Budaya-Tionghoa.Net|Sangatlah sulit untuk mendefinisikan agama. Namun, jika kita gunakan pandangan seorang fungsionalis dan memahami agama sebagai sesuatu yang memberikan kita pijakan dasar dengan mengajarkan kita dunia adalah apa dan apa peran kita di dunia, maka jelas sudah agama-agama tradisional semakin tidak mampu memenuhi peran ini karena fungsi tersebut telah digantikan–atau kewalahan–oleh berbagai sistem kepercayaan dan sistem nilai lainnya.
|
Alternatif penjelasan tentang dunia yang paling dominan saat ini adalah ilmu pengetahuan, sedang sistem nilai yang paling menarik adalah konsumerisme. Anak akademis keduanya adalah ekonomi, yang mungkin merupakan “ilmu pengetahuan sosial” yang paling berpengaruh. Sebagai tanggapan, tulisan ini akan mendebatkan bahwa sistem perekonomian kita saat ini seharusnya dipahami sebagai sebuah agama karena ia sudah memenuhi fungsi keagamaan bagi kita.
Disiplin ilmu ekonomi lebih merupakan teologi ketimbang ilmu pengetahuan dari agama tersebut dan tuhannya, Pasar, sudah menjadi lingkaran setan produksi dan konsumsi yang terus meningkat dengan berpura-pura menawarkan keselamatan sekuler. Runtuhnya komunisme–paling baik dipahami sebagai capitalist “heresy” atau bida’ah kapitalis—makin memperjelas Pasar sudah menjadi agama pertama yang betul-betul mendunia, yang semakin lama makin mengikat ketat seluruh penjuru dunia pada satu cara memandang dunia (world-view) serta sekumpulan nilai yang peran keagamaannya kita abaikan hanya karena kita ngotot memandang mereka sebagai “sekuler”.
Jadi, bukanlah suatu kebetulan jika bencana ekologi jaman kita ini juga merupakan masa tantangan yang luar biasa dahsyatnya bagi agama-agama yang lebih tradisional. Kendati hal ini dapat menyinggung keangkuhan kita, namun menggelikan juga untuk berpikir bahwa institusi-institusi keagamaan konvensional yang kita kenal sekarang akan memainkan peran penting dalam menyelesaikan krisis lingkungan hidup. Permasalahan mereka yang lebih mendesak adalah apakah mereka, seperti hutan-hutan tropis yang kita pantau dengan cemas, bisa keluar dengan selamat dari gempuran agama baru ini dalam bentuk yang masih bisa dikenali.
Memang agama-agama utama belum lagi sekarat, namun ketika masih belum berselingkuh dengan kekuatan politik dan ekonomi, mereka cenderung begitu terlena oleh permasalahan-permasalahan masa lalu dan sudut-sudut pandang yang sudah ketinggalan jaman (seperti pronatalisme) sehingga mereka semakin tidak relevan (seperti fundamentalisme) atau semakin diremehkan (seperti evangelisme di TV). Alhasil, hingga kini mereka belum mampu menawarkan hal yang paling dibutuhkan, yaitu: suatu tantangan yang berarti terhadap kapitalisme pasar yang sedang agresif-agresifnya mencari pemeluk, yang kini sudah menjadi agama yang paling berhasil di sepanjang jaman. Satu agama yang lebih cepat memenangkan lebih banyak pemeluk ketimbang sistem kepercayaan atau sistem nilai manapun di sepanjang sejarah manusia.
Situasi yang dihadapi berbagai agama sudah sedemikian gentingnya sehingga krisis lingkungan hidup, walaupun merupakan hal terburuk bagi bumi, paling tidak bisa menjadi sesuatu yang positif buat agama. Karena bencana lingkungan hidup bukan saja sedang menyadarkan kita pada fakta bahwa kita membutuhkan sumber nilai-nilai dan makna yang lebih mendalam ketimbang yang mampu disediakan kapitalisme pasar, tapi juga pada satu kesadaran bahwa agama kontemporer tidak memenuhi kebutuhan ini.
———————————————-
Be kind to the destitute,
be patient and loving toward the wicked,
be kind to the afflicted,
be gentle with the fool,
Empathize with the weak and oppressed,
be especially compassionate to those who cling
to concrete reality.
– Patrul Rinpoche