Budaya-Tionghoa.Net | Insiden penggusuran “KAMPUNG CINA BENTENG” di Sewan akhir-akhir ini rupanya telah menarik perhatian banyak pihak. Macam-macam pakar tampil ikut berbicara, selain yang menawarkan solusi dan bantuan hukum, ada juga yang ikut menganalisa dari sudut pandang antropologis, sosiologis, historis dll, bahkan ada pula yang coba-coba menarik kesimpulan berdasarkan info nara sumber “asli orang sana”. Dalam alam demokrasi, semua itu tentu sah-sah saja sejauh kita menghormati kebebasan orang berpendapat, namun kebebasan itu pun hendaknya didasarkan pada fakta lapangan yang telah diuji keabsahannya melalui proses cek dan recek.
|
Agar rekan-rekan di Milis Budaya Tionghua bisa mendapat gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang latar belakang dan perkembangan terakhir insiden itu, izinkan saya berbagi pandangan, pendapat, pengalaman serta fakta-fakta yang saya peroleh langsung di lapangan sana. Adalah benar bahwa pembenahan daerah sepanjang kali Cisadane merupakan bagian dari masterplan yang sudah disosialisasikan sejak lama berdasarkan Perda No.18 ?(saya agak lupa nomornya, tolong dikoreksi jika salah). Namun adalah fakta pula bahwa berdasarkan peraturan yang tingkatannya lebih tinggi daripada Perda, setiap penggusuran baru boleh dilakukan setelah adanya musyawarah dan tercapainya kesepakatan bersama antara Pemda dan masyarakat!
Kenyataan di lapangan adalah, yang dilakukan Pemda Tangerang kepada warga Sewan hanya sebatas sosialisasi dan pemberitahuan mengenai PENERTIBAN (euphemisme yang digunakan untuk mengganti kata PENGGUSURAN) . Warga yang sama sekali tidak pernah diajak musyawarah tiba-tiba harus dihadapkan pada arogansi Pemda dengan pengerahan pasukan Satpol PP lengkap dengan alat-alat berat seperti Beko, Buldozer dll untuk memaksakan secara sepihak penggusuran itu pada tgl. 13 April lalu. Oleh karena itulah, setelah bahu membahu, bergandengan tangan bersama seluruh warga Sewan, elemen-elemen pendukung dan para simpatisan menghalau dan berhasil menghentikan tindakan arogansi Satpol PP, bersama dengan LSM pendamping yang dikoordinir LBH Jakarta, WARGA MISKIN KAMPUNG CINA BENTENG menyatakan dengan tegas “MENOLAK PENGGUSURAN JIKA TANPA MUSYAWARAH”!! Itu adalah pernyataan resmi dari forum, tidak pernah ada pernyataan MENOLAK DIGUSUR, atau MENUNTUT GANTI RUGI sebagaimana diisukan dan diplintirkan.
Selain itu, warga Sewan yang mayoritas adalah Cina Benteng pun tidak pernah keberatan atau menentang program normalisasi kali Cisadane. Namun pertanyaan mereka adalah, normalisasi seperti apa yang akan dilakukan?! Adalah fakta bahwa kali Cisadane sekarang ini berada dalam keadaan tidak normal, ketidak normalan itu adalah akibat kelalaian Pemda yang selama ini membiarkan terjadinya abrasi kali, membuat kali Cisadane semakin melebar, sehingga rumah warga yang awalnya jauh dari kali, kini tiba-tiba menjadi berada di atas bantaran. Warga bertanya, bukankah lebih bijaksana jika “Normalisasi” itu dilakukan dengan mengembalikan kali Cisadane ke wajah aslinya, tanpa harus mengorbankan hak warga atas rumah tinggal? Fakta di lapangan memperlihatkan adanya sisa-sisa tembok dan juga sumur di tengah kali Cisadane yang membuktikan bahwa dulunya di sana pernah ada rumah tinggal. Hanya karena biaya penurapan jauh lebih tinggi dari pada biaya penggusuran, pemda memilih kebijakan mengorbankan warga atas kelalaiannya merawat sungai selama ini?? Warga disuruh bertanggung- jawab atas kesalahan pemda?!?!
Walikota Tangerang, Wahidin Halim pernah berkilah bahwa penggusuran warga Sewan selain dalam rangka normalisasi kali Cisadane, juga demi pelaksanaan program 3K (Keindahan, Kebersihan, Kesehatan). Beliau juga menghimbau agar jangan karena egoisme segelintir warga Sewan, kepentingan umum justru harus dikalahkan. Wah, rupanya beliau belum paham prinsip demokrasi yang berbunyi “Majority role minority right”. Bolehkah dengan dalih “Kepentingan Umum” maka “Hak Minoritas” bisa dikorbankan? ? Kiranya, program 3K harus ditambah lagi dengan K lainnya, yakni KEMANUSIAAN.
Tak ada yang menyangkal bahwa beberapa penggalan kali Cisadane yang sudah “ditertibkan” kini memang nampak rapih, indah dan nyaman, namun sekali lagi, pertanyaannya adalah apakah program untuk mengindahkan, membersihkan dan menyehatkan itu harus dengan cara melawan nilai kemanusiaan? ?
Dalam pandangan antropologi social, yang terjadi dalam proses penggusuran bukan cuma piranti keras berupa rumah, tetapi sekaligus juga telah tergusur piranti lunak seperti dinamika kehidupan sehari-hari, hubungan persahabatan dan kekerabatan antar warga, adat-istiadat serta budaya yang telah terbentuk di tanah gusuran tersebut, semua ini adalah kekayaan yang tak ternilaikan, dan terlalu mahal untuk digadaikan atas nama pembangunan. Sebagai seorang budayawan, hendaknya hal-hal seperti ini pun menjadi pertimbangan untuk menyatakan sikap mendukung atau menyetjui sebuah kebijakan penggusuran, bukan cuma keindahan dan kenyamanan artifial paska penggusuran! !!
Pengalaman romo Mangun dengan kali Code di Yogyakarta kiranya bisa dijadikan contoh pengalaman. Penggusuran bukan satu-satunya solusi. Di Yogyakarta, masyarakat yang tinggal di sepanjang bantaran kali Code target gusuran dulu, sampai sekarang tetap tinggal dengan aman dan nyaman di bantaran kali code yang telah dinormalkan, sambil menjaga kebersihan, keindahan dan kesehatan, (dan juga satu lagi yang telah dilupakan oleh Pemda Tangerang, yakni KEMANUSIAAN! !! ) bahkan wilayah itu kini telah menjadi obyek wisata yang menarik serta menjadi favorit untuk melakukan Kuliah Kerja Nyata beberapa perguruan tinggi Yogyakarta.
Adapun mengenai nama FORUM WARGA MISKIN KAMPUNG CINA BENTENG perlu saya sampaikan bahwa nama itu adalah kesepakatan bersama antar warga Sewan yang berasal dari pelbagai latar belakang suku dan agama.
Terlepas dari ungkapan Cina Benteng itu sendiri bisa berarti Orang Keturunan Cina di Tangerang yang belum tentu seluruhnya miskin. Kenyataan di lapangan adalah bahwa mayoritas Cina Benteng di Sewan memang miskin bahkan sangat miskin!! Sebagaimana pernyataan seorang ibu di sana “Jangan kata 14 hari, dikasih 10 tahun juga kaga’ sanggup saya bisa punya rumah lagi kalu digusur dari sini!” Selain itu, jika rekan-rekan sudi meringankan langkah bertandang ke lokasi target gusuran di Sewan, rekan-rekan akan dihadapkan pada pemandangan yang teramat mengenaskan dan memilukan, kita akan berhadapan dengan encim-encim tua pemulung gelas aqua yang sedang meratapi nasibnya kalau-kalau gubuknya benar digusur, belum lagi jika kita diajak ke Panti Rehabilitasi Penyandang Cacat Mental, di sana ada anak muda (lumayan ganteng) tapi tergagap-gagap jika diajak ngomong, juga ada orang tua terlantar yang cuma bisa melempar pandangan kosong saat disapa. Kemana mereka akan ditempatkan andai Panti Rehab pun harus kena gusuran kelak. Juga seorang encek veteran Trikora yang tiada henti-hentinya mengumpat “Saya ini veteran yang ikut perang ke Irian, sekarang bukannya diperhatiin, malah mau digusur!!” Si encek veteran itu sekarang hidup dari berjualan kue-kue dan minuman kecil di depan rumahnya.
Potret Cina Benteng kampung Sewan yang miskin dan termarginalkan inilah yang membuatnya menarik perhatian banyak pihak. Direktur LBH Jakarta Nurkholis berkata “Mengapa kita harus selalu dihinggapi oleh Inferioty Kompleks dengan menyangkal etnisitas sendiri? Kalau memang Cina Benteng, ya katakanlah Cina Benteng! Tak perlu ditutup-tutupi atau disangkal!” Demikian juga beberapa LSM lain pun menyatakan bahwa mereka terpanggil untuk memberikan dukungan, justru karena identitas Cina Benteng yang melekat pada warga Sewan ini. Bagi mereka, Cina Benteng di Sewan memang adalah masyarakat yang termarginalkan, selain hidup miskin mereka juga pernah dirampas hak sipilnya (termasuk hak budaya) selama puluhan tahun, dan kini hak mereka atas tempat tinggal pun mau dirampas!! Karena itulah mereka rela datang jauh-jauh (ada yang dari Makasar Sulawesi) untuk mendukung warga Sewan melawan arogansi diktator Pemda Tangerang. Selain itu, mereka juga merasa prihatin dan menyayangkan jika sampai benar kampung Sewan tergusur, maka keunikan budaya masyarakat Cina Benteng di Sewan pun akan tergusur dan hilang untuk selama-lamanya.
Kalau dikhuatirkan semua ini bisa berkembang menjadi isu Etnis, seakan Cina Benteng saja yang ngotot menolak penggusuran, maka saya perlu kabarkan bahwa yang pertama-tama menghembuskan isu itu justru adalah Wahidin Halim sendiri selaku Walikota Tangerang, beliau pernah berkata pada media bahwa “Aksi warga Sewan ini kalau diteruskan bisa berekses negatif, dan berpotensi menimbulkan benturan antar etnis”!! Ini adalah pernyataan adu-domba yang sangat keji, jangan kita ikut-ikutan membeo membenarkannya! !
Kenyataan di lapangan adalah masyarakat luas justru mendukung perjuangan warga miskin kampung Cina Benteng di Sewan! Buktinya, ketika ada isu kelompok FBR akan dikerahkan oleh pemda untuk menghentikan perlawanan warga Cina Benteng, bang Boim dari BAMUS justru membantahnya. Saat dikonfirmasi oleh pihak LBH, bang Boim tertawa terbahak-bahak ” Dari mana elu orang dapet kabar itu?? Masa’ kita dibilang mau menindas Cina Benteng. Justru kalo diperlukan, kita orang akan datang bergabung sama mereka melawan penggusuran yang semena-mena itu!!” Jadi, so what kalo Cina Benteng???!! !
Update terakhir kondisi di Kampung Cina Sewan adalah sbb:
- Sikap warga adalah jelas yakni “MENOLAK PENGGUSURAN TANPA MUSYAWARAH”:
- Tercapai kesepakatan bahwa coordinator warga yang terdiri dari 16 orang bersifat kolektive kolegial (tak satu orang pun memiliki posisi lebih dari yang lain);
- Setiap tindakan yang dilakukan oleh salah seorang koordinator wajib diberi-tahu kepada koordinator lainnya;
- Sambil menunggu keputusan akhir, secara bergilir warga melaksanakan ronda tiap malam untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tak diinginkan;
Selain itu, kabar dari DPRD Tangerang adalah bahwa DPRD siap menjadi mediator untuk pertemuan dan dialog antara warga dengan Wali Kota;
Komisi III DPR juga menyatakan telah melayangkan surat kepada Wali kota Tangerang, mengundangnya untuk menjelaskan permasalahan yang terjadi di Sewan;
Menjawab pertanyaan anggota Dewan dalam dengar pendapat dengan Komisi III, Kapolri Bambang Hendarso Danuri menyatakan telah ditundanya penggusuran di Sewan Tangerang;
Demikian dari saya, Teriring salam Perjuangan dari warga Sewan Tangerang;
Erik Eresen , 29 April 2010
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa