Budaya-Tionghoa.Net| Saudara Aris yang baik, Terima kasih atas atas sambutan anda [catatan admin : lihat lampiran] yang simpatik pada tulisan saya untuk mengingat Penulis besar BaJin.[1] [2] Saya tidak tahu tulisan ini anda muat dimana , karenanya saya muatkan di HKSIS, Nasional List, Tionghoa Net dan KCC-USA, harap di maafkan.
|
Anda menanyakan : “Kenapa ya dalam berbagai tulisan saya suka baca sebutan Revolusi Besar Kebudayaan Proletar? Kenapa tidak disebut saja Revolusi Besar Kebudayaan?”[3]. Jawabannya adalah : Orang menulis RBKP (Revolusi Besar Kebudayaan Proletar) karena ini adalah versi yang resmi digunakan pada masa itu.
Kalau ceritera di Jing Hua Feng Yun Lu itu benar, Zhou En-lai berkali-kali tidak diizinkan untuk operasi karena Mao takut Zhou umur panjang dan Zhou yang lebih dicintai rakyat bakal mengkhianati Mao setelah mati. Mao takut mengalami nasib yang sama seperti Stalin …………[Aris][4]
Dalam hal mengobarkan Revolusi Besar Kebudayan Proletar memang satu kesalahan, inipun di akui oleh Partai Komunis Tiongkok post-Mao, diakui sifat kekiri-kirian dari Mao. Kalau dianalisa sebenarnya RBKP memang adalah perjoangan antara Mao disatu fihak dan Liu Shaoqi dan Deng Xiaoping dilain fihak. Garis Liu-Deng adalah reformasi agar beleid, kebijakan Partai Komunis Tiongkok sesuai pada jamannya. Di Partai Komunis Tiongkok , pusat kekuasaan Mao kalah dengan Liu dan Deng, karenanya beliau mengobarkan Revolusi Besar Kebudayan Proletar pada rakyat, dimulai pada anak-anak muda (Garda Merah) yang masih emosionil dan belum terpengaruh dalam politik.
Kalau garis Liu-Deng di praktekkan mungkin Tiongkok sudah menjadi negara yang jauh lebih maju dari sekarang, baik dalam hal ekonomi, teknologi dan militer. Saya masih ingat bahwa sewaktu saya keluar dari Republik Rakyat Tiongkok ke Hongkong (1972) dan Belanda (1973), saya merasakan ketinggalan banyak, di Tiongkok pada tahun 1972 saya bekerja dirumah sakit nomor enam yang terkenal tidak pernah mendengar komputer bahkan kalculator saja tidak aku pernah dengar dan melihatnya, padahal di Hongkong kalculator sudah umum dipakai.
Tentang Perdana Mentri Chou EnLai , Mao mempunyai hormat yang tinggi terhadap kepandaian beliau tentang diplomasi. Tanpa Beliau tentu jalannya Revolusi Besar Kebudayaan Proletar lebih kekiri-kirian lagi. Bukankahkah Chou yang merehabilitasi Deng sampai dua kali dari penyingkiran oleh Mao. Jadi kalau Mao begitu kejam terhadap Chou saya ragukan statement itu. Yang membenci dan akan menjatuhkan Chou adalah “The Gang of Four”, dan selalu dihalang-halangi oleh Mao. Mungkin ini bisa dilaksanakan sampai Mao menjadi demen sama sekali. Disinilah pengaruh istri yang besar, apalagi istri yang berambisi ingin merebut kekuasaan. Yah ini pengertian saya dengan membaca buku-buku baik dari Partai Komunis Tiongkok (dalam bahasa Mandarin) maupun dari fihak Barat , para ahli-ahli Sinologi. Salahnya politik Partai Komunis Tiongkok ialah mendewa-dewakan Mao (sebetulnya umum berlaku bagi semua negara komunis), sehingga beliau menjadi orang yang ingin didewa-dewakan dan tidak mau melepaskan sifat kultus individu dan kedua kekusaan yang tanpa batas dan waktu. Peng Dehuai adalah pemimpin perang Korea dan berjasa sangat besar demikian pula jendral-jendral lainnya, jadi menjatuhkan “comrades in arms” adalah kesalahan yang besar, meskipun mengingat jasa Mao dalam pembebasan negara Tiongkok. Sebetulnya masih banyak yang dapat ditulis disini tetapi berhubung batas batas waktu dan tempat maka aku hentikan saja.
Bahkan Ba Jin mengusulkan untuk mendirikan musium Revolusi Besar Kebudayaan Proletar, agar kesalahan pemimpin Republik Rakyat Tiongkok tidak terulang lagi, namun ini adalah tema yang sangat sensitif karena belum dapat dilaksanakan. Ini karena masih bayak orang yang memuji Mao terutama kaum miskin dan pula mengingat jasa beliau dan kemampuan beliau yang tinggi sebagi seorang politikus, strategis militer, filosofi, penyair dan historikus. Bahkan juga Deng Xiao Ping mengatakan bahwa melihat Mao harus menganalisa sejarahnya maka oleh Deng meskipun beliau dijatuhkan sampai dua kali masih memberi angka 70 bagi jasanya dan 30 bagi kesalahannya, bukankah ini mengherankan, tetapi memangnya ini kultur Tionghoa yang tidak melupakan jasah pemimpinnya, meskipun Mao sendiri tidak mau memikirkan jasa kawan seperjuangannya, karena ambisinya yang kuat! Tetapi kebijakan Mao sudah ditinggalkan Republik Rakyat Tiongkok. Sekarang benderanya komunis tetapi politiknya ialah social-demokrasi. Republik Rakyat Tiongkok terus maju kedepan dalam segala bidang tanpa ada kekuatan yang dapat menghalangi sampai sekarang ini.
Salam hangat,
Han Hwie-Song
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa
Catatan Admin :
[1] http://web.budaya-tionghoa.net/tokoh-a-diaspora/tokoh-tionghoa/1182-ba-jin-1904-2005-
[2] [3] Terima kasih atas info mengenai berpulangnya Ba Jin ini. Cuma ada satu hal yang mengganjal.Kenapa ya dalam berbagai tulisan saya suka baca sebutan Revolusi Besar Kebudayaan Proletar? Kenapa tidak disebut saja Revolusi Besar Kebudayaan? Setelah selesai membaca buku Jing Hua Feng Yun Lu baru-baru ini, atau berbagai ceritera mengenai kekejaman Mao dan gangnya di saat itu seperti yang saya suka baca dalam berbagai buku, saya merasa Revolusi Kebudayaan itu sekali lagi kesalahan Mao seperti juga Lompatan Besar Kedepan dan Komune Rakyat. Mao itu kejamnya tidak terperikan menurut saya.
[4] Kalau ceritera di Jing Hua Feng Yun Lu itu benar, Zhou En-lai berkali-kali tidak diizinkan untuk operasi karena Mao takut Zhou umur panjang dan Zhou yang lebih dicintai rakyat bakal mengkhianati Mao setelah mati. Mao takut mengalami nasib yang sama seperti Stalin yang katanya setelah mati, mayatnya ditembak pakai pistol sama Kruschev. Team dokter Zhou berkali-kali minta izin untuk operasi tetapi Mao diamkan saja sampai berbulan-bulan. Ketika Zhou mati pun Mao malah tidak peduli. Malah selama dua tahun setelah terkena kanker, Mao tetap paksakan agar Zhou terus bekerja. Kekejamannya mungkin melebihi Qin Shi Huang. Saya juga tidak habis mengerti kenapa dia tega-teganya menyiksa Liu Shaoqi sampai matinya begitu mengenaskan atau Marsekal He Long, pemimpin pemberontakan 8.1 di Nanchang. Itu dua tokoh terkenal. Belum lagi perlakuannya pada pembantunya yang lain, seperti Marsekal Peng Dehuai, bahkan Deng Xiaoping, walaupun siksaan buat Deng tidak separah mereka yang lain
selain putra sulungnya lumpuh gara-gara didorong para pengawal merah dan dibiarkan terlentang di tanah sampai malam. Konon, seorang tukang tua tak sampai hati melihat ada orang celaka koq tidak ditolong akhirnya bawa gerobak lalu diantar ke RS tetapi semua RS pada menolak. Karena di milis ini banyak yang mengalami sendiri masa-masa pahit gara-gara kegilaan Jiang Qing dkk mengikuti jalan keras Mao, mudah- mudahan ada yang mau sharing pengalaman saat itu. Saya baca korban Rev Keb ini banyak sekali, seperti halnya korban LBK atau Komune Rakyat. Paling tidak kita bisa lihat sisi lain dari yang disebut Revolusi Besar Kebudayaan Proletar yang buat saya suatu pembunuhan masal, atau sisi gelap dari Mao.