foto ilustrasi : kompas.id
“Loe liat, amper semoea toekang gambar moeka’nja poetjet, badan’nja koeroes² dan doeit’nja kempes”
Budaya-Tionghoa.Net | Siauw Tik Kwie [1913-1988] atau Otto Suastika adalah seorang komikus besar dengan coretan berdasarkan wayang potehi. Dwilogi karyanya yang monumental, Sie Djin Koei Tjeng Tan (Sie Jin Kui Menyerbu ke Timur) dan Sie Djin Koei Tjeng See (Sie Jin Kui Menyerbu ke Barat), semula dimuat seminggu sekali di majalah Star Weekly. Siauw Tik Kwie merupakan salah salah satu legenda komikus dari kurun waktu 1930-1960 bersama-sama komikus lain seperti Kho Wan Gie , Lie Ay Poen, Kwik Ing Hoo, John Lo dan Kong Ong.
Read more: Siauw Tik Kwie & Sie Djin KoeiOom Siauw memang bekerja sebagai illustrator cerpen, cersil, dan cerdek, di majalah tersebut. Selain itu juga melukis sampul buku-buku cersil yang diterjemahkan oleh OKT seperti Kim Tjoa Kiam, Tjie Hong Piauw, Giok Lo Sat dan Pek Hoat Mo Lie.
Ciri khas lukisannya, tokoh pendekar prianya gagah keren, pendekar wanitanya cantik galak. Ada rencana melanjutkan dengan serial Hong Kiauw – Lie Tan (Kisah Sie Kong, cucu Sie Jin Kui), malangnya majalah Star Weekly (entah karena apa) mendadak dibreidel (!). Belakangan Oom Siauw memakai nama Otto Swastika dan menjadi pelukis kanvas sampai meninggal.
Minat Siauw Tik Kwie terhadap komik dimulai ketika beliau menempuh pendidikan di Tiong Hoa Hwee Koan Solo. Tik Kwie mendapat dorongan dari guru-guru di sekolah itu untuk terus mendalami ilmu menggambar karena mereka menilai Siauw memiliki aanleg [bakat] untuk menggambar.
Ayahnya meskipun suka pada gambar-gambar yang dibuat oleh Tik Kwie , tidak setuju kalau anaknya menjadi tukang gambar. ” Lu lihat , hampir semua tukang gambar mukanya pucat , badannya kurus dan duitnya kempes” . Begitulah ayahnya sering mencegah Tik Kwie mencapai cita-citanya. Akibatnya setelah lulus dari THHK , Tik Kwie harus menjadi “Boatjiak” [pedagang hasil bumi keliling] selama setahun dan menjaga toko kurang lebih dua tahun lamanya.
Aktivitas itu tidak membuat Tik Kwie surut dalam hobby menggambar sehingga satu waktu dia mendapat kesempatan baik , mendapat kontrak dari Kwee Tek Hoay yang mengundangnya ke Jakarta untuk membantu gambar ilustrasi buat “maanblad”. Inilah awal bagi Tik Kwie untuk menjadi komikus. Tahun 1932 , bersama Chia Choon Khui , Tik Kwie berkerja dibawah pimpinan pastur Sterneberg dan di tahun 1936 mereka mengambil kursus dibawah bimbingan H.v Velthuisen selama enam bulan lamanya. Ditahun yang sama , Kwee Tek Hoay pindah ke Cicurug, Sukabumi, sehingga Siauw beralih pekerjaan ke biro iklan seperti Exelcior, Gestetner, A.A. de Lamar, de Unie, Preciosa, dan Kolff.
Siauw Tik Kwie mungkin satu2nya pelukis yg mau menjadi KOMIKUS. Suka dan duka dalam penghidupan manusia pada umumnya adalah hal yang wajar. Namun Siauw Tik Kwie menganggap hal itu tidak tetap/langgeng. Hal yang semula menyenangkan kemudian bisa berubah menyusahkan, bisa berubah menyenangkan. Maka dengan menyadari dan mengerti sifat hakiki itu, ia dapat menghadapi gelombang pasang-surut itu dengan tabah dan tenang.
Di dalam pengalamannya selama kurang lebih tujuh tahun melukis Cerita Bergambar Sie Djin Koei, Siauw Tik Kwie mengalami suka dan duka silih berganti. Pertama, didalam mencari dan memilih gaya atau corak lukisan. Kalau menggunakan garis saja (contour line drawing) sebagaimana kebanyakan lukisan Tiongkok kuno, memang kelihatan halus, tetapi kurang dimensi dan kurang menonjol. Maka ia lalu menambahkannya dengan bayangan yang pekat, sehingga lebih mengesankan tiga dimensi dan keutuhan wujud dan benda. Masalah berikutnya adalah bagaimana menggambarkan wajah dan tubuh tokoh utama yakni Sie Djin Koei. Ia adalah seorang muda yang tampan dan gagah perkasa, lagi baik budinya. Setelah banyak coretan-coretan dibuatnya, akhirnya ditemukan wujud tubuh Sie Djin Koei yang memadai.
Siauw Tik Kwie melukis Cerita Bergambar Sie Djin Koei adalah untuk yang pertama kalinya. Mula-mula ia menemui kesulitan dalam hal membagi berbagai adegan agar sesuai dengan jalannya cerita, ringkas dan tidak bertele-tele. Mengusahakan supaya adegan terakhir pada setiap halaman demikian rupa sehingga pembaca ingin mengetahui sambungannya pada halaman berikutnya. Kesulitan ini lambat laun dapat diatasi, bahkan meningkatkan keterampilan yang sangat menggembirakan. Cerita Sie Djin Koei banyak melibatkan manusia dan kuda sebagai tunggangannya. Maka jika gambar kuda yang memadai tidak dikuasai, mutu cerita bergambar tak mungkin dipertahankan. Oleh karena itu Siauw Tik Kwie sering pergi ke kandang-kandang kuda untuk membuat sketsa sebanyak mungkin.
Hal memegang dan memainkan senjata seperti tombak, pedang, ruyung, gembolan, caranya tentu berbeda antara ahli silat dan orang biasa, Siauw Tik Kwie dapat melukiskannya berkat pengalamannya pada waktu ia belajar pada guru silat Tjhie Gwan Yu di Solo. Sedikit kehilafan telah dibuat oleh Siauw Tik Kwie, yaitu senjata Sie Djin Koei yang diambil dari tombak penopang atap gudang (jilid 1 halaman 20), sebenarnya ialah tombak Hong Thian Kek, yang bentuknya agak berbeda dari tombak trisula. Kekeliruan itu segera diperbaiki dalam gambar berikutnya.
Dalam melukis hampir 1900 adegan gambar selama kurang lebih tujuh tahun, Otto Suastika tak luput dari kelengahan. Ia telah keliru memasang senjata Si Jin Kui di tangan Khai Sou Bun, tatkala yang terakhir dikejar oleh Si Jin Kui, (jilid III halaman 24). Hal tersebut dijelaskan oleh seorang pembaca dari Purworejo yang kritis dan cermat, sehingga gambar Khai Sou Bun yang kecil dalam jarak jauh, tak luput dari pengamatannya. Siauw Tik Kwie berterima kasih atas koreksi itu.
Dalam waktu senggangnya Otto Suastika sering membuat gambar sketsa rumah tua dari penduduk golongan keturunan Cina dan rumah ibadah klenteng yang banyak terdapat di Jakarta. Juga pemandangan alam pegunungan di sekitar daerah Padalarang yang banyak terdapat gunung kapur yang menjulang tinggi. Pemandangan di atas dianggapnya mirip dengan lingkungan di mana cerita Si Jin Kui terjadi, yang dapat menambah bahan lukisannya.
Mengenai honor, mula-mula untuk satu halaman yang terdiri dari lima kotak gambar, ia diberi Rp. 7,50 (tujuh rupiah lima puluh sen). Jumlah tersebut dianggap cukup memadai, karena hanya dengan uang sebesar Rp. 30,00 seudah dapat memenuhi kebutuhan hidup sederhana selama sebulan pada waktu itu. Namun malang, inflasi yang melanda tanah air melaju pesat tak terkendalikan. Walaupun pihak penerbit beberapa kali mencoba menyesuaikannya, akan tetapi Otto Suastika tetap mempertahankan dedikasinya. Cerita Bergambar Sie Djin Koei dikerjakan sampai selesai.
Nama Si Jin Kui diidentikkan dengan Siauw Tik Kwie. Pada waktu ia membeli tiket di airport, petugas di situ menegurnya: Eh.., Si Jin Kui mau terbang kemana? Tatkala Ny. Siauw Tik Kwie membeli obat di apotik, asisten apoteker bertanya: Si Jin Kui sakit ya? Sampaipun pada waktu Siauw Tik Kwie dirawat di rumah sakit, para jururawat mengolok-oloknya Wah…, Si Jin Kui kok bisa sakit.
Waktu itu Siauw Tik Kwie menderita penyakit gangguan pada urat syarat yang menurut dokter syarafnya terjepit di antara sendi tulang. Untuk itu ia dirawat selama hampir satu bulan. Ketika hampir sembuh ia merasa agak kesepian, iseng-iseng dibuatnya gambar sketsa dari kawan pasien sekamarnya. Hal tersebut menarik perhatian para perawat yang juga meminta dilukiskan wajah mereka masing-masing. Seorang demi seorang digambarnya sehingga membuatnya kewalahan. Hal itu menjadi buah bibir para perawat, sehingga pada suatu malam ia dipanggil oleh pimpinan perawat untuk menghadap di kantornya. Siauw Tik Kwie merasa cemas, ia menduga pasti akan memperoleh teguran keras berhubung ulahnya itu. Tetapi dugaannya ternyata meleset, kecemasannya berubah menjadi kejutan yang tak terlupakan. Kepala perawat yang dijumpainya tidak marah, bahkan meminta dilukiskan dirinya. Segera Siauw Tik Kwie mengambil alat lukisnya dan di sketsnya kepala perawat itu dengan gembira.
Cerita Bergambar Sie Djin Koei dimuat dalam mingguan Star Weekly. Agar pemuatannya berjalan lancar, Siauw Tik Kwie harus menyediakan gambar cadangan yang cukup jumlahnya. Sehingga pada waktu ia berhalangan karena sakit atau bepergian keluar kota dan lain-lain sebagainya, pembacanya tetap dapat menikmati sambungan cerita tersebut.
Karya Sie Djien Koei dianggap sebagai Coretan tangan Siauw Tik Kwie awalnya terasa mengikuti gaya Hogart [pelukis Amerika legendaris yang membuat komik klasik “Tarzan” di SW sebelum Sie Djien Koei], sampai kemudian menemukan gayanya sendiri yang kemungkinan besar perwajahan para tokohnya dipengaruhi wayang Potehi. Siauw Tik Kwie setara RA Kosasih (pelukis komik Ramayana-Maha Bharata) yang berhasil menghidupkan karakter para tokohnya menjadi tak terlupakan sepanjang hayat.
Sie Djien Koei sebenarnya hanyalah salah satu tokoh pembantu Li Shih Min atawa Lie Sie Bien pendiri kerajaan Tang, tetapi di Indonesia, khususnya Jawa yang terkenal malah Sie Djien Kwienya, tidak hanya dijadikan ketoprak dengan alih nama Jendral Joko Sudiro (Jien Koei), Sutrisno (Sie Teng San), Wariyanti (Hoan Lee Hoa) oleh Ketoprak Mataram Yogyakarta, tetapi juga dijadikan tembang macapat, dilagukan dalam pertemuan-pertemuan tertentu.
Badai paling dahsyat dilalui juga. Penderitaan Siauw Tik Kwie yang terberat ialah ketika pada tahun 1967, di mana ia dihinggapi penyakit Anemia Aplastik, semacam penyakit kurang darah yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang yang seharusnya memproduksi darah merah. Obat yang khusus belum diketemukan, sehingga penyembuhannya hanya mencapai 12%. Ia harus dirawat di R.S. Husada hampir sepuluh bulan. Kata dokter, biar disediakan satu drum darah pun akan sia-sia saja. Ny. Siauw Tik Kwie sudah siap mengatur penanganan jenazah dan perabuannya. Namun soal mati-hidup berada di tangan Tuhan dan dasar bintangnya masih terang, berkat pertolongan dokter Kho Lien Keng (Sulendra), dr. A.H. Markum, dr. Iskandar Wahidayat dan dokter lainnya, ia sembuh kembali dan dapat meneruskan karyanya melukis dan mengarang. Pada para penggemarnya yang selama ini menaruh perhatian dan penghargaan, tak lupa ia dalam kesempatan ini mengaturkan banyak terima kasih.
REFERENSI :
Tjamboek Berdoeri ,”Djedjak Pelukis Tionghoa Di Indonesia -Siauw Tik Kwie”,[Multiply]
Yan Widjaja ,”Pendekar Pendekar Komik Tionghoa [II] Medio 1930-1960, Budaya Tionghoa
Yan Widjaja ,”Menyambut Ulang Terbit Komik Sie Djien Koei”, Mailing-List Budaya Tionghua
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.