Budaya-Tionghoa.Net | Kata-pendahuluan: Fakta-fakta sejarah menunjukkan orang Eropa ketika datang di Asia Tenggara, telah menghadapi kekuatan yang setanding. Baru sepanjang beberapa ratus tahun, berangsur-angsur mereka dapat berkuasa mutlak, tetapi tidak lama kemudian sudah diusir kembali.
|
Penjajahan Belanda atas kawasan Indonesia bukan 350 tahun. Pada tahun 1596 untuk pertama kalinya kapal Belanda tiba di Banten. Catatan-catatan orang Portugis melukiskan Banten sebagai kota dikelilingi benteng bertingkat tiga dengan meriam-meriam yang ampuh (good guns). Menghadapi keadaan demikian pihak Belanda menyatakan “telah datang untuk berdagang dalam persahabatan”.
Ambon adalah tempat yang pertama-tama diduduki Belanda. Sebelumnya, pada tahun 1522 orang Portugis mendirikan benteng di Ternate. Pada tahun 1574 orang Ternate berhasil mengusir mereka dan orang Portugis pindah ke Ambon. Tahun 1605, sembilan tahun setelah tiba di Banten, Belanda merebut benteng Portugis di Ambon. Pendudukan ini berlarut hingga kekuasaan kolonial dipatahkan Jepang pada tahun 1942. Sedari 1605 Ambon diduduki Belanda selama 337 tahun.
Di pulau Jawa orang Portugis ada permufakatan dengan orang Sunda untuk mendirikan benteng di pelabuhan Sunda Kalapa. Namun sebelum orang Portugis tiba, Sunda Kalapa telah direbut oleh Sunan Gunung Jati, Panglima Kerajaan Demak.
Beliau berhasil mengalahkan orang Portugis yang hendak masuk Sunda Kalapa serta mengusirnya. Pada tahun 1526-1527 beliau mengganti nama Sunda Kalapa dengan nama Sanskerta (Sanskrit) Jayakarta. Arti Jayakarta seperti dikemukakan oleh Prof. Hoesein Djajadiningrat adalah “kemenangan yang tercapai” (volbrachte zege).
Kerajaan Demak (1478 – 1546) akhirnya hancur dengan terjadinya perang saudara antara cucu-cucunya Raden Patah (Jin Bun) pendiri Kerajaan Demak. Sunan Prawata alias Muk Ming, Raja Demak terachir, tahun 1546 tewas dalam pemberontakan Arya Penangsang Jipang juga seorang cucu Raden Patah. Penangsang Jipang sendiri dibunuh oleh iparnya Sunan Prawata.
Ipar tersebut tidak meneruskan Kerajaan Demak. Beliau bukan seorang Islam mazhab Hanafi seperti Raden Patah, melainkan Islam mazhab Syiah (Shi’ite) dan telah mendirikan negara sendiri di Pajang di pedalaman Jawa. 73 Tahun setelah Kerajaan Demak runtuh, pada tahun 1619, Jan Pieterzoon Coen, pemimpin V.O.C. (Verenigde Oostindische Compagnie), berhasil memperoleh pangkalan di “Jacatra” (Jayakarta, Jakarta). Dia membangun benteng dengan nama Batavia dan nama ini menggantikan nama Jakarta. Banten takut adanya Kerajaan Mataram di Jawa Tengah yang lebih kuat dan mengharapkan Belanda di Batavia menjadi penyangga. Senjata makan tuan. Dengan Batavia sebagai pangkalan, V.O.C. lambat laun memperluas wilayahnya yang akhirnya juga meliputi Banten sendiri. Sedari 1619 hingga tahun 1942 Jakarta terhitung 323 tahun dibawah kekuasaan Belanda.
Pada tahun 1625 Raja Mataram, setelah merebut Surabaya, menyatakan semua orang asing yang bertempat tinggal di Jawa-Tengah, Jawa-Timur dan Madura sebagai bawahannya. Mereka diharuskan tiap tahun mengirim utusan dan mempersembahkan hadiah-hadiah kepadanya. Pantai Utara ditutup untuk semua lalu-lintas.
Pada tahun 1628 Batavia diserang dari laut dan dari daratan. Dalam penyerangan ke II pada tahun 1629 Mataram menggunakan meriam-meriam yang berat (heavy artillery). Batavia tidak berhasil direbut dan sedikit demi sedikit V.O.C. memperluas kekuasaannya. Karena lama-kelamahan V.O.C. kualahan, maka pada tahun 1800 semua milik berikut pimpinan V.O.C. di Nusantara diambil alih oleh pemerintah Belanda.
Pada tahun 1830 Belanda berhasil mengakhiri perang Jawa dengan cara mengundang Pangeran Diponegoro untuk datang berunding, kemudian menangkapnya. Diponegoro dibuang keluar Jawa. Selesainya perang Jawa baru dapat dikatakan seluruh Jawa menjadi tanah jajahan. Terhitung dari 1830 hingga 1942 seluruh Jawa terjajah selama 112 tahun.
Bali, Lombok, Kalimantan-Barat dan lain-lain daerah, terkecuali Aceh, berangsur-angsur direbut Belanda. Di Kalimantan-Barat selain Kesultanan Pontianak juga terdapat Republik Thaikong, Republik Lanfong dan Republik Lara sin-ta-kiou. Perlawanan sisa-sisa tentara kongsi Lanfong di Kalimantan-Barat berlangsung hingga 1912.
Di Aceh terjadi peperangan hampir tak henti-hentinya selama 69 tahun sedari 1873 hingga 1942. Pada tahun 1904 pihak Belanda menyatakan “keadaan Aceh nampaknya baik”. Tetapi di bagian Barat dan beberapa tempat lainnya keadaan masih “belum dapat diamankan”.
Jendral van Heutsz meninggalkan Aceh. Setelah perginya van Heutsz keadaan bergolak lagi. Meskipun Sultan Aceh turun takhta dan menghentikan perlawanannya, perang gerilya berlangsung terus. Aceh tidak pernah dikuasai Belanda mutlak.
Kemenangan Jepang dalam perang Rusia-Jepang pada thn. 1904, yang dipandang sebagai orang Asia mengalahkan orang Eropa, telah mengobarkan semangat orang Aceh. Pertempuran-pertempuran di Aceh berlangsung terus-menerus hingga kekuasaan Belanda dipatahkan tentara Jepang pada thn.1942. Demikian sumber-sumber arsip Belanda. Kawasan Sabang sampai Merauke tidak pernah 100% Hindia-Belanda.
Literature :
- Djajadiningrat H, 1913
- Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie, 1917
- Pigeaud and de Graaf ThGTh and HJ, 1976
- Purcell V, 1951
- Sie HT, 1990
- Veer Pv’t, 1969
- Winkler Prins, 1981
Diposting oleh HKSIS untuk Mailing List Budaya Tionghua
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa 11420