Budaya-Tionghoa.Net |Berhubung kemaren baru ke “kondangan” [red pesta pernikahan] , jadi hendak bercerita mengenai tata cara perkawinan adat Tionghua. Ya sebenarnya tidak adat-adat amat sih, soalnya disini sana banyak “penyesuaian” dan “mix n match” memakai budaya barat, dan dicampur lagi sama budaya Jawa [setahu saya]. Jadi terpikir bahwa budaya Tionghua di Indonesia sebetulnya adalah “budaya gado gado”. Di Singapura yang gado gado disebut “Peranakan” atau “Nonya”, satu istilah yang akrab di telinga, sebab Oma saya suka menyebut diri sebagai “Cina Peranakan” maksudnya adalah Keturunan yang lahir atau tumbuh dewasa di Indonesia, sudah tidak akrab dengan bahasa Mandarin, dan ciri khas satu lagi adalah koleksi kebayanya itu loh. Yang disebut “kebaya encim” itu barangkali yah. Tapi belakangan koleksi kebaya si Oma udah tinggal jadi koleksi doang sebab Oma lebih suka pakai blus dan celana panjang yang lebih praktis. Balik lagi ke tata cara perkawinan.
|
COMBLANG
Alkisah, jaman dahulu kala, jaman Siti nur buaya, dimana pria dan wanita yang mau menikah masih dijodohkan oleh orangtua, peran “comblang” berpengaruh banget. [Buat yang nonton MULAN versi Disney, pasti tahu khan yah]. Jaman sekarang comblang masih ada , saya pernah dilirik ama comblang mau dijodohkan, hiiiiiii, untuuuuung tidak jadi.Jaman dahulu kalau ada anak gadis yang sekiranya layak jadi menantu, pihak cowok langsung kirim comblang ke pihak ceweknya sambil kirim kirim bingkisan gitu. Nah kalo bingkisannya dari si nyonya X diterima dengan baik dan benar berarti pihak cewek setuju, kalau dikembalikan berarti tidak setuju. Bagusnya cara begini, dua dua pihak ngga ada yang kehilangan muka merasa ditolak.Jaman sekarang dimana anak udah bisa cari pacar sendiri, sudah tidak memakai comblang comblangan lagi . Anak sama anak tinggal omong-omongan, begitu anak sama anak sudah setuju mau pernikahan tinggal berbicara sama orang tua. Kalau orang tua tidak keberatan tinggal menentukan tanggal . Ceritanya “diminta” secara resmi sebelum acara lamaran.
SHIO, JAM, DAN TANGGAL LAHIR
Jaman dahulu, dimana orang masih piara abu leluhur, begitu para orangtua sudah setuju, comblang meminta jam dan tanggal lahir si wanita, otomatis diketahui shionya dan elemennya. Apa kayu, api, air, logam, atau tanah? Tanggal ini terus ditaruh di meja sembahyang selama tiga hari.
Dalam jangka waktu tiga hari ini kalau ada tanda tanda jelek, misalnya orangtua sama orangtua cekcok, atau mendadak ada yang sakit-sakitan, lantas dicurigai tanggalnya “ciong” atau tidak cocok. Langsung dibawa tanggal ke tukang “kuamia” minta tolong dilihat antara si cowok dan si cewek ada jodoh atau tidak. Kalau tukang kuamia bilang boleh, baru calon besan ketemuan. kalau tukang kuamia bilang jangan, batal deh acara pernikahan.
Jaman sekarang biasanya anak sama anak bilang mau menikah dulu,lantas orangtua datang ke “tukang ngitung” hari itu, biasanya menggunakan buku “Tong su” dan meminta untuk dicarikan tanggal yang bagus buat dua belah pihak. Tidak ada acara bilang “jangan” pokoknya mau menikah si A sama si B meminta tanggal yang paling bagus. Nah masalahnya si tanggal ini suka suka susah keluarnya. Yaaa kalau yang susah seperti itu diambil yang paling baik saja, sama seperti kita pilih capres kali ya, yang mana yang dianggep mendingan aja deeeh.
Oh iya masalah tanggal ini, biasanya dikasih pilihan, tanggal ini hari minggu, lumayan bagus atau tanggal ini paling bagus, tapi jatuhnya hari kamis, atau tanggal itu… nah jadi dua keluarga bisa pilih pilih dan atur atur tanggal mana mau mengadakan pesta pernikahan.
LAMARAN/PINANGAN
Yang ini sepertinya diadaptasi dari budaya Jawa, sebab yang saya tahu di Tiongkok tidak ada acara lamaran langsung acara kirim tanda meminang, termasuk di dalamnya baju pengantin yang warna merah itu berikut tutup kepalanya yang beratnya lima kilo itu. Hanya di Indonesia ini orang Tionghua ada acara lamaran, pihak cewek diberitahu lebih dahulu , hari apa, jam berapa, pihak pria mau datang supaya bisa mempersiapkan, dimana pihak pria datang bersama kerabat yang biasanya pintar diplomasi, bicara dengan kata kata kiasan mengutip puisi atau kalimat kalimat indah penuh arti.
Wali pihak perempuan juga harus punya keahlian yang sama jadi di acara lamaran ini ada seperti berbalas pantun .Selama acara berpantun pantun ini si wanita disembunyikan di kamar tidak boleh keluar. Setelah acara berpantun ria selesai, si wanita dipanggil, dikasih tahu ini lhoh calon mertuamu, sekarang harus panggilnya Mama sama Papa, begitu. Dimana pihak cewek biasanya dikasih seperangkat perhiasan.
Biasanya orangtua pihak pria memasangkan perhiasan tersebut pada calon mantunya, istilahnya pengikat begitulah. Sebagai tanda bahwa si wanita ini sudah menjadi milik si pria, dengan kata lain tidak boleh melirik lirik pria yang lebih ganteng [:-)]. Dan pria lain juga tidak boleh mengganggu ini anak gadis yang sudah jadi milik orang. Saya jadi ingat kalung “dogi” yang menandakan “dogi” ini ada yang punya bukan “dogi” liar, harap dikembalikan pada yang punya.
ACARA TUKAR BAKI/SANGJIT
Sesudah lamaran, berikutnya pada hari bertuah, jam tertentu pihak pria datang lagi ke rumah pihak wanita. Kali ini orang tua pria tidak ikut,hanya mengirim perwakilan keluarga yang dituakan, ditambah segerombolan gadis gadis yang belum nikah. Tiap gadis bawa satu baki, jumlah baki plus pembawanya tergantung kemampuan si pria, tapi yang penting disitu ada seperangkat pakaian wanita maksudnya kebutuhan sandang si wanita akan ditanggung oleh pihak pria, jangan kuatir. Manisan dan permen supaya sepanjang perkawinannya manis terus, buah buahan supaya cepet berbuah kali, arak, teh, apalagi ya, seingat saya ada 8 atau 12 macam itu tapi apa saja saya lupa.
Pihak wanita harus mempersiapkan “penerima baki” jadi sebelum datang udah ketahuan terlebih dahulu berapa baki yang dibawa. Kalau pihak wanita memasrahkan anak perempuannya ke keluarga pria, dilepas tidak akan ikut campur lagi, isi baki diambil semua. Tapi kalau orang tua wanita masih mau campur tangan atas keluarga mempelai ini, isi baki dibagi dua separoh dikembalikan ke pihak cowok plus seperangkat baju pria sebagai ganti baju wanita.
Saya tidak tahu adaptasi darimana, tapi di acara sangjit ini biasanya pihak pria memberikan “angpau” pada ibu dari wanita, katanya uang susu, ASI kali maksudnya. Pihak wanita mengembalikan dengan sepasang “angpau” pada pihak pria. Oh ya, sampai hari ini saya dan kerabat ada memperdebatkan, yang bawa baki harusnya gadis yang belum menikah atau justeru yang sudah menikah, belum ada kesepakatan, kalau ada yang tahu tolong jelaskan sama saya berikut latar belakang dan alasannya, trims.
ACARA KIRIM KOPER DAN PASANG SPREI
Pokoknya pada hari yang bersangkutan pihak wanita mengirim wakil, biasanya perempuan yang sudah menikah, mapan dan punya anak laki laki untuk mendandani kamar pengantin. Otomatis pihak pria sudah menyediakan si kamar pengantin berikut tanjangnya . Wakil dari pihak perempuan yang pasang spreinya, maksudnya biar anak perempuan itu ketularan cepat punya anak laki laki , seperti yang kita tahu anak laki laki buat keluarga Tionghua penting untuk melanjutkan marga. Plus pihak wanita mengirimkan koper, tanda bahwa si anak gadis sudah “masuk” ke rumah itu atau ke keluarga pria.
Acara koper koper cukup unik. Mula mula kopernya dialasi uang, uangnya semakin besar semakin bagus, supaya si anak gadis ini masuk ke keluarga pria dengan bermodal dan supaya jangan dipandang rendah oleh keluarga mertuanya kelak. Si uang ini bisa ditebarkan , bisa juga disusun susun berbentuk kipas, jumlahnya harus genap dan komplit mulai dari pecahan terbesar (di Indonesia seratus ribuan) sampai pecahan terkecil. Kemudian di dalam koper ditebarkan “angco” atau red dates bersama biji teratai. katanya si biji teratai itu bunyinya serupa sama tahun( lian = nian), biji serupa sama anak (ci =tze), dan red dates itu bunyinya serupa sama apa ya, pokoknya sebangsa buru buru atau cepet cepet atau pagi pagi . Maksudnya biar cepat punya anak gitu.
Isi koper biasanya baju baru, berapa banyak terserah, makin banyak makin mentereng. Tapi bawa kopernya harus 2 biji, sepasang, besarnya terserah. Kemudian didalamnya lengkap mulai dari pakaian dalam , sikat gigi, sabun, minyak wangi, alat make up, perhiasan, pokoknya segala keperluan wanita harus lengkap supaya si wanita pindah nantinya tidak usah meminta apa yang tidak ada sama mertuanya.
Kemudian, isi koper ini oleh perwakilan keluarga wanita dibongkar dan disaksikan sama kerabat pihak pria, dipindahkan kedalam lemari. Semakin lengkap isi kopernya makin “dipandang” si menantu di keluarga suaminya. Di acara pasang sprei dan kirim koper ini si calon pengantin tidak boleh ikut. Pokoknya isi kamar pengantin bakalan jadi surprise.
Acara selanjutnya hari pernikahan. Bisa dilihat di http://web.budaya-tionghoa.net/budaya-tionghoa/adat-istiadat/867-adat-istiadat-pernikahan-dalam-budaya-tionghoa
SEHARI SEBELUM PERNIKAHAN
Jaman dulu setelah pengantin wanita didandani biasanya dipasangi cadar berupa kain merah atau untaian mutiara menutupi muka (kadang dua duanya) jadi si pengantin perempuan sepanjang hari cuman bisa lihat kaki orang tidak bisa lihat mukanya. Jaman sekarang berhubung baju pengantin kebanyakan ala barat, pakai bajunya juga di salon, orangtua cuman bantuin tutupi muka pakai seluir / sleyer/ veil/ cadar ala barat tuh. Katanya cadar ini sebagai perlambang keperawanan pengantin perempuan. Tapi jaman dulu katanya cadar ini untuk menutupi wajah si pengantin supaya tidak ada laki laki lain yang tertarik terus berniat ganggu ganggu rumahtangga orang. Candaan sebagian orang, berhubung banyak pengantin samasekali belum pernah lihat wajah pasangannya, supaya tidak pingsan atau kabur kalau ternyata wajah pasangannya kurang bagus. Makanya jaman dulu cadar baru boleh dibuka di kamar pengantin.
Kalau di pihak perempuan penyambutan masa dewasanya disisiri, kalau dipihak laki laki dengan cara dipakein baju. jaman sekarang rata rata pengantin laki laki khan pakai jas, biasanya orang tua mulai membantu berpakaian ini untuk pasang sabuk, pakai jas, pakai sarungtangan. Kalau liat video kawinan orang tionghua biasanya acara di pihak perempuan dilewat, yang dipentingin acara berpakaian di rumah pengantin pria nih.
Salah satu acara paling penting di hari pernikahan adalah upacara minum teh ini. Jaman dulu katanya upacara ini hanya dilakukan di keluarga laki laki sebagai perlambang menerima pengantin perempuan sebagai bagian keluarga dan sebagai tanda bahwa pengantin perempuan sekarang harus melayani mertuanya sebagai orangtua. Pihak keluarga perempuan boleh melakukan upacara ini sebelum mempelai pria datang menjemput sebagai tanda terimakasih kepada orangtua yang telah merawat selama ini.
Jaman sekarang upacara ini dilakukan di kedua keluarga biasanya dilakukan setelah pengantin pria datang, kemudian dilanjutkan sembahyang di altar leluhur keluarga wanita sebagai tanda pamit, baru kemudian upacara minum teh dilakukan selain sebagai tanda terimakasih juga sebagai acara “pamitan” kepada orangtua wanita.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan link aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.