Budaya-Tionghoa.Net | Tarian Barongsai (Lion Dance) sebagai salah satu sumber identitas dan bagian budaya Tionghoa yang penting, telah dikenal di negeri Tiongkok sejak jaman Dinasti Tang atau bahkan dinasti-dinasti yang sebelumnya. Barongsai tidak hanya dimainkan pada perayaan-perayaan atau festival penting dan utama saja seperti pada perayaan ritual Imlek (Spring Festival) dan Cap Go Meh (Lantern Festival), tetapi juga pada upacara-upacara penting lainnya seperti peresmian perkantoran, toko, pusat perbelanjaan, restoran, hotel, rumah, upacara pernikahan, festival budaya, kelenteng dan peristiwa penting lainnya.
|
Barongsai, sebagai simbol dari binatang Singa yang berani, dipercayai memiliki kekuatan mistis dan magis yang dapat mengusir roh atau spirit jahat serta membawa keberuntungan, kemakmuran, kebahagiaan dan kedamaian. Barongsai tidak hanya berfungsi sebagai media seni hiburan saja, tetapi merupakan juga sebuah bentuk spritual dalam mengekspresikan semangat, harapan, optimisme , keberanian dan persatuan.
Singa sebenarnya bukanlah binatang asli dari habitat negeri Tiongkok. Tetapi menurut sejarahnya sejak jaman Han Dinasti (206 BC- 220 AD ), Tiongkok sudah mempunyai hubungan perdagangan, budaya dan diplomatik dengan negara-negara lain di Asia Tengah dan Barat melalui jalur sutera, seperti salah satunya dengan Persia (Dinasti Sasanian).
Dikisahkan duta/utusan atau pedagang dari Persia mengirim atau menghadiahkan beberapa Singa ke Tiongkok, Tiongkok mengagumi binatang tersebut, akhirnya dalam perjalanan waktu, singa diadopsi kedalam tradisi budayanya serta masuk kedalam alam imajinasi rakyat Tiongkok, sehingga citra singa menjadi seperti binatang mistik lainnya seperti naga dan lainnya. Singa sejak itu melambangkan keberanian, kekuatan, kepercayaan diri dan keberuntungan serta menjadi salah satu binatang yang dimuliakan. Sebutan istilah Singa, “Shi” di Tiongkok hampir serupa dengan sebutan “Shir” dalam bahasa Persia, dan “Singh” di India (seperti orang Sikh yang menggunakan nama ini).
Singa sudah sejak 3000 tahun yang lalu di Mesopotamia sudah menjadi simbol kekuasaan dan kepercayaan agama (religious might) demikian juga di Persia dan India yang mendapatkan pengaruh dari Timur Tengah dan Mesopotamia. Pada situs Buddha di Gua Dunhuang, Gansu, ditemukan sebuah brokat yang menampilkan gambar Singa pada kaki Buddha Sakyamuni. Singa juga digunakan sebagai kendaraan Bodhisattva Samantabhadra (Chinese Ornament, Jessica Rowen).
Emblem nasional India (Coat of Arms) juga berupa tugu patung Singa (Lion Capital) yang diadaptasi dari replika patung singa kota Sarnath yang dibangun oleh raja Ashoka (tugu Ashoka) untuk memuliakan Buddha Gautama.
Sarnath dekat Varanasi adalah kota pertama dimana Buddha Gautama untuk pertama kalinya mengajarkan Dharma dan mendirikan Shangha. Patung Singa tugu Ashoka itu dianggap sebagai simbol dari kewibawaan dan pengaruh Buddha yang memancar ke empat penjuru arah mata angin. Jadi Singa dilambangkan sebagai pembela keyakinan Buddha.
Eratnya hubungan antara Singa dengan Buddha dapat dilihat juga pada permainan barongsai dengan hadirnya Buddha kecil (Bilekhud- Dai To Fu) yang wajah bulatnya (topeng) selalu tertawa dan membawa kipas, mendampingi permaianan barongsai dengan melucu, bercanda, mengusik, ngeledek dan menggiring barongsai menuju kearah makanannya (sawi hijau/selada dan angpao), tetapi sekarang sudah jarang dimainkan lagi.
Jadi ditinjau dari sudut sejarah, seperti ajaran Buddha, asal mula Barongsai dan patung Singa sebenarnya adalah sebuah inspirasi budaya dan kepercayaan dari produk interaksi peradaban tinggi (Persia dan India, dll) yang diadaptasi dalam kebudayaan, kepercayaan dan peradaban Tiongkok.
Patung-patung Singa (dari batu atau perunggu) atau anjing Fu yang diletakkan untuk mengawal gerbang masuk objek sebuah bangunan, banyak di jumpai pada bangunan-bangunan sakral seperti vihara, kelenteng, dan jembatan, istana dan gedung perkantoran atau gedung- gedung penting lainnya dan bahkan rumah pribadi sebagai pelindung mspiritual, penolak roh jahat dan pembawa rezeki, seperti patung Singa yang mengawal gerbang Istana Terlarang, di Beijing.
Umumnya patung Singa yang dipasang sebagai pengawal gerbang terdiri dari pasangan Singa jantan dan betina. Yang jantan salah satu kakinya menginjak boa, sedangkan yang betina didampingi seekor anak Singa. Kultus singa ini mulai digunakan dari sebagai emblem suatu negara sampai pada penamaan sebuah kota seperti Singapura (Lion City) dan motif batik (motif barong ada batik Cirebon)..
Kuil Shinto di Jepang juga meletakkan patung Singa sebagai pengawal di depan kuilnya (“Karajishi” hinese Lion), dan dalam upacara ritual religiusnya, tarian “Lion Dance” yang disebut “Shishi Mai” juga dilakukan untuk ritual purifikasi jiwa yang diiringi dengan tambur (taiko), gong dan seruling bambu. Warga biasanyapun ikut bermain tarian singa tersebut.
Cerita legenda tarian Barongsai di Tiongkok sebenarnya mempunyai banyak versi berdasarkan cerita populer rakyat, seperti versi cerita “Nian” (mahluk jahat) yang menteror penduduk di suatu kampung dan hanya gentar terhadap singa, lalu ketika Nian datang lagi kekampung tersebut, maka penduduk kampung tersebut membuat singa- singaan dan memainkannya, diramaikan dengan bunyian seperti tambur, gong, gembreng (cimbal) untuk menakut-nakuti dan mengusir mahluk jahat itu pergi, sesudah mahluk itu pergi maka warga kampung tersebut merayakan kegembiraannya dengan petasan dan kembang api.
Versi lainnya lagi yaitu ketika seorang kaisar dalam perjalanan ke bagian selatan negerinya dan bermimpi buruk dalam tidurnya , karena terpisah dari induk pasukannya dan muncul spirit jahat yang mengganggunya, tiba-tiba muncul sejenis binatang yang membelanya. Ketika sadar dan bangun dari tidurnya sang kaisar bertanya kepada menterinya mengenai jenis binatang apa yang muncul dalam mimpinya, lalu menteri itu menjelaskan kepada kaisar tentang seekor binatang yang berasal dari barat, yaitu Singa yang dimaksud dalam mimpinya.. Sejak itu sang kaisar memerintahkan orang untuk membuat tiruan
binatang yang hampir mirip dalam mimpinya itu, untuk mengusir spirit jahat.
Aliran barongsai
Di Tiongkok terdapat dua jenis aliran utama (genre) barongsai lungwu) yaitu aliran Utara atau disebut juga Beijing-Shi dan aliran Selatan atau Nan-Shi..
Barongsai aliran utara atau kadang-kadang disebut juga Singa Peking, tubuhnya lebih pendek dari barongsai selatan, dan biasanya bermain berpasangan, banyak gerakan akrobatik, lincah , gemar bermain akrobat diatas bola dan pergerakan mulutnya lebih terbatas.Warnanya didominasi kuning kemerah-merahan.
Barongsai jantannya mengenakan pita panjang merah dikepalanya, sedangkan betinanya mengenakan pita panjang hijau. Kepalanya berwarna keemasan, berbulu lebat dan kompak. Kadang-kadang tampil dengan 1 atau 2 anak Singa, sehingga penampilannya seperti suatu
keluarga singa bahagia yang lagi bermain bersama. Barongsai Peking ini biasanya bermain untuk atraksi hiburan seperti bermain di istana kaisar pada jaman dahulunya.
Barongsai Selatan, mempunyai warna yang lebih bervariasi, bertanduk, mata besar, lebih simbolik untuk mengusir roh jahat dan membawa keberuntungan. dan umumnya berasal dari propinsi Guangdong dan Fujian. Aliran ini lebih populer dan dikenal di seluruh dunia, karena diperkenalkan oleh orang Tionghoa perantauan.
Untuk mengusir spirit jahat, maka didepan kepalanya (jidat) dipasang cermin kecil yang memantulkan spirit negatif tersebut, dan ditanduknya diikat sehelai kain merah. Kombinasi keduanya itu dianggap mempunyai kekuatan besar untuk mengusir spirit jahat.
Barongsai aliran Selatan yang dari Guangdong dibagi lagi kedalam dua tipe yaitu barongsai tipe Foshan (Fut Shan) dan tipe Heshan (Hok Shan), disebut dari nama kota pembuatnya. Tipe Foshan bentuk mulutnya melengkung keatas dan kepalanya lebih besar, tanduknya
agak runcing. Tipe Heshan bentuk mulutnya menyerupai mulut bebek, lebih berbulu dan ujung tanduknya bulat melingkar serta badannya lebih pendek dan lebih ringan dari Barongsai Foshan.
Selain itu ada juga barongsai tipe campuran (hybrid) antara Foshan dengan Heshan, yang disebut barongsai Fo-He (Fut-Hok), badannya pendek seperti Barongsai Heshan tetapi mulutnya seperti barongsai Foshan. Dan barongsai yang dianggap lebih senior atau tua biasanya berjanggut lebih panjang dan putih, serta lebih berwarna-warni.
Bahan kain untuk badannya biasanya dibuat dari sutera, tetapi sekarang ada yang menggunakan bahan material baru dan non- tradisionil seperti nylon atau mylar, kadang-kadang digantungi dengan bel-bel kecil. Kepala barongsai-nya dibuat dari bahan-bahan seperti bambu, rotan, kayu, kawat dan kemudian harinya menggunakan fiber, plastk, aluminium dan dibungkus dengan sejenis kertas khusus lalu diberi warna.
Tipe Foshan dianggap tipe tradisionil dan wajahnya garang serta lebih banyak digunakan oleh perguruan Kung Fu dan lebih berat daripada barongsai Heshan, maka dibutuhkan permainan yang lebih bertenaga, stamina tinggi serta gerak kaki teratur dan kuda-kuda yang kokoh, biasanya pemainnya adalah seorang yang biasa berlatih Kung Fu. Tipe barongsai ini popular di Hongkong dan di negara lainnya yang banyak komunitas Tionghoa bermukim seperti di Amerika Serikat.
Tipe Heshan suka disebut juga sebagai tipe kontemporer, gerakannya mendekati gerakan realistis, akrobatis (seperti gerakan barongsai utara). Karena badannya relatif lebih pendek dan ringan daripada barongsai Foshan, maka lebih mudah untuk melakukan gerakan dan lompatan-lompatan diatas tonggak dan biasanya tipe ini lebih populer dipergunakan untuk pemain yang pemula atau untuk kompetisi dan pertandingan barongsai. Umumnya popular di Malaysia dan Singapura.
Barongsai sebagai salah satu media ekspresi seni dan budaya Tionghoa, tak luput dari pengaruh dimensi sejarah juga, yaitu dengan mempersonifikasikan tokoh-tokoh legenda yang berperan dalam cerita populer Sam Kok. Secara tradisional jenis aliran barongsai selatan ini, dibagi dalam 3 tipe kategori umum yang diidentikkan dengan tokoh-tokoh pahlawan Sam Kok atau Tiga Kerajaan (Three Kingdom) yaitu Liu Bei, Guan Yu (Kwan Kong) dan Zhang Fei.
Barongsai warna kuning merepresentasikan Liu Bei sebagai bagian dari tiga bersaudara yang paling senior. Warna kuning (atau emas) adalah warna untuk raja dan Liu Bei adalah raja pertama dari kerajaan Shu-Han. Berwajah kuning, rambut, jenggot dan alis matanya berwarna putih yang melambangkan kematangan emosi dan bijak. Warna badannya mempunyai corak pancawarna, simbol dari lima elemen dan mempunyai tiga mata uang logam/lencana (coin) yang diletakkan pada belakang kepala atau kerahnya, biasanya Barongsai ini dimiliki oleh seorang suhu dari perguruan silat, organisasi atau perkumpulan yang sudah mapan (established).
Barongsai warna merah merepresentasikan Guan Yu (Kwan Kong) sebagai saudara yang kedua, berwajah merah, bulu dan janggut berwarna hitam serta panjang, hidung hijau. Barongsai ini melambangkan keberanian, kesetiaan dan kejujuran Badannya berwarna merah kombinasi dengan warna hitam. Dua mata uang logam/lencana menghiasi belakang kepala
atau kerah leher dan banyak digunakan oleh umum.
Barongsai warna hitam merepresentasikan Zhang Fei yang paling junior. Berwajah hitam dengan bulu serta janggut berwarna hitam dan pendek, hidung berwarna hijau, mata berwarna merah, kupingnya berkerut. Badannya berwarna hitam campur putih atau hitam campur hijau, dan memiliki satu mata uang logam/lencana dikerahnya. Barongsai ini melambangkan emosi tinggi, agresif, garang, berani dan gemar berkelahi, biasanya digunakan oleh perkumpulan-perkumpulan yang masih muda atau baru berdiri.
Selain pembagian tiga tipe kategori umum barongsai ini ada lagi tambahan lain di kemudiannya, yaitu tipe barongsai berwarna hijau yang merepresentasikan Zhao Yun (Chow Yuen), yang sering disebut sebagai saudara yang ke-empat, dan dijuluki Singa Heroik (Han Shi), karena terjun ke medan pertempuran dengan gagah berani untuk menyelamatkan anaknya Liu Bei.
Barongsai berwarna kuning kemerahan dan berbulu putih merepresentasikan Huang Zhong. Dan terakhir barongsai putih, yang merepresentasikan Ma Chao yang maju ke medan pertempuran melawan pasukan Cao Cao untuk membalas dendam atas kematian ayah dan saudaranya dengan mengikatkan kain putih di lengannya, sebagai simbol berduka cita . Barongsai ini secara tradisionil biasanya digunakan untuk upacara pemakaman orang penting, dan lalu dibakar sesudah upacara berakhir.
Tokoh-tokoh cerita sejarah, Guan Yu (Kwan Kong), Zhang Fei, Zhao Yun, Huang Zhong dan Ma Chao, dikenal dalam legenda cerita Sam Kok sebagai “lima macan jenderal “dari kerajaan Shu dan kelima tipe Barongsai yang direpresentasikan oleh lima orang ini melambangkan masing-masing salah satu unsur dari lima elemen warna pokok kehidupan yang dikenal dalam filsafat hidup orang Tionghoa yaitu, Merah (api), Hitam (air), Hijau (kayu), Kuning (tanah) dan Putih
(besi).
Pada perkembangan barongsai kontemporer saat kini, selain barongsai dengan warna-warna tradisionil yang telah disebutkan diatas, muncul tipe barongsai generasi baru dengan inovasi warna baru juga, seperti warna emas, perak, biru dll. Dan tipe barongsai ini sama sekali tidak merepresentasikan figur seorang pahlawan atau tokoh sejarah siapapun dan bebas untuk diinterpretasi. Trend ini dipilih hanya atas dasar pertimbangan estetika saja.
Permainan Barongsai
Permainan barongsai umumnya dapat diperagakan dalam dua gaya yaitu gaya bebas (free style) yang mengimprovisasi sendiri gerakannya, dan satunya lagi adalah gaya yang mengikuti koreografi yang sudah ditentukan sebelumnya, hal ini tergantung dari pilihan dan situasi yang membutuhkannya.
Gaya bebas biasanya digunakan ketika barongsai dalam perjalanan parade meliwati kompleks perumahan atau pertokoan, atau mengunjungi rumah dan toko (Pai) dalam perayaan Imlek. Gaya yang di koreografi dengan urutan gerakan tertentu, umumnya di mainkan pada acara pertunjukan panggung, pertandingan atau acara khusus lainnya.
Permainan Barongsai diiringi selalu dengan tiga alat instrumen yang mendampinginya yaitu tambur (da shi gu), gong (luo) dan gembreng atau cimbal (bo). Disini ada dua metode penggunaan instrumen tersebut, yang satu instrumen musik mengikuti pergerakan Barongsai dan yang lainnya terjadi sebaliknya, yaitu barongsai yang mengikuti irama dan tempo musik. Kedua-duanya dapat digunakan bergantian tergantung pilihan, kesepakatan antara pemain dan situasi.
Umumnya pemain tambur (pemain gong dan cimbal mengikuti pemain tambur) mengikuti irama dan tempo gerakan barongsai, jadi barongsai yang menentukan irama permainan disini dan tambur harus mengikuti dan menyesuaikan irama dan temponya barongsai serta harus siap setiap saat untuk mengantisipasi setiap perubahan gerakan barongsai yang mendadak.
Metode lain adalah sebaliknya yaitu pemain tambur yang merupakan salah satu pemain terpenting dalam permainan barongsai ini, menentukan irama, urutan, tempo, isi, tanda dan pola permainan. Dia harus dapat menguasai lapangan atau area permainan dan dapat berimprovisasi, memberikan panduan, mengantisipasi terhadap situasi yang tidak terduga sebelumnya serta menjaga kekompakan dan keselarasan dari keseluruhan tim.
Pemain barongsai harus bereaksi, mengkordinasikan gerakannya dengan irama tambur, gong dan cimbal, siap antisipasi terhadap perubahan, sehingga permainannya terlihat sebagai kesatuan yang harmonis.
Pemain Barongsai adalah yang terpenting dalam setiap permainan barongsai, dia harus memiliki kemampuan mengekspresikan benda mati agar menjadi hidup, dinamis, dan penuh vitalitas, serta harus dapat mengekspresikan beberapa karakter suasana hati, mud, dan emosi seekor singa, seperti, gembira, marah, angkuh, kecewa, nakal, curiga, mengancam, mabuk, rakus dan ingin tahu.
Selain itu harus menguasai gerakan-gerakan singa seperti cara berdiri, berjalan, mencakar, istirahat, memanjat, berlari, melompat, berguling dan membersihkan kuping dengan kaki, berkedip mata, serta menguasai urutan fase-fase permainan seperti tidur, pembukaan, bermain, mencari sesuatu, makan, penutupan dan tidur kembali. Seperti halnya dengan tarian “Ball Room Dancing”, barongsai juga mempunyai formasi atau figur gerakan tertentu seperti formasi Pakua dan macam- macam gerakan lainnya, tergantung perkumpuan dan alirannya.
Permainan Barongsai pada hakikatnya adalah gabungan antara seni dan keahlian bela diri (Kung Fu), karena dituntut dari seorang pemain untuk memiliki fisik sehat, kuat, reaksi cepat, fleksibel, stamina tinggi, gesit, lincah, dan memiliki kuda-kuda serta otot yang kokoh.
Karena itu banyak perkumpulan barongsai berawal dari perguruan silat Kung Fu. Seorang pemain juga harus menguasai jurus-jurus dasar akrobatik, untuk meloncat, salto, berguling dan menjaga keseimbangan tubuh. Tetapi sekarang banyak perkumpulan barongsai yang didirikan dari perkumpulan seni budaya dan bukan hanya dari perguruan silat saja.
Klimaks dari atraksi permainan barongsai biasanya merebut amplop merah berisi uang atau Angpao (lay see) yang diikat dengan sawi hijau atau selada air (cai qing) yang biasanya digantung antara 4,5 m sampai dengan 6 m diatas permukaan tanah. Dan ini biasanya hanya pemain yang terlatih dapat mencapainya dengan berkerja sama dengan pemain lainnya seperti membentuk sebuah pyramida manusia.
Perebutan Angpao ini sering menjadi objek kompetisi sengit antara perkumpulan sehingga menjadi sebuah atraksi yang menarik bagi para penonton serta dapat menilai barongsai mana yang lebih unggul. Disini reputasi dan keahlian setiap perkumpulan barongsai diuji..
Pada tahun 1950-1960-an, tak jarang suka terjadi persaingan sengit antara perkumpulan Barongsai sehingga sering terjadi bentrokkan fisik antara mereka. Di Hongkong pernah terjadi persaingan dan perkelahian antara perkumpulan sedemikian rupa, sehingga pemerintah Hong Kong mengeluarkan larangan untuk bermain Barongsai ke jalanan, tanpa mendapatkan ijin sebelumnya.
Dalam perkembangannya sekarang, telah diadakan kompetisi dan pertandingan barongsai internasional yang damai antara bangsa, seperti yang telah beberapa kali diselenggarakan di Genting Highlands (Malaysia) hampir setiap tahunnya. Kompetisi ini menilai kemampuan tim-tim Barongsai dari mancanegara untuk merebut titel “World Lion King” yang bertujuan untuk mengangkat standard kemampuan barongsai dari seluruh dunia.
Kreativitas, daya improvisasi, kemampuan akrobatik, keharmonisan, keunikan, tingkat kesulitan, teamwork, keindahan kostum dan pukulan instrumen tambur menjadi kriteria penilaian juri. Salah satu tingkat permainan yang sulit adalah permainan diatas tiang-tiang yang bervariasi ketinggiannya dari 0,8 meter sampai dengan 3 meter, setiap tim Barongsai diberi waktu maksimum 15 menit untuk memperagakan kemampuannya.
Etiket dan kebiasaan umum permainan Barongsai
Barongsai umumnya baru boleh digunakan setelah meliwati ritual pencucian atau pembukaan mata terlebih dahulu (Dian Jing), tujuannya ialah untuk membangkitkan dan mendapatkan restu serta spirit kepada Barongsai baru tersebut. Sesudah ini secarik kain merah diikatkan pada tanduk Barongsai tersebut sebagai lambang dari Singa yang sudah jinak.
Kemudian barongsai perlahan-lahan membuka mulut, menggoyang kuping, dan bangkit, diiringi dengan tambur, gong dan gembreng, lalu memberikan penghormatan tiga kali dengan bungkukan (soja), kemudian membungkuk tiga kali lagi ke arah altar (meja sembahyang) sebelum memulai debut perdananya.
Sebelum dan sesudah main, barongsai harus melakukan ritual penghormatan dengan membungkuk tiga kali. Kalau meliwati vihara dan kelenteng atau rumah abu, barongsai diwajibkan melakukan penghormatan tiga kali dengan membungkuk, untuk penghormatan..
Sekiranya dua barongsai bertemu di jalan dari kelompok berlainan, maka masing-masing memberikan penghormatan dengan tiga bungkukan dan tidak boleh mengangkat kepala lebih tinggi dari yang lainnya, mulut tertutup serta tidak boleh berdiri hanya satu kaki saja dengan
mengangkat kaki yang lainnya. dan kalau bertemu dengan barongsai yang lebih senior, barongsai muda harus merendahkan kepalanya, sebagai tanda penghormatan terhadap barongsai yang lebih senior.
Sebelum masuk atau keluar bangunan, barongsai membungkuk tiga kali memberikan penghormatan lebih dahulu, dan kalau sekiranya didalam bangunan ada meja sembahyang, maka barongsai memberikan penghormatan yang sama terhadap meja sembahyang tersebut.
Masuk atau keluar ke/dari sebuah bangunan, buntut barongsai harus terlebih dahulu yang meliwatinya, lalu kemudian menyusul kepalanya, dan biasanya kaki kiri terlebih dahulu yang melangkah.
Barongsai tua yang meninggal (karena rusak dan sudah lama usianya), secara tradisi dilakukan ritual pembakaran kepalanya, sebagai bentuk pemakaman yang layak.
Perkembangan di Indonesia
Barongsai di Indonesia mulai mendapatkan popularitas dan berkembang ketika organisasi Tiong Hoa Hwe Koan mulai didirikan pada tahun 1900, yang menjadi salah satu pendukung utama dari perkembangan seni budaya Tionghoa di Indonesia. Hampir setiap organisasi Tiong Hoa Hwe Koan diseluruh Indonesia dan perkumpulan silat (Kung Fu) atau seni budaya dan sosial Tionghoa lainnya seperti Hoo Hap, memiliki perkumpulan barongsai sendiri.
Perkumpulan-perkumpulan barongsai ini akhirnya dilarang sama sekali oleh rejim Orde Baru, Suharto sejak tahun 1965 dan dilarang bermain hampir selama tiga dekade, karena setiap ekspresi budaya Tionghoa
dianggap menghambat asimilasi, pembauran atau berpotensi membahayakan kestabilan dan budaya nasional.
Tetapi sejak keruntuhan rejim Suharto dan sejak jaman pemerintahan Gus Dur dan Megawati, maka tarian barongsai sebagai bagian dari kebudayaan Tionghoa diijinkan dan mengalami kebangkitan kembali. Banyak perkumpulan-perkumpulan barongsai baru yang tumbuh di beberapa kota Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini. Bahkan sekarang sudah berdiri organisasi Persatuan Seni dan Olahraga Barongsai Indonesia (Persobarin).
Pemain dan penggemarnya juga tidak terbatas atau eksklusif dari etnis Tionghoa lagi. Warga dari etnis lainnyapun, dan bahkan beberapa kesatuan dari tentara Indonesia (TNI) ikut serta berpartisipasi dalam memeriahkan tarian barongsai ini !
Kebangkitan kembali seni barongsai di Indonesia mendapat sambutan yang menggembirakan dari warga Tionghoa Indonesia. Bukan saja warga etnis Tinghoa Indonesia saja yang dapat menikmati kesenian barongsai ini, warga dari etnis lainnyapun dapat menikmatinya dan bahkan ikut berpartisipasi dalam kegiatan seni tersebut. Seperti halnya dengan barongsai sendiri yang asal usulnya merupakan produk interaksi budaya antar bangsa yang kemudian menjadi bagian dari kebudayaan orang Tionghoa, maka seni barongsai ini diharapkan juga dapat memperkaya khasanah budaya Indonesia.
GOLDEN HORDE
Catatan:
Pada Gathering Milis Budaya Tionghoa baru-baru ini, saya kebetulan berhalangan untuk menghadirinya, karena sedang tidak berada di Jakarta pada waktu itu. Saya yakin dari beberapa laporan yang disampaikan oleh beberapa anggauta milis yang menghadirinya, pertemuan tersebut sangat positif dan informatif. Terutama mengenai pembahasan seni barongsai yang saya sendiri adalah penggemarnya dan ingin sekali mendengarnya pada waktu itu. Tulisan tentang barongsai disini sebenarnya telah lama ditulis tetapi baru sekarang baru dapat dikirim. Saya kira karena barongsai sebagai bagian dari budaya Tionghoa, maka saya akan meyambutnya dengan baik kalau sekiranya ada pendapat yang berbeda dari sudut pengalaman dan pandangan yang berlainan, akhirnya juga untuk menambah pengetahuan kita tentang budaya Tionghoa.
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa