Budaya-Tionghoa.Net| Lagi-lagi sebuah buku terbit dan segera beredar, mengenai penyingkapan kejahatan pemerintah Orba-Suharto ketika sejarah-gelap-bangsa tahun 1965 itu. Judulnya MENEMBUS TIRAI ASAP – Kesaksian Tahanan Politik 1965,-. Penerbitnya AMANAH LONTAR yang bekerjasama Yayasan Sejarah BudayaIndonesia,- Amsterdam,- Buku ini sebagai kesaksian para pelaku – penderita – yang terkena siksaan – hukuman – penjara – pemukulan dan sejenis kekejaman lainnya. Tetapi karenapara pelaku langsung itu berhubungdengan adanya berbagai sebab dan alasan dan juga sebab-sebab lainnya, maka cara penulisannya dengan memewancarai pelaku dan penderita. Beberapa orang secara langsung mencari dan menemui
para korban kejahatan pemerintah pada tahun 1965 itu.
|
Dengan melalui berbagai saringan – filter – pemeriksaan lagi – cek serta ricek, maka barulah bisa dikategorikan ” lulus ” buat bersaksi dan dihidangkan kepada pembaca. Sebagai penyusun buku ini, adalah HD. Haryo Sasongko – seorang yang juga terkena imbas penyiksaan dari rezim Suharto ketika Orba dulu itu. Haryo adalah seorang aktivis IPPI yang Sukarnois dan dengan otomatis dicap kiri dan PKI. Haryo juga sudah menulis beberapabuku tentang pengungkapanpenyiksaan rezim Orba-Suharto dan bukunya sudah beredar luas. Sekali ini Haryo turun langsung ke lapangan dan mencari orang-orang para korban penyiksaan yang masih hidup. Rupanya pembuatan buku ini, tentunya ada tim turun langsung buat memewancarai dan mencari serta mengumpulkan data-data dan bukti-hidup.
Dikata-pengantari oleh Mary S. Zurbuchen – seorang peneliti dibidang buat penulisan para korban penyiksaan dari sejarah-gelap-bangsa itu. Rasanya Mary inilah yang sangat keras buat mencari data-data tentang hilangnya Wiji Tukul tempohari. Kata-pengantar yang dibuat Mary, tadinya dari bahasa Inggris dan diterjemahkan ke Indonesia. Lalu Pendahuluan yang ditulis oleh Melani Budianta. Dua nama wanita ini sudah sangat dikenal sebagai orang-orang yang peduli kepada para korban 65,-
Dan kata-pengantar serta kata-pendahuluan kedua orang ini – sangat jelas – sangat informative – dan ada hal-hal yang baru kita ketahui. Sifantya membuka,mengungkap dan membeberkan. Dan pengungkapan itu, sangat berhasil. Isi buku ini ada 11 orang korban kejahatan 65, yang secara langsung terkena siksaan – hukuman – penjara dan berbagai kekejaman lainnya. Dari sebelas orang itu, ada nama Sumilah – Nama Saya Sumilah,- Sangat sulit dibayangkan dan sulit dipercaya – bahwa ditangkapnya Sumilah adalah karena “salah tangkap”. Anak gadis yang baru berumur 14 tahun itu ditangkap karena disangka wanita itulah yang dimaksud harus ditangkap. Padahal maksudnya adalah yang bernama Sumilah – seorang guru dan katanya dituduh anggota Gerwani. Tetapi Sumilah anggota Gerwani itu tidak didapatkan – tidak ditemukan – ya, lalu tangkap saja wanita bernama sama itu – sama-sama nama Sumilah! Dan Sumilah yang lugu ini – adalah anak desa yang ikut orangtunya
berjualan makanan – jual gulai kambing di pasar. Ketika dia diciduk – orangtunya tidak tahu – adiknya yang sedang diasuhnya – terpaksa ditinggalkan begitu saja!
Tidak ada proses apapun- tidak ada pertanyaan lain – dan begitu diciduk lalu segera dibawa ke rumah tahanan- dan lalu dipenjara. Sumilah yang berumur 14 tahun itu – ditambah lagi dengan 14 tahun di dalam tahananan-penjara – menjadi bertambah duakalilipat, ketika di dibebaskan usianya28 tahun! Jadi setengah usianya ada dalam penjara. Kenapa semua ini bisa terjadi? Itulah kecerobohan – dan itulah kejahatan rezim Orba-Suharto. Orang – rakyat ditangkap – dipenjara – disiksa – dibunuh tanpa periksa,jauh dari sidang pengadilan.
Isi buku ini, semua kejadian yang benar-benar sangat sulit dibayangkan – tetapi benar-benar ada – dan benar-benar terjadi. Dan semua yang terjadi ini merupakan catatan sejarah dan bukti kejahatan rezim Orba-Suharto. Sudah tentu sangat tidak cukup buat dibicarakan dalam tulisan sependek dan sesingkat ini. Saya menganjurkan dan berpendapat – bacalah dan semoga akan lebih banyak lahirnya tulisan-tulisan dan buku-buku tentang pengungkapan kejahatan masa pemerintah rezim fasis Suharto dulu itu. Banyak dan banyak sekali hal-hal dan cerita lisan yang belum tertuliskan. MUmpung para korban
yang langsung terkena siksaan itu masih hidup – segeralah bereaktive buat menuliskannya. Siapa yang mesti menuliskannya? Ya, kita ini! Mereka yang langsung terkena siksaan – hukuman korban langsung yang kini masih hidup – tampaknya sudah enggan buat bercerita sendiri! Terlalu sakit – terlalu pedih dan terlalu dilecehkan sebagaiharkat manusia. Mereka benar-benar tidak diorangkan tidak dimanusiakan. Sungguh banyak yang rasanya harus kita kerjakan,-
Sobron Aidit
Paris,- 12 Okt 04,-
***
Budaya Tionghoa : Mailing-List Budaya Tionghua
Nomer Arsip : 7706
Diposkan oleh : Sobron Aidit , 17 Oktober 2004
Kategori : Resensi Buku
Partisipan : –
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.