kota tampaknya tidak bergabung dengan mereka dalam jumlah besar.
Serangan itu tanpa harapan. Dengan mudah di jinakkan oleh Belanda yang memiliki keunggulan persenjataan. Tanggal 9-10 Oktober 1740. Suatu ‘pogrom’ terjadi. VOC dan kolaborator pribumi yang mengabdi pada VOC, melampiaskan dendam dengan menyerang pusat pemukiman dan pusat bisnis Tionghoa yang di huni kurang lebih 7000 Tionghoa. Sebagian yang tinggal di pemukiman di bunuh. Estimasi korban pembunuhan paling sedikit 1000 orang. Pemerintah memang tidak memerintahkan pembantaian secara resmi , tapi membiarkan aksi pembantaian itu terjadi. Di tahanan kota , 500 orang Tionghoa juga di giring satu persatu dan di tembak mati. Selama seminggu , kota penuh dengan api dan kanal kota banjir dengan darah.
Tionghoa di Batavia yang berhasil melarikan diri lantas bergabung dengan pejuang-pejuang bumiputera berperang melawan VOC. Populasi Tionghoa berkurang drastis sejak Pembantaian 1740 itu. Di tahun 1739 , Tionghoa berjumlah 4199 jiwa. Dan setelah pembantaian jumlah Tionghoa di Batavia tinggal 112 jiwa saja. Di tahun yang sama , Tionghoa yang berada di pinggiran Batavia juga menyusut dari 10574 menjadi 1826 jiwa. Pembantaian 1740 juga merubah frontal komposisi demografi kota. VOC tidak lagi mengijinkan Tionghoa di dalam kota , walaupun jumlah populasi mereka di pinggiran kota berangsur-angsur pulih.
Tambahan:
- Ketika VOC menyadari adanya pembantaian terhadap orang Tionghoa di Batavia akan berdampak pada hubungan diplomatik dengan dinasti Qing, kemudian mengirim utusan menghadap pada kaisar Qian Long untuk meminta maaf, tapi ditanggapi dingin oleh kaisar Qian Long karena Qian Long beranggapan bahwa mereka yang keluar dari wilayah Tiongkok adalah pelarian dan bukan warga dinasti Qing.
- Sebenarnya ada catatan yang lebih detail tentang kejadian tersebut dari beberapa sumber Belanda, misalnya “The Chineesche troebelen van 1740” dari vermeulen. Perlu ditambahkan bahwa ada juga sekelompok Tionghoa yang menjadi bandit gara-gara tidak memperoleh pekerjaan yang kemudian “berkeliaran” di sekitar ommeladen yang menambah panas situasi dan menjadi dasar legitimasi VOC untuk melakukan tindakan keras, padahal dari sisi “orang Tionghoa di dalam kota” ada upaya untuk melunakkan sikap VOC tersebut. Yaaa, dasar VOC, kongsi dagang rakus dan belagu, merasa menak, mereka kemudian mengerahkan pasukan bayarannya, sejumlah mardijker untuk membakar lumbung padi dalam rangka membunuh tikus, padahal tikus itu adalah kegagalan VOC sendiri akibat manajemen buruk dan foya-foya yang menguras keuangan. [Suma Mihardja]
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Referensi
Kerry Ward , ” Networks of Empire: Forced Migration in The Dutch East India Company”
Photo Credit