Budaya-Tionghoa.Net | Membandingkan dua reformis besar dalam sejarah Tiongkok bukanlah hal yang mudah, apalagi dari dua zaman yang jauh berbeda dan berselisih ribuan tahun. Makalah di bawah ini bukanlah sebuah makalah ilmiah, tapi merupakan pengamatan literatur dan kisah-kisah yang sudah lama beredar sebelumnya dalam masyarakat, bahkan termasuk pula cerita sejarah.
|
Karena bukan makalah ilmiah, maka bahasan yang dilakukan penulis bukanlah bahasan ilmiah, tapi suatu pengandaian. Andaikan semua referensi itu memang fakta yang akurat, apakah pengaruhnya terhadap perkembangan kita yang hidup pada abad ke 21 ini? Apa pengalaman yang bisa ditarik?Atau adakah hukum perkembangan masyarakat yang berjalan sendiri sesuai perkembangan masyarakat itu sendiri, tanpa tergantung peranan seseorang? Misalnya reformis besar Shang Yang, yang akhirnya harus mengalami nasib tragis itu, tidak pernah ada dalam sejarah, apakah masyarakat Tiongkok tetap akan bergerak ke arah yang dirintisnya, karena munculnya reformis lain? Atau andaikan Zhao Ziyang tak ada dalam sejarah Tiongkok, akankah masyarakat Tiongkok akan bergerak seperti yang sekarang terjadi karena ada reformis lain yang berani mendobrak segala penghalang?
Kebalikannya dapat kita bertanya: Apakah bila Shang Yang dan Zhao Ziyang tidak mengalamai nasib tragis, apakah negara yang dipimpinnya akan lebih cepat bereformasi dan bertransformasi sehingga Tiongkok sekarang sudah jauh lebih maju?
Tidak ada orang yang akan dapat menjawab dengan pasti, karena sejarah dan perkembangan masyarakat bukan science yang dapat diulang-ulang dalam laboratorim. Meskipun demikian mengenal sejarah adalah penting, sebagai pijakan dan pengalaman bagi hari depan yang lebih baik.
Dua reformis besar dalam sejarah Tiongkok
Tiongkok yang mempunyai kebudayaan 5000 tahun lebih, telah menghasilkan demikian banyak pemikir, ahli strategi, ahli militer, ilmuwan dll. Tiongkok pernah mencapai kejayaan, menjadi negara termaju di dunia, baik dari segi politik, sistem masyarakat, ilmu, budaya, bahasa, ekonomi dll. Puncak kejayaan pernah dicapai pada zaman dinasti Han, dinasti Tang dan dinasti Qing. Tapi mengapa kejayaan itu timbul tenggelam? Mengapa dari sebuah negara yang demikian jaya pada zaman Shunzi, terutama Kangxi dan Yongzheng, kemudian meskipun masih jaya pada zaman Qianlong, tetapi kemerosotan sudah mulai terlihat, akhirnya dalam waktu dua ratus tahun saja sudah terpuruk menjadi negara yang dengan mudah dikoyak-koyak oleh bangsa Barat dan Jepang? Ke mana perginya kemampuan yang demikian tinggi sebelumnya? Apakah benar, abad ke 21 ini akan terjadi kebangkitan kembali kejayaan yang sudah terpuruk itu?
Dengan tidak mengabaikan para reformis jenius lain dalam sejarah Tiongkok, dalam makalah pendek ini, kita batasi studi komparatif kita pada dua orang reformis saja. Mereka adalah Shang Yang, yang hidup selama 46 tahun sebelum mengalami nasib tragis dihukum mati dengan dibelah tubuhnya menggunakan dua kereta yang masing-masing dihela oleh lima ekor kerbau dan digerakkan kedua arah yang berlainan. Tiap kereta diikat dengan tali yang kuat kepada sebelah kaki dan tangan Shang Yang. Ia meninggal pada tahun 338 sebelum Masehi setelah zhuhou Qin Xiaogong di negara daerah Qin yang menjadi pendukung utama reformasi Shang Yang meninggal dunia. Ia dihukum mati, karena sebagai perdana menteri jasanya bagi negara Qin terlalu besar, sehingga dianggap membahayakan para bangsawan dan terutama posisi raja Qin Hui Wenwang sendiri (waktu itu ia masih seorang zhuhou, yaitu semacam kepala daerah yang berotonomi penuh). Shang Yang berhasil membuat negara Qin yang miskin, termiskin dari 7 negara zaman Zhanguo (zaman 7 negara saling berperang, kaisar dinasti Zhou sebagai pemerintah pusat, sudah tak bisa berbuat apa-apa)
Reformis kedua adalah Zhao Ziyang, ia dipecat dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa, karena dituduh membela para demonstran mahasiswa. Ia meninggal setelah menjalani tahanan rumah selama 16 tahun dan meninggal tahun 2005 ini. Ia dianggap berbahaya karena hasil reformasinya yang melesat dan telah membawa Tiongkok meninggalkan kemiskinan, merupakan duri bagi para konservatif yang merasa tersisihkan kesempatannya oleh Zhao. Zhao bernasib lebih baik dari Shang Yang, ia masih dapat hidup beberapa belas tahun sebelum meninggal, meskipun dalam tahanan, sedang Shang Yang langsung dihukum mati tahun itu juga, setelah zhuhou Qin Xiaogong pendukung utamanya meninggal. Zhao sebetulnya bisa dihukum mati, dengan tuduhan “penghianat” dan “membentuk golongan anti partai”, suatu tudahan yang akan membawa hukuman mati. Tapi pendukung reformasi Zhao, Deng Xiaoping yang sudah uzur, masih menentang keras dan meredam pendapat demikian, ia menganggap Zhao hanya bersalah karena terlalu lama membiarkan demonstrasi mahasiswa berlarut-larut dan menyebabkan kekacauan. Sayang Deng terlalu cepat kena stroke dan meninggal sehingga Zhao ditahan seumur hidup tanpa pengadilan, banyak pengamat berpendapat, Zhao akan diampuni lagi setelah ditahan beberapa waktu, kalau Deng masih sehat.
Tentu saja semua adalah “kalau”. “Kalau” Qin Xiaogong tidak mati cepat, apa yang akan terjadi di negara Qin dibawah reformasi Shang Yang? Kalau Deng membebaskan lagi Zhao, apa yang akan terjadi dengan Tiongkok? Semua “kalau”. Karena “kalau”, maka semua itu tak perlu diributkan, yang penting apakah ide reformasi dari Shang Yang waktu itu? Dan apakah ide reformasi Zhao akhir abad lalu masih terus akan dikembangkan tanpa pencetusnya? Dan akan berjalan berapa lama? Inilah pertanyaan penting, yang akan menentukan nasibnya 1,4 milyar penduduk Tiongkok dan pengaruhnya terhadap seluruh dunia.
REFORMASI SHANG YANG:
Latar belakang:
Pada akhir dinasti Zhou atau disebut Zhou Timur, ibukota negara dari barat dipindah ke Tiongkok tengah, ke Luoyang. Pemindahan ini dikarenakan lemahnya pemerintah yang sudah tidak mampu melawan gangguan dari suku-suku yang tinggal di Barat. Pemindahan ibukota dapat menghindari gangguan dari barat, tapi pemerintah yang tak becus, telah menyebabkan negara berantakan, meskipun ibukota sudah dipindah.
Ketika dinasti Zhou didirikan pada 770 sM, sebagai ganti dari dinasti Shang yang tumbang, pemerintahan kaisar pertama Zhou Wuwang dengan bantuan perdana menteri Jiang Ziya ( dalam buku-buku bahasa Indonesia Tionghoa lama sangat terkenal dengan nama Kiang Cu Ge) reformasi besar-besaran dilakukan. Dari sistem perbudakan, negara diubah menjadi sistem zhuhou. Perubahan ini sebetulnya suatu kemajuan besar, sebab sistem sudah beralih kepada awal dari feodalisme. Tenaga kerja budak sudah mulai menjadi petani yang lebih bebas. Zhuhou adalah seorang kepala daerah yang berotonomi penuh, yang dalam buku lama diterjemahkan sebagai rajamuda. Ia hanya harus membayar pajak kepada pemerintah pusat, dan harus tunduk pada pemerintah pusat.
Lama-lama sistem zhuhou menyebabkan negara terpecah belah. Para zhuhou sudah mulai mengabaikan pemerintah pusat. Antara negara daerah sudah terjadi saling tempur hanya untuk memperluas wilayah. Kemudian para zhuhou ini memproklamasikan diri sebagai raja, lepas dari pemerintah pusat dinasti Zhou di Luoyang.
Reformasi
Pada masa itu, negara Qin yang dikuasai Qin Mugong, dan perdana menteri Xiangli Xi merupakan negara kuat. Tapi setelah Qin Mugong (kebanyakan zhuhou menggunakan sebutan gong) meninggal, selama 4 zhuhou berikutnya, Qin terpuruk menjadi negara miskin, lemah dan terbelakang. Wilayahnya yang kurang menguntungkan, karena jauh di sebelah barat, sering mendapat gangguan dari suku-suku non Han, dan wilayah dekat perbatasan dengan negara Wei (魏 Hokkian Gui) dicaplok negara Wei, tanpa mampu melawan. Tanah negara Qin yang tidak subur, penduduk yang sangat sedikit, menyebabkan kas negara kosong. Penguasaan tanah berada tangan para bangsawan yang menjadikan petani sebagai budaknya. Keadaan demikian sangat menyakitkan hati Qin Xiaogong, tapi ia tidak berdaya, ia tidak mempunyai orang yang kuat untuk mengadakan reformasi besar-besaran agar Qin kembali ke kejayaan zaman Qin Mugong. Atas nasihat orang, akhirnya Qin Xiaogong siap melakukan reformasi besar-besaran dan melakukan hal berikut:
- Tenaga ahli reformasi direkrut dari seluruh Tiongkok, bukan dari negara Qin saja. Siapapun yang bersedia membantu reformasi, diterima tanpa melihat orang negara mana dia.
- Calon pejabat reformasi harus sudah mempunyai konsep arah pembangunan negara yang jelas.
- Hasil reformasi harus kelihatan cepat.
Setelah seleksi terpilih beberapa puluh orang pandai dari seluruh Tiongkok, tidak perduli dari mana datangnya. Sebagai pemimpin team dipilih Gongsun Yang, ia berasal dari negara Wei (卫 Hokkian We) karenanya ia dipanggil Wei Yang. Setelah berhasil dalam reformasinya ia diangkat sebagai penguasa di daerah Shang, karenanya kemudian disebut Shang Yang.
Gongsun Yang pertama-tama merubah sistem kepemilikan tanah. Tanah yang selama ini dikuasa penuh para bangsawan, berikut petaninya, semua dibebaskan. Tanah menjadi milik petani. Keluarga besar (dalam kebiasaan Tiongkok lama, ayah, semua anak laki-laki, meskipun sudah berkeluarga, tinggal di sebuah rumah besar), dipecah. Setiap keluarga diberi tanah garapan sendiri. Hasil produksi, kecuali untuk pajak negara, semua milik petani. Petani yang memproduksi lebih dari biasanya, dapat hadiah dari pemerintah, para prajurit yang dapat membunuh musuh lebih banyak, dapat hadiah dan kenaikan pangkat. Tanah garapan baru dibuka di daerah gersang dengan bantuan pemerintah. Imigran dari negara lain, diberi tanah dan bantuan lain, agar bisa menetap dengan tenang. Dengan demikian produksi pertanian melesat, jumlah keluarga maupun penduduk meledak, dan pendapatan pajak negara naik pesat. Qin yang miskin dan “barbar” hanya dalam waktu 20 tahun menjadi negara kuat, dan berhasil kembali merebut wilayahnya yang diduduki Wei (Hokkian Gui). Qin menjadi perkasa. Hukum ditegakkan dengan ketat. Semua orang sama dihadapan hukum, termasuk putera mahkota, para bangsawan tua, semua dihukum tanpa pandang bulu, bila melanggar hukum. Shang Yang menjadi demikian populer di kalangan rakyat petani, tapi menjadi demikian dibenci oleh para bangsawan yang kehilangan tanah dan haknya. Qin Xiaogong yang memberi kebebasan dan kepercayaan penuh kepada Shang Yang menjadi sangat antusias. Ia bekerja siang malam bersama Shang Yang, ia tidak pernah menghukum orang tanpa salah. Semua tindakan berdasarkan hukum.
Karena kerja terlalu berat zhuhou Qin Xiaogong meninggal pada umur 46. Shang Yangpun mengundurkan diri karena menganggap reformasi sudah berhasil dan ingin istirahat sebagai rakyat biasa di kampung (kemudian ternyata ia terlambat). Ia yakin negara akan maju terus asal reformasi yang digulirkannya dijalankan terus. Qin Hui Wengong, anak Qin Xiaogong yang meneruskan jabatan ayahnya, atas desakan para bangsawan, ia memulihkan jabatan para bangsawan yang dulu dipecat Shang Yang. Ia mengerti jelas Shang Yang berjasa besar bagi negara, reformasi yang dirintis Shang Yang harus berjalan terus. Masalah yang mengganjal baginya adalah wibawa Shang Yang yang demikian kuat di kalangan rakyat. Ia menjadi was-was, bahwa wibawa zhuhou akan kalah oleh Shang Yang. Kalau Shang Yang diizinkan pensiun, dan lari ke negara lain, maka negara itu akan kuat, dan berbalik mengalahkan Qin. Oleh karenanya ia memberi perintah hukuman mati bagi Shang Yang, hukuman mati karena ia berjasa terlalu besar! Tahun 338 belum setahun Qin Xiaogong meninggal, anaknya Qin Wen Huigong menghukum mati Shang Yang, tapi kemudian menghukum mati juga para bangsawan yang memaksakan untuk menghapus total hasil reformasi. Qin tetap jaya, dan Qin Wen Huigong menjadi Qin Hui Wenwang setelah Qin diproklamirkan menjadi negara merdeka. Dasar negara Qin yang kuat inilah yang menyebabkan kemudian Qin Shehuang berhasil mengalahkan 6 negara lain dan menyatukan seluruh Tiongkok.
REFORMASI ZHAO ZIYANG
Latar belakang:
Revolusi Tiongkok mendapat sambutan gegap gempita dari seluruh dunia menghasilkan sebuah negara baru Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Sambutan gegap gempita dari rakyat seluruh dunia, disebabkan harapan bahwa Tiongkok akan merupakan pejuang utama melawan ketidak adilan sistem dunia masa itu. Menentang penjajahan, menentang penindasan, menentang rasialisme, menentang hegemoni, menentang korupsi dll. Pemerintah lama yang dikuasi partai Nasionalis atau Guomindang adalah pemerintah diktatur, represif, korup dan tak becus. Sejak masuknya pengaruh barat ke Tiongkok pada pertengahan abad 19, Tiongkok negara terkuat dan termakmur dunia pada zaman Kangxi dan Yongzheng, sudah berubah menjadi negara setengah jajahan dan menjadi salah satu negara termiskin dunia. Tidak heran jatuhnya pemerintah Guomindang dan berdirinya RRT mendapat sambutan dan dukungan dari seluruh rakyat tertindas.
Hanya 8 tahun sejak berdirinya RRT , pemerintah mengadakan gerakan Seratus Bunga Mekar Bersama dan Seratus Aliran Bersuara Bersama, yang menganjurkan semua orang memberikan saran dan kritis, semua aliran kebudayaan mengembangkan karyanya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah baru tidak mau mengikuti sistem lama yang represif tapi beralih ke sistem demokrasi. Sambutan luar biasa, usulan, kritikan dll melimpah, terutama tentunya dari golongan cendekiawan yang tahu caranya bagaimana sebuah negara dikelola. Bagaimana reaksi pimpinan negara? Mao Zedong berbalik menyikat semua orang yang mengajukan pendapat atau mengajukan usul untuk perbaikan. Mereka dicap “golongan kanan”. Cap yang mematikan, sebab ybs akan kehilangan kerja, anaknya tak dapat bersekolah dll. Rakyat menjadi waswas, akan dibawa ke mana negara baru ini?
Muncul pula gerakan Melompat Kedepan, produksi baja ingin ditingkatkan dalam sekejap, semua besi baik ranjang, periok, kuali dll dibakar, dengan tujuan membuat baja dengan mengabaikan teknologi. Karena kampanye ini rakyat tidak berproduksi , kelaparanpun merajalela. Hasilnya Mao didesak mundur dan Liu Shaoqi naik sebagai presiden RRT. Mao meski mundur dari kepresidenan tapi tetap ketua partai.
Di bawah Liu Shaoqi, petani mendapat tanah yang dikelola pribadi yang dinamakan ziliudi 自留地, di samping mengerjakan tanah negera. Semangat petani meningkat dan ekonomi membaik, rakyat kembali tenang, produksi mulai berlebihan. Tidak ada yang menyangka, hal ini menyakitkan Mao yang merasa kedudukannya terancam. Revolusi Kebudayaan dicetuskan. Semua kader dan pimpinan negara yang bersifat reformis dibababat habis, termasuk presiden Liu Shaoqi. Rakyat terutama anak muda dikerahkan untuk mengganyang, mengganyang semua orang yang berpikiran sehat. Setelah negara berantakan, ekonomi diambang kehancuran, Mao terpaksa mengangkat kembali Deng Xiaoping yang sudah dipecat. Ekonomi mulai pulih lagi, tapi Kelompok 4, kelompok ektrimist, sadis yang dipimpin isteri Mao, tidak puas. Sekali lagi Deng dipecat dan Tiongkok sekali lagi menghadapi kehancuran. Tiongkok tertolong, dengan meninggalnya Mao pada tahun 1976. Kelompok 4 ditangkap, dan posisi Deng dipulihkan kembali . Deng yakin, tanpa reformasi dan keterbukaan Tiongkok akan hancur. Ia melihat Taiwan, Chiang Kai-shek yang ambruk di Tiongkok, berhasil memperbaiki kesalahannya di Taiwan, korupsi ditekan, ekonomi digalakkan, dan Taiwan mulai bergerak maju.
Inilah latar belakang pada saat munculnya Zhao Ziyang.
Reformasi
Zhao adalah kader yang menjadi korban Revolusi Kebudayaan. Ia dipulihkan setelah Kelompok 4 jatuh. Ia diangkat sebagai sekretaris partai di propinsi Sichuan, propinsi di Barat Daya Tiongkok yang dulunya diberi gelar “lumbung padi”, saat itu telah menjadi propinsi miskin dan kelaparan.
Tindakan pertama Zhao adalah merangsang petani. Tanah yang semua dimiliki negara dikembalikan lagi kepada petani. Selain pajak negara, hasil pertanian adalah milik petani. Antusias petani tumbuh kembali, hasil produksi pertanian melonjak, pemerintah setempat mulai mempunyai dana, dan Sichuan mulai meninggalkan kemiskinan.
Deng melihat ini semua, ia memilih Zhao menjadi Perdana Menteri, jabatan kunci pada saat itu. Ketika sekretaris jenderal partai Hu Yaobang dipecat karena terlalu liberal, Zhao naik ke tampuk pimpinan partai maupun negara. Ia menjadi orang pertama di negerinya.
Demonstrasi mahasiswa di Tian’anmen membawa krisis bagi Zhao. Zhao tidak menghiraukan mahasiswa yang dianggapnya bukan ancaman. Ia tetap bekerja seperti biasa, ia tetap menerima tamu negara Gorbachev, bahkan ia tetap mengadakan lawatan ke Korea utara.
Optimisme Zhao dimanfaatkan oleh kaum konservatif di pusat. Ketika Zhao ke luar negeri, mereka bersidang dan memutuskan Zhao dipecat dengan tuduhan merestui kekacauan di lapangan Tian’anmen. Zhao kembali dari luar negeri, ketika jabatannya sudah hilang. Ia tahu, bahwa demonstran mahasiswa akan ditindak dengan kekerasan, suatu hal yang sangat ditentangnya. Untuk menghindarkan bentrokan, ia datang ke lapangan Tian’anmen, dengan berlinang air mata ia minta mahasiswa untuk mundur. Tapi kaum muda yang penuh semangat tanpa strategi dan tujuan yang jelas, tentu saja tak mau mundur. Akibatnya terdjadi bentrokan berdarah. Bukan saja korban manusia, Zhao harus mendekam di tahanan seumur hidup.
Rupanya sebagian sadar, meskipun Zhao disingkirkan, pekerjaan yang sudah dirintisnya yaitu reformasi harus diteruskan, bila Tiongkok ingin maju. Baik Jiang Zemin, maupun Hu Jintao tidak tunduk kepada tekanan garis keras yang mau menghentikan reformasi. Reformasi bergerak terus, apakah hasilnya akan menjadi landasan kuat bagi persatuan Tiongkok seperti zaman Qin?
Kesamaan dan perbedaan antara kedua reformasi
- Shang Yang mampu mengadakan reformasi, karena dukungan penguasa tertinggi Qin Xiaogong. Ia sendiri diangkat Qin Xiaogong. Zhao Ziyang mampu mengadakan reformasi, karena dukungan orang paling berpengaruh waktu itu Deng Xiaoping. Ia sendiri dipilih Deng Xiaoping.
- Shang Yang dihukum mati setelah pelindungnya Qin Xiaogong meninggal. Zhao Ziyang ditahan seimur hidup setelah pelindungnya Deng Xiaoping meninggal. Tapi Zhao Ziyang dijatuhkan Deng Xiaoping dan tak sempat memperbaikinya, sedang Shang Yang bukan dijatuhkan Qin Xiaogong.
- Pada saat mulai reformasi Qin merupakan negara termiskin di antara 7 negara masa Zhanguo. Ketika reformasi Tiongkok adalah salah satu negara termiskin di dunia, dan ekonomi diambang kehancuran akibat revolusi kebudayaan.
- Shang Yang mulai menyita tanah milik para bangsawan dan pejabat dan membagikannya kepada petani yang menggarap. Zhao Ziyang membagikan tanah yang sudah dikuasa negara kepada para petani.
- Shang Yang mendapat dukungan kuat dan sangat dicintai para petani, tapi dibenci para bangsawan dan pejabat korup. Zhao Ziyang sangat dicintai para petani dan mendapat dukungan rakyat, tapi sangat dibenci kaum konservatif dan orang yang merasa tersaingi. (Ada seboyan para petani yang mengatakan: Kalau ingin makan cari Zhao).
- Reformasi Shang Yang menghasilkan perkembangan ekonomi yang pesat, rakyat makmur, negara kuat. Reformasi Zhao Ziyang menghasilkan perkembangan ekonomi pesat, negara berangsur-angsur menjadi kuat.
- Karena jasanya yang besar Shang Yang dihukum mati. Karena jasanya yang besar, hanya karena menentang digunakan kekerasan pada mahasiswa Zhao Ziyang dikenakan tahanan rumah, yang kemudian ternyata seumur hidup.
- Setelah Shang Yang mati, reformasi jalan terus. Setelah Zhao ditahan, reformasi jalan terus kecuali reformasi politik.
- Hasil reformasi membuat Qin bisa menyatukan Tiongkok. Apakah hasil reformasi akan membuat Tiongkok dapat menyatukan seluruh Tiongkok (termasuk Taiwan)? Lihat ramalan Goh Chok Tong sbb: Goh Chok Tong, waktu itu masih perdana menteri Republik Singapura, pernah mengatakan: “Taiwan pasti bergabung kembali dengan Tiongkok, cepat atau lambat. Cepat, kalau terjadi bentrokan bersenjata, yang hasilnya Taiwan akan menjadi bagian Tiongkok lagi, itu bisa terjadi dalam beberapa tahun yad ini. Lambat, kalau ekonomi Tiongkok mencapai kemajuan dan tak ada jalan lain bagi Taiwan yang harus bergabung kembali. Ini akan terjadi sekitar 30-50 tahun yad. Ini pasti, tak akan ada hasil lain dari masalah (Taiwan) ini. “
- Ketika ditangkap, Shang Yang mampu melawan, karena rakyat, tentara dan petugas reformasi berada di belakangnya. Tapi ia memilih tidak melawan dan menganjurkan pengikutnya untuk tidak melawan. Kalau melawan akan terjadi perang yang akan merusak hasil reformasinya. Ia lebih cinta kemakmuran negaranya daripada jiwanya sendiri. Ketika ditangkap Zhao Ziyang mampu melawan, karena rakyat, para pejabat reformis, mahasiswa dan banyak militer berada di belakangnya. Tapi ia memilih diam, sebab bila melawan akan terjadi perang saudara dan “revolusi kebudayaan” kedua akan terjadi. Tiongkok akan hancur, negara asing akan menggunakan kesempatan mengoyak Tiongkok lagi. Ia lebih cinta negara dan rakyatnya dari pada kebebasan dan nyawa dirinya sendiri.
*
Setuju atau tidak, situasi zaman kedua reformis ini mempunyai persamaan, meskipun situasi dunia pada umumnya sangat jauh berbeda. Apa yang bisa ditarik kesimpulan dari keduanya?
Meskipun kedua reformis besar ini sudah tidak ada di dunia , keduanya tetap adalah orang besar, orang-orang berjasa di mata rakyat. Mereka sama-sama tidak dihargai di negaranya waktu itu, tapi sejarah membuktikan: nama Shang Yang tetap dikenal orang, ia dihargai orang sampai saat ini, setelah hampir tiga ribu tahun berlalu. Apakah Zhao Ziyang akan mengalami nasib yang sama? Apa reformasi yang dirintisnya akan diteruskan sampai Tiongkok kuat? Apakah reformasi politik yang dirintisnya dan dihentikan setelah ia jatuh, pada suatu hari juga akan dilaksanakan di Tiongkok? (Salah satu reformasi politik yang sedang dirintisnya ialah: bagimana mengatasi kelemahan sistem satu partai? Dalam sistem satu partai negara akan kacau balau bila pimpinan partai yang berkuasa membuat kesalahan, contoh Revolusi Kebudayaan, penulis).
Catatan:
1. Ide mengadakan reformasi dan keterbukaan di seluruh Tiongkok datang dari Deng Xiaoping, tapi Zhao Ziyang sudah merintisnya di propinsi Sichuan dan pelaksana utama adalah Zhao Ziyang sampai ia dipecat.
2. Menarik para ahli dari negara mana saja untuk bekerja di suatu negara, asal ia dapat memberi kontribusi, yang sudah dirintis Qin Xiaogong dan Shang Yang hampir tiga tahun lalu, dilakukan Amerika Serikat dan kemudian ditiru Singapore pada zaman modern ini.
(LU, 4 Juni 2005).
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing List Budaya Tionghua