Budaya-Tionghoa.Net | Aku bukan saja kenal dengan bapak Yap yang satu generasi lebih tua dari aku, tetapi juga banyak pemimpin-pemimpin dokter di Rumah Sakit ini yang aku kenal banget karena kebanyakan dari mereka lulusan dari Universitas Airlangga, Surabaya, seperti kolega Dr. Djuanda, Dr. Choo Hok Tjhai, Dr. Kesuma Halim dan Dr. Eddy Listyo (lulusan universitas Trisakti). Umumnya mereka ini mempunyai hati yang sosial demi kepentingan kesehatan rakyat Indonesia chususnya Surabaya dan daerah Jawa timur.
|
Rumah sakit Tiong Hoa Ie wan pertama-tama didirikan berupa satu poliklinik di kembang Djepoen no. 21-23, daerah pusat Petjinan di Soerabaya. Poliklinik ini berada di sisih kantor dagang Tionghoa,Tiong Hoa Tjong Siang Hwee, yang dipakai secara gratis. Kantor dagang ini dipimpin oleh bapak Lauw Yok Tjay. Poliklinik ini dikelola oleh Dr. Oei Kiauw Pik dan dibantu oleh para dokter Tionghoa lainnya diantaranya yalah: Dr. Lie Ing Tien, Dr. Tio Tjwan Gie, Dr. Go Dhiam Ling etc. Sayang setahun kemudian Bapak Lauw meninggal dunia dan dana dihentikan, namun karena para dokter-dokter tersebut diatas bersedia bekerja secara gratis, poliklinik dapat berjalan terus dan spreekuur dilakukan oleh para dokter-dokter tersebut diatas.
Pada tahun 1927 didirikan perkumpulan Soe Sioe Tiong Hoa Ie Wan yang secara resmi didirikan dan ketua pengurus pertama yalah Dr. Oei Kiauw Pik, selanjutnya dipimpin oleh Dr. Liem Hwie-Liang.
Sekitar tahun 1936-1937 didirikan RS. Tiong Hoa Ie Wan di Kapasari no. 99-101, bekas rumah sekolah Tiong Hoa Hwee Koan dengan kapasitas 20 tempat tidur. Pada tahun 1945 dibuka Tionghoa Ie Wan di Jalan Undaan wetan 40-44 dan sebagai direktur itu waktu adalah Dr. Phwa Biauw Hiang. Didaerah inilah Tiong Hoa Ie Wan Surabaya yang sekarang saya kunjungi dan merupahkan salah satu rumah sakit bukan pemerintah yang besar di kota Surabaya, betul-betul satu kebanggaan masyarakat Tiong Hoa. Berjalan-jalan di Hospital Tiong Hoa Ie Wan saya melihat ada ruangan CT, bagian radioterapi, ruangan ICU. Pemeriksaan endoscopi dan treadmill bagi diagnostik penyakit jantung, boleh dikatakan hampir semua bagian dari setiap klinik spesialis ada di rumah sakit ini, dan dalam ukuran Indonesia termasuk rumah sakit yang modern.
Rumah sakit Tiong Hoa Ie Wan sekarang ada dua yaitu di Undaan Wetan dan Kapasari dan ada lagi klinik di pasar Atum, pula rumah sakit ini mempunyai Akademi keperawatan Adi Husada.
Sayang nama yang baik ini yang menunujukkan kepedulian WNI keturunan Tiong Hoa terhadap Negara dan bangsa Indonesia harus namanya diganti menjadi Rumah Sakit Adi Husada. Demikian pula rumah-rumah sakit semacam ini harus mengalami serupa, merobah namanya dengan nama yang didengar Indonesia diseluruh Indonesia di jaman Orde Baru. Peraturan-peraturan yang discriminative ini menghilangkan kontribusi orang-orang Tiong Hoa pada masyarakat Indonesia.
Aku melihat institusi-institusi di Eropa Barat dan Amerika Utara yang dibangun oleh orang-orang Yahudi, identitasnya jelas dipertahankan dan pengurusnya umumnya adalah orang-orang keturunan Yahudi. Kita orang Tiong Hoa juga harus mempertahankan identitas institusi-institusi yang kita bangun, tetapi dengan tujuan yang jelas yaitu mengabdi pada masyarakat Indonesia, demi kesatuan dan kemajuan negara dan bangsa Indonesia!
Kesulitan kesulitan dari Tiong Hoa Ie Wan yalah terutama mendapatkan spesialis spesialis yang bekerja tetap di sini. Mereka sekarang menggunakan spesialis-spesialis yang bekerja di rumah sakit-rumah sakit pemerintah dan bekerja di Tiong Hoa Ie Wan sebagai konsultan. Keadaan seperti ini kadang-kadang dapat menimbulkan satu konflik kepentingan yang tidak enak bagi pengalam pasien. Ambil umpamanya suatu kejadian yang benar dari seorang temanku, tetapi saya tidak mengatakan dimana kejadian ini terjadi: “beliau mendapatkan panyakit apendisitis (keradangan usus buntuh) dan perlu dioperasi. Penderita sudah dibawa ke kamar operasi. Perawat lalu menilpon dokter ahli bedah dan dijawab, bahwa dia segera datang, siapkan semua, dan pasien boleh dibius. Waktu pasien bangun dia merabah-rabah perut kanannya, dan dia kaget karena belum dioperasi. Dari perawat si pasien baru tahu kalau ahli bedahnya harus kembali untuk melakukan operasi yang akut di rumah sakitnya, maka dia tidak bisa datang mengingat kepentingan hidup-mati pasiennya. Esok harinya dia baru di operasi dengan sukses. Ini dapat dimaafkan, bisa terjadi juga di rumah saki pemerintah, tetapi mungkin belum sampai dibius. Waktu aku dengar cerita temanku ini, aku harus ketawa, karena cara beliau menceritakan sangat lucu juga. Kejadian ini bagaimanapun menunjukkan bahwa di Indonesia kekurangan dokter, terutama dokter spesialis. Saya harep pemerintah chususnya perkumpulan kedokteran Indonesia memperhatikan keadaan ini dan mereformasi peraturan-peraturan dan sistim kedokteran di Indonesia.
Besambung 003 Sistim kedokteran Indonesia memerlukan reformasi
Dr. Han Hwie-Song
Breda, 20 Agustus 2005 The Netherlands
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua 14318
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.