Budaya-Tionghoa.Net | Ketika traktat tidak adil (unequal treaty) berlaku , terjadi suatu gelombang gerakan anti asing yang mana imbasnya adalah kaum misionaris asing menjadi sasaran.[1] Tahun 1852 gerakan anti asing pertama kali tercatat dan makin meluas. Zeng Guofan 曾国藩 (1811-1872) ditugaskan untuk menginvestigasi gerakan anti asing atau anti misionaris asing di Tianjin (Tianjin Massacre-1870) , pada tahun 1872.
|
Ketegangan anti asing di Tianjin ini sudah mulai menjadi bibit sejak tahun 1860 ketika Inggris dan Prancis menguasai Tianjin. Ketika itu Pemerintah Qing selain memerintahkan Zheng Guofan juga memerintahkan pejabat Li dan Pangeran Chun untuk menganalisa kejadian tersebut.
Li dan Pangeran Chun mengatakan melihat kemarahan rakyat terhadap perilaku orang-orang asing itu sudah waktunya Dinasti Qing menghapus perjanjian tidak adil , tapi Zeng Guofan dan Li Hongzhang 李鸿章 (1823-1901) memprotes karena militer dinasti Qing lemah apalagi menghadapi keroyokan negara-negara Barat.
Pada tanggal 18 September , Ding Richang yang menjadi asisten Zeng mengatakan bahwa ,
“missionaris asing kadang menerima para penjahat , orang-orang yang memiliki masalah hukum dan melindungi mereka tanpa mau melihat permasalahan secara jelas.Rakyat jelata akhirnya menjadi korban mereka yang memiliki kekebalan hukum , dipihak lain , pejabat- pejabat kita tidak berani membela rakyat yang ditindas oleh para penjahat dan oknum missionaris asing karena akan berhadapan dengan misionaris asing dan akhirnya berhadapan dengan konsul asing.”
Zeng Guofan pada tahun 1871 berdasarkan pengamatan dan evaluasi meningkatnya gerakan anti asing terutama para misionaris mengajukan usulan peraturan untuk para missionaris asing yang disebut Cuan Jiao Zhang Cheng , yang mana beberapa isinya sebagai berikut :
- Untuk menghindari kesalahpahaman antara missionaris asing dengan rakyat , maka bayi-bayi yang dirawat oleh para missionaris asing sebaiknya bayi dari umat Chinese Kristiani dan harus dilaporkan kepada pejabat setempat.
- Umat wanita jangan masuk gereja, biarawati asing jangan datang untuk menyebarkan agama.
- Para misionaris asing harus menghargai budaya , adat dan kepercayaan masyarakat setempat dan aturan hukum negara
- Para misionaris tidak boleh melindungi , membela serta menyembunyikan para kriminal
- Dalam perselisihan perdata maupun pidana antara umat Kristiani setempat dengan rakyat setempat , missionaris asing jangan membela umat Kristiani tanpa melihat permasalahan lebih jelas , biar hukum negara Qing yang berlaku.
- Jika ada umat Kristiani yang melanggar hukum maka misionaris tidak boleh membela, kalau perlu pelaku kriminal diusir dari gereja
- Untuk menghindari pertentangan masyarakat , maka para misionaris asing jangan sembarangan membangun gereja , membeli atau menyewa tanah , rundingkan dan selidiki dengan pejabat setempat apakah pembangunan itu sesuai dengan Fengshui atau tidak.Juga ajukan permohonan pembangunan kepada rakyat setempat.
- Para misionaris asing jangan melakukan hal-hal yang melanggar hukum dan moralitas , jika melanggar maka harus kembali ke negara asalnya
Ketika usulan ini diajukan kepada perwakilan negara-negara asing , ternyata usulan itu ditolak mentah-mentah. Pada tahun 1892 , ketegangan makin meningkat , Li Hongzhang juga mengajukan usulan peraturan yang ternyata tidak diterima pula. Adapun beberapa usulan-usulan Li Hongzhang sebagai berikut:
- Melarang pihak misionaris asing untuk menghujat agama Confuciusm dan kepercayaan lainnya
- Jika ingin merawat bayi , sebaiknya diselidiki dahulu apakah bayi tersebut hasil penculikan atau bukan , tidak memberi imbalan kepada yang membawa bayi untuk menghindari para penjahat menculik bayi-bayi hanya karena imbalan materi.
- Misionaris asing jangan membela membuta pertengkaran antara umat Kristiani dengan rakyat lainnya tanpa menyelidiki secara jelas.
- Gereja harus membayar pajak, memberikan alamat tempat tinggal yang jelas untuk pendataan.
- Selidik latar belakang para umat yang baru masuk , apakah penipu atau penjahat yang masuk hanya untuk mendapat perlindungan dari pihak misionaris asing.
Pada tahun 1871 dokumen di Zhong Li Ya Men (kantor perdana mentri) menuliskan keluhan pejabat daerah yang harus melaksanakan Perjanjian Tianjin yang mana salah satu isinya adalah mengembalikan kekayaan
Gereja yang pada pemerintahan terdahulu disita. Isinya sebagai berikut:
“…belakangan ini banyak tempat di Tiongkok ada perintah pengembalian kekayaan gereja , mereka (orang asing) semaunya menunjuk rumah atau tempat yang sering kali di klaim milik ex gereja , terutama rumah yang besar dan mewah. Walau ada beberapa yang memang milik ex milik gereja tapi sekarang ada yang menjadi rumah rakyat , ada pula yang memang dahulu sudah dijual oleh pihak gereja tapi dipaksa untuk dikembalikan dan ada yang memang secara nyata bukan ex milik gereja. Semua biaya pembangunan ulang , perbaikan harus ditanggung oleh pemerintah setempat , mereka tidak mengeluarkan sepeserpun, mereka hanya memaksa memerintahkan pengembalian. Bagaimana tindakan mereka tidak membuat rakyat marah ?”
Joseph Gabet (1808-1853) adalah misionaris dari Prancis yang menuliskan kritik terhadap beberapa hal yang dianggapnya tidak benar. Ia menuliskan ,
“…beberapa orang Tiongkok setelah mendapat pendidikan agama dan menjadi pendeta/pater ternyata membuat mereka menjadi orang asing di negrinya sendiri, orang Tiongkok bukan , orang Barat juga bukan. Selain itu missionaris asing tidak menghargai budaya Tionghua, hanya berdasarkan menyelidiki bahasa Mandarin dan berbicara mandarin tapi tidak pernah mau mempelajari budaya setempat. Cara penyebaran mereka tidak akan mendapat hasil yang baik dan kesalahan itu ada ditangan mereka.”
Lebih lanjut lagi ia mengatakan perjanjian/traktat tidak adil yang memasukkan unsur agama tidak akan bisa membuat agama Katolik menancapkan akar dan berkembang , malah akan menyebabkan kebencian rakyat.
“Para missionaris yang merupakan orang asing dan organisasi keagamaannya akan dianggap sebagai kaki tangan para penyerbu. Rakyat yang menentang invasi barat terutama isi perjanjian yang tidak adil akan menganggap para missionaris asing sebagai penjajah itu akan melawan dan menghabiskannya.”
Pada tahun 1848 , Gabet mengusulkan agar orang-orang Tiongkok sendiri yang mengatur urusan keagamaan dan misi penyebaran agama yang mana ditentang habis oleh mereka yang tidak setuju. Bahkan kemudian tulisannya dianggap tulisan terlarang. Ternyata Gabet tidak salah , bentrokanpun terjadi.
Sejak berakhirnya Perang Boxer pada tahun 1901 yang menelan korban sebanyak dua juta orang , terjadi perubahan dalam perkembangan Kristiani di Tiongkok. disini dituliskan beberapa tokohnya. Frederic Vincent Lebbe (1877-1940) datang ke Tiongkok pada tahun 1901 , ia terkejut melihat kekejaman tentara Eropa dan perbuatan semena-mena dimana-mana , ia amat simpati terhadap penderitaan rakyat Tiongkok dan dalam surat kepada kakaknya ,ia menuliskan :
“Tentara Barat setiap melewati suatu daerah pasti terjadi banjir darah , perbuatan itu benar-benar mengerikan”
Lebbe setelah mempelajari sejarah perkembangan Katolik di Tiongkok , ia menuliskan bahwa para misionaris Barat membuat kesalahan dengan membentuk umat Kristiani Tionghua yang menjadi seperti orang Eropa , sedangkan rakyat Tiongkok memiliki budaya, pemikiran , adat yang berbeda. Selain itu ia menambahkan agar gereja berperan untuk meningkat rasa cinta tanah air (berdasarkan kejadian Cheng Du pada tahun 1895) sehingga pandangan bahwa agama Katolik adalah agama Barat yang menjajah itu bisa perlahan-lahan sirna. Pada tahun 1905 , ia menurunkan bendera Perancis dari gereja dan menggantinya dengan bendera kekaisaran dinasti Qing untuk menunjukkan bahwa agama Katolik bukan agama Barat.
Ying Lianzi 英斂之 (1867-1926) seorang penganut agama Katolik pada tahun 1902 bersama- sama dengan Xuan Minying mendirikan koran Dagong Bao. Ia menyuarakan ketidakpuasan atas pengontrolan orang asing terhadap gereja yang ada di Tiongkok. Dan memprotes cara-cara pengajaran agama yang membuat orang Tiongkok tidak seperti orang Tiongkok, juga tidak menjadi orang Barat. Iapun sering menuliskan perilaku oknum missionaris asing yang buruk.
Ma Xiangbo 馬相伯 (pendiri Fudan Daxue) pernah menjadi pater, iapun setuju dengan pendapat Ying Lianzi yang menentang pengontrolan orang asing terhadap gereja bahkan memuji tindakannya yang membongkar keburukan oknum-oknum misionaris asing. Ia berpendapat jika ingin Katolik berkembang , buang dahulu kontrol asing dan buatlah rakyat mengerti bahwa agama Katolik bukan agama penjajah.
Tahun 2000 , Vatican tanpa memikirkan latar belakang permasalahan penyebab terjadinya kekerasan dan anti asing mengangkat beberapa dari mereka yang tewas pada masa kurun waktu antara 1850an hingga
1901 untuk menjadi martir. Ma Lai dan Gregory Grassi termasuk didalamnya. Zhong Guo Tian Zhu Jiao Hui (Persatuan Agama Katolik Tiongkok) menyatakan keberatannya.
Republik Rakyat Tiongkok menulis surat resmi kepada Vatican yang isinya kurang lebih :
“Semua sudah tahu pada masa lampau , beberapa misionaris Katolik pernah menjadi pelaku atau pembantu imperialisme dan kolonialisme yang menyerbu Tiongkok. Sekarang ini beberapa dari mereka diangkat oleh Vatican adalah orang yang melakukan kejahatan baik seksual maupun penjarahan, berbuat sewenang-wenang ,melakukan kejahatan-kejahatan besar terhadap rakyat Tiongkok. Terhadap hal ini Vatican tidak menunjukkan penyesalan bahkan mengangkat mereka menjadi martir, hal ini merupakan serangan terbuka terhadap rakyat Tiongkok, juga merupakan pembalikan fakta imperialisme dan kolonialisme menyerang Tiongkok, penghinaan terhadap patriot-patriot yang melawan infiltrasi asing. Tindakan Vatican ini melukai perasaan dan harga diri rakyat Tiongkok.”
(Xuan Tong)
CATATAN KAKI :
[1] Pasca tahun 1800 , Dinasti Qing memasuki masa suram dan terus didera kekalahan demi kekalahan yang berujung pada perjanjian tidak adil seperti Perjanjian Nanjing (1842) , Perjanjian Aigun (1858) , Perjanjian Tianjin (1858) , Konvensi Peking (1860) , Perjanjian Tianjin dengan Perancis (1861) , Perjanjian Shimonoseki atau Maguan (1895) , Perjanjian Li-Libanov (1896) , Protokol Boxer (1901).
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua 4991