Budaya-Tionghoa.Net | Dalam segala hal kita harus menghindari sikap ekstrimist, kaum ekstrimistlah yang selalu merasa benar sendiri dan selalu mencari kambing hitam, baik itu ekstrimist agama maupun ekstrimist politik. Dalam masalah Tionghoa di Indonesia, kitapun tidak boleh mengambil sikap ekstrim, yaitu hanya mencari hidup tak perlu menuntut hak, atau ekstrim yang hanya menuntut hak tapi lupa kewajiban. Menuntut orang Tionghoa Indonesia tak boleh menyanyikan lagu Mandarin (saya kira lagu yang diputar adalah lagu Hongkong dan Taiwan, bukan lagu RRT) saja tak boleh, harus lagu patriotik Indonesia, bukankah itu mulai melanggar hak kebebasan orang lain.
|
Sebaliknya mengatakan kita bukan orang Indonesia tapi Tionghoa, itulah ekstrim sisi lain. Jelas kita adalah orang Indonesia, tapi etnis Tionghoa, kita mempunyai hak dan kewajiban seperti suku di Indonesia yang lain. Di Amerika, di Eropah boleh berbuat begitu, mengapa di Indonesia tak boleh?Di sana dibenarkan, mengapa di Indonesia disalahkan?
Kalau mau demokrasi, kenapa pakai batas? Selama tidak melanggar hukum, semua sah. Kalau ada orang Tionghoa melanggar hukum, tuntut dia di pengadilan, bukan yang bersangkutan tak dituntut, tapi masyarakat Tionghoa umum dibakar rumahnya? Kalau logika demikian, apakah itu demokrasi?
Mengenai sekolah saya mungkin bisa netral, saya tak pernah sekolah Tionghoa, juga tak pernah sekolah Belanda atau Inggeris. Saya hanya sekolah berbahasa Indonesia. Tapi saya tak setuju semua kesalahan dilimpahkan kepada lulusan sekolah Tionghoa? Apa salahnya orang bersekolah sekolah Tionghoa? Kalau ada yang jadi ekstrimist, itu oknum, kebanyakan sekarang menjadi orang biasa, apa hubungannya dengan ekstrimist komunis di RRT? Apa salahnya sekolah Tionghoa sampai harus ditutup? Kalau dianggap pendirian politiknya tidak sesuai dengan Indonesia (saya ragu dengan ini), mengapa tidak dikeluarkan perintah merombak kurikulum?
Sayang sdr. Thio sorak sorai melihat ribuan anak Tionghoa kehilangan kesempatan bersekolah, sebab pemerintah orba tidak saja menutup sekolah, tapi merampas gedung sekolah, dan tidak menyalurkan siswa-siswa yang putus sekolah ke sekolah lain. Gedung sekolah dirampas untuk kepentingan “nasional”, tapi mengapa kemudian banyak yang dijual? Uangnya, tak pernah diberikan kepada yayasan pemilik gedung. Sdr. Christ benar, dalam iklim demokrasi sekarang, otak perang dingin harus kita buang, sdr. Thio membawa semangat perang dingin lagi, menganalisa masalah rasialis di Indonesia dengan dasar pandangan politik. Biarkanlah orang Tionghoa Indonesia mempertahankan hak dan kewajibannya di Indonesia, orang Tionghoa di seluruh dunia akan mendukung kalian.
Salam
LU
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 8239
Pihak yang ingin mempublikasi ulang tulisan dalam web ini diharapkan untuk menyertakan link aktif : www.budaya-tionghoa.net , NAMA PENULIS dan LINK aktif yang berada didalam tulisan atau membaca lebih jauh tentang syarat dan kondisi . Mempublikasi ulang tanpa menyertakan tautan internal didalamnya termasuk tautan luar , tautan dalam , catatan kaki , referensi , video , picture , sama dengan mengurangi konten dalam tulisan ini.