Photo : Donnie Yen dalam Madame Tussauds Hong Kong , by Nara Pics
Budaya-Tionghoa.Net | Donny Yen lahir pada 27 Juli 1963 . Karir Donny pada usia yang menjelang 50 tahun ini malah semakin berkibar. Lahir di provinsi Guangdong , Yen pindah ke Hongkong pada usia 11 tahun kemudian pindah lagi ke Boston , Amerika Serikat. Ibunya , Bow Sim Mark adalah seorang yang terkenal didunia Wushu dan Taichi . Tak heran kalau seni bela diri berpengaruh besar dalam hidup Donny.
Sebelum mendalami seni bela diri, Donny belajar Piano dan merupakan penggemar musik Chopin . Musik adalah salah satu sumber inspirasi bagi Donny Yen selain seni bela diri. Ayahnya , Klysler Yen , seorang editor Sing Tao [sebuah majalah internasional Tionghua] . Ayahnya suka bermain biola dan instrumen musik sejenis dan bermain erhu selagi ibunya menyanyi sopran. Donny muda menjadi sensitif terhadap ritme yang kelak berpengaruh dalam kedalaman dan tekstur dalam film-film yang dia bintangi.
|
‘Music and movement are both expressions of the same basic human energy. They are like paints used to color the screen.’
Ibunya mulai melatih anaknya dalam seni bela diri segera setelah dia bisa berjalan. Darinya , Yen belajar wushu tradisional dan wushu modern ditambah pemahaman prinsip internal dan eksternal Taichi. Saat remaja , Yen sering mengunjungi chinatown di Boston dan seperti remaja-remaja sebayanya , Yen menangkap setiap gerakan kungfu dari film-film yang dibintangi oleh Fu Sheng , Bruce Lee dan Jacky Chan. Yen bisa mengulang setiap gerakan dari idolanya dengan akurat. Donny bahkan sering absen dari sekolah untuk menonton beberapa film dalam sehari.
Haus akan pengetahuan dan berjiwa pemberontak , Yen mulai mencari ilmu kungfu yang lain dari berbagai aliran.Yen remaja juga mulai menjalani kehidupan liar dijalanan Boston dan mengarungi pertarungan demi pertarungan. Ayahnya yang cemas segera mengirim Yen ke Beijing, dimana Yen tinggal selama dua tahun untuk berlatih wushu bersama tim Wushu Beijing yang terkenal , studi dengan guru yang sama dengan Jet Li. Yen menjadi orang non-RRT pertama yang diterima di sekolah itu. Yen kemudian kembali ke Amerika Serikat dan melakukan perjalanan ke Hong Kong dimana dia berkenalan dengan Yuen Woping [Yuen termashur dengan koreografi aksi film trilogi Matrix ]. Yuen yang telah membantu karir Jacky Chan dalam Drunken Master , sedang mencari pahlawan kungfu baru dalam dunia film. Yuen menemukan hal tersebut dalam diri Yen.
Terinspirasi oleh idolanya , Bruce Lee , Yen tidak hanya mengeksplorasi berbagai variasi aliran seni bela diri , dia juga menciptakan sistem seni bela diri sendiri yang unik . Kemajuan dalam seni bela diri paralel dengan berbagai gaya yang ditunjukkan Yen di film. Yen memulai dengan kemampuan fisik yang luar biasa dalam Drunken Tai Chi. Yen juga menunjukkan kemampuan kickboxer dalam serial “Tiger Cage”, kungfu tradisional dalam Iron Monkey. Yen juga berperan sebagai Wong Keiying [1815-1886] seorang master Hunggar walaupun Yen tidak mengenal aliran tersebut. Selama karirnya Yen tidak pernah berhenti untuk melatih seni beladiri-nya. Yen juga sepakat dengan filosofi Bruce Lee dan berkata :
‘I’ve been involved with martial arts for so many years now, I don’t really analyze them too much anymore. Basically I agree with what Bruce Lee said, that, as human beings, we all have two arms and legs, so there can’t really be many different styles of fighting.’ Every style of martial arts has something to offer.
Yuen Woping juga mengutilisasi kemampuan Yen dalam “Miracle Fighters 2” dimana dia mempertunjukkan pergerakan yang tiada bandingannya. Dalam “Mismatched Couples [1985], komedi ringan untuk memenuhi popularitas Breakdance , Yen mempertunjukkan ketangkasan dan kelenturan. Dalam “Tiger Cage” [1989], Yen bersama Michael Woods dan Stephan Berwick mempertunjukan pertarungan yang menggabungkan tendangan taekwondo , tinju dan seni bela diri Tiongkok. Dalam “In The Line of Duty 4″[1990], Yen bersama temannya , John Salvitti , secara inovatif , mengkoreografikan pertarungan yang realistik yang mempertunjukkan kemahiran seni bela diri dari semua petarung. Dalam “Tiger Cage 2″[1990] dia menciptakan koreografi pertarungan modern berdasarkan risetnya terhadap berbagai aliran bela diri. Pertarungan dalam film tersebut merupakan salah satu yang terbaik dalam sejarah film laga.
Dalam Once Upon Time in China 2 , Tsui Hark mencari lawan sepadan bagi Jet Li , yang telah membintangi film pertama , memilih Yen. Jet Li dan Yen lantas terlibat dalam dua duel laga klasik. Berkaitan dengan film ini , Yen dinominasikan untuk Aktor Pendukung Terbaik dalam Hong Kong Film Awards. Film “Once Upon Time in China 2” ini yang melambungkan karir Yen sebagai bintang laga papan atas. Yen kemudian terlibat dalam film “Butterfly Sword” bersama Michelle Yeoh , “New Dragon Inn” bersama Maggie Cheung.
Yen tidak sekedar tampil dalam film . Yen memberikan kredit terhadap Yuen yang menemukan dirinya yang membuka jalan bagi Yen untuk belajar dari sutradara lain di film lain yang dia bintangi. Yen adalah pembelajar yang cepat , keingintahuan Yen , intuisi dan cita rasa estetikanya membantu Yen mengembangkan estetika dan gaya tersendiri . Tidak sebatas koreografi laga , tetapi juga penempatan kamera , teknik komposisi dan editing. Sejak tahun 1994 , Yen mendapat kredit sebagai action director dalam sejumlah film , termasuk Wing Chun dimana Yen kembali bertemu dengan Michelle Yeoh.
Setelah gelombang baru kungfu tradisional berakhir , Yen beralih ke dunia penuh tekanan , Televisi Hongkong , untuk mengembangkan ketrampilan sutradara. Yen membintangi sekaligus menjadi action director dalam film papan atas ,Kungfu Master dan Fist of Fury. Film pertama berkisah tentang master bela diri Hung Heikun. Film terakhir terinspirasi oleh peran klasik Bruce Lee dalam Chinese Connection [1971] yang disutradarai Lo Wei yang bersetting Shanghai di masa pendudukan Jepang. Inspirasi lain dari Bruce Lee yang memerankan Chen Zhen , dan Jacky Chan dalam sekuel berikutnya. Inspirasi lain datang dari Jet Li dalam Fist of Legend yang disutradai Corey Yuen. Sekarang giliran Yen dalam 30 episode di Hongkong ATV yang memungkinkan dia untuk waktu untuk menyempurnakan apa yang pernah ditampilkan dalam film pendahulu. Yen menyadur setiap adegan dan gambar dimana pemirsa tahu betul berasal dari Bruce Lee , termasuk Chen Zhen , mengenakan kostum putih , berkabung di makam majikannya , memasuki satu dojo dan dikelilingi petarung Jepang. Yen tidak saja berpengalaman dengan gaya berbeda dari setiap adegan laga , tetapi juga soal kamera, editing , lagu tema dan “chroma key effects”. Dan Yen , bukan Jet Li maupun Jacky Chan , kepada siapa pemirsa menyebut “Chen Zhen” ketika berjumpa dengan Yen dijalan.
Meskipun Yen memiliki bakat seni bela diri yang luar biasa , Yen mengambil jalan yang jarang ditempuh dengan memulai debut dalam penyutradaraan di film “Legend of The Wolf” [1997]. Seperti yang terlihat di film dan karyanya di televisi , sasaran utama Yen adalah untuk mengaduk2 emosi dalam hati penonton. Tanpa itu , bukan apa-apa. Banyak pembuat film dapat membuat hal yang besar , lebih kompleks , tetapi Yen menginginkan filmnya dapat menyentuh penonton. Film “Legend of The Wolf”[1997] menuai pujian kritis di Asia dan diterima dengan baik di Jepang , dimana Yen menjadi ikon diantara penggemar film dari kalangan muda. Film itu kemudian didistribusikan keseluruh dunia. Bagian twilight zone, bagian gangster dan seni bela diri , “Legend of The Wolf” menyajikan satu elegi untuk sebuah waktu dimana film kungfu sedang berada dipuncak. Yen sendiri berperan sebagai Man-hing aka Wolf , seorang mantan pembunuh yang mencoba membujuk klien potensial untuk satu pembunuhan. Sekilas peristiwa dalam rangkaian kilas balik sebagai seorang pemuda yang kehilangan ingatan dan menunggu cintanya yang hilang. Eksperimen kamera dan ritme yang energik terlihat seperti dalam serial TV sebelumnya. Tidak seperti kebanyakan film Hong Kong , Yen tidak membedakan antara shooting aksi dan drama. “Seni beladiri adalah satu bentuk ekspresi , satu ekspresi dalam batin anda ke tangan dan kaki anda. Seperti semua bentuk yang ada dialam semesta. Satu gesture, senyum atau hanya berjalan di jalan adalah sebuah ekspresi. Bagi saya , shooting, editing dan scoring mengandalkan irama. Ini harus menjadi bagian dalam diri anda. Tentu saja ada aspek-aspek fundamental dan teknis , tetapi pada akhirnya itu adalah harmoni dari keseluruhan.
Setelah “Legend of The Wolf”, Yen membuat film berikutnya , “Ballistic Kiss”. Jika film “Legend of the Wolf” berfokus pada aksi seni bela diri, “Ballistic Kiss” menampilkan urutan permainan senjata api paling imajinatif , disertai tendangan khas dan keberanian editing . Skor film disusun oleh komposer terkenal Jepang , Yukie Nishimura, yang dengan sukarela membantu dalam proyek ini setelah menyaksikan film “Legend of The Wolf”. Film “Ballistic Kiss” mengalami masa sulit dalam peredaran karena bertepatan dengan krisis ekonomi yang sedang melanda Asia. Walau demikian , Yen mendapat penghargaan sebagai Sutradara Muda terbaik di festival film di Jepang.
Di tahun 1999 , Yen terbang ke Jerman untuk kerjasama film di serial TV Jerman”Codename:The Puma” [La Puma – Kämpfer mit Herz] yang berjalan sukses. Setelah menandatangani tiga film untuk Dimension Films [divisi dari Miramax], Yen terlibat dalam film pertama bagi Dimension Films , “Highlander : Endgame”. Film itu dibintangi oleh Christopher Lambert dan Adrian Paul sebagai Highlanders, dan Yen sebagai pemain pendukung sekaligus action director . Di tahun 2001 film lama Yen , “Iron Monkey”, beredar di Amerika Serikat dan membawa Yen kepada audience baru. Sementara itu Yen terlibat dalam film Jepang “Princess Blade”[Shirayuki-Hime] sebagai action director. Dan dalam film “Blade II : Bloodhunt” sebagai koreografer aksi dan sebagai cameo : Snowman , seorang samurai vampir yang dingin seperti es. Ditahun 2002 , Jet Li dan Yen kembali bertemu dalam satu film fenomenal ,”Hero”.
Donny Yen memiliki keahlian dan pengalaman untuk melampaui batas-batas antara Timur dan Barat [Holywood]. Fasih berbahasa Inggris , Cantonese dan Mandarin . Terlahir di mainland , menghabiskan masa kecilnya di Hongkong , dan masa muda di Boston , kembali ke Hongkong dan kemudian antara LA-Newyork , Yen memberi arti baru bagi dunia kosmopolitan. Yen mengembangkan energi dari kota-kota tersebut dan tetap bertahan sebagai seorang petualang dunia. Filmnya menggambarkan intensitas kepribadiannya
Budaya-Tionghoa.Net |
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.