Kata Sambutan Asvi Warman Adam
Bedah Buku Renungan Seorang Patriot Indonesia, Siauw Giok Tjhan
22 Mei 2010
Sebelum Belanda masuk, tidak ada masalah Tionghoa di Indonesia, antara pendatang Tionghoa dan penduduk setempat hubungannya baik-baik dan aman-aman saja. Lalu kemudian, baru ada masalah Tionghoa kiri dan kanan. Sebenarnya histories kiri dan kanan hanyalah masalah tempat duduk di Parlemen di bagian kiri dan bagian kanan saja. Tapi di Indonesia, satu saat bisa menjadi masalah hidup dan mati. Karena begitu dianggap kiri, tidak berhak hidup di Indonesia. Sekalipun kiri di Indonesia sebetulnya juga tidak jelas posisinya, ada PKI yang jelas kiri, ada Partai Sosialis yang ternyata, terbagi menjadi yang diwakili Amir Syarifuddin dianggap Sosialis kiri sedang yang diwakili Syahrir sebagai sosialis-kanan. Ada lagi Murba yang dibilang kanan dan Partai Buruh yang kiri.
|
Saya hanya akan membahas 2 aspek saja dalam masalah yang disinggung juga dalam buku-SGT ini, pertama Razia Sukiman dan kedua G30S.
Pada bulan Agustus 1951 terjadi Razia Agustus, kabinet waktu itu dipimpin oleh Sukiman dari Masyumi dan Suwirjo dari PNI, yang biasa dibilang kabinet Su-Su. Kabinet Su-Su ini menandatangani perjanjian Pertahanan dengan Amerika dan karena AS ketika itu sedang menghadapi Perang di Korea, suasana Perang Dingin dengan sendirinya juga termanifestasi di Indonesia. Kabinet Su-Su untuk membuktikan dirinya anti komunis, mereka menangkap sekitar lebih 2000 orang yang dianggap komunis dan kiri. Penangkapan ketika itu banyak terjadi kekeliruan, kesalahan menangkap. Misalnya terjadi penangkapan atas diri Abdulah Aidit yang ayah DN AIdit. Abdullah Aidit ini adalah seorang dari fraksi Masyumi, hanya karena sama-sama Aidit kena tangkap juga.
Terjadi juga penangkap atas diri Sutan Syahrir sekalipun dari Partai Sosialis, tapi dia itu tergolong Sosialis-kanan. Ketika itu, penangkapan juga terjadi atas diri Ang Yan Gwan pendiri Suratkabar Sin Po dan Siauw Giok Tjhan. Dan ketika diinterogasi, yang menjadi pertanyaan “Dimana saat Peristiwa Madiun September 1948â€. Sama pertanyaan yang diajukan pada tawanan saat G30S, “Dimana keberadaan saat 30 Sept. 1965â€, menurut John Roosa, penulis Buku Pembunuhan Massal G30S, yang baru dilarang itu. Patut juga diteliti lebih lanjut, Kabinet Su-Su untuk melakukan penangkapan ketika itu, dibuat satu alasan. Aksi penyerbuan sekelompok pemuda berkaos “Palu-Arit†pada kantor Polisi di Tanjung Periuk, inilah yang dibuat alasan untuk menangkapi orang saat Razia Agustus itu.
Kemudian Razia Agustus juga menangkap Liem Koen Hian, seorang tokoh Tionghoa yang mendirikan Partai Tionghoa Indonesia, yang sebetulnya memperjuangkan Tionghoa untuk menjadi Indonesia. Tapi akibat dari penangkapan atas dirinya itu, dia minta bantuan Mr. Achmad Subardjo, Menteri Luar Negeri ketika itu. Achmad Subardjo yang di masa revolusi Agustus banyak dibantu Liem Koen Hian, tapi ternyata tidak memberikan pertolongan saat keluarganya datang minta bantuan. Penangkapan yang dilakukan Pemerintah terhadap Liem Koen Hian ini, membuat kekecewaan yang sangat berat. Tidak bisa diterima Liem Koen Hian, Pemerintah yang dia ikut akitif memperjuangkannya, justru menangkap dirinya dan akhirnya Liem melepaskan kewarganegaraan Indonesia untuk menjadi warganegara China. Sangat mengenaskan, karena seorang pejuang patriot yang lama berjuang untuk kemerdekaan dan berjuang agar Tionghoa menjadi Indonesia, akhirnya disakiti dengan kekecewaan berat jadi menolak kewarganegaraan RI menjadi warganegara RRC.
Cerita lain yang juga menarik, dalam penangkapan 2 bulan atas diri pak Siauw ketika itu, beliau sakit mata dan dirawat di RS Yang Sheng Yi, RS Husada sekarang. Dan sakit matanya itu harus menjalani operasi mata yang dilakukan oleh dr. Sie Boen Lian. Jadi Pak Siauw ketika memang betul-betul sakit, tidak seperti kebiasaan setelah zaman Soeharto sampai sekarang, orang kalau ditahan dalam pemeriksaan jadi sakit. Dan setelah ditahan 2 bulan pak Siauw dari rumah sakit tidak kembali ke penjara, karena diubah statusnya menjadi tahanan rumah.
Nah, dalam status masih tahanan rumah, pak Siauw disatu hari menghadiri Sidang DPR untuk ikut mendengar laporan PM Sukiman. Kebetulan didepan pintu DPR, pak Siauw bertemu dengan PM Sukiman, sambil bersalaman, PM Sukiman menanyakan bagaimana operasi mata pak Siauw. Pak Siauw memberikan penjelasan seperlunya, melanjutkan bahwa malam itu karena ingin mendengar laporan PM, jadi melanggar ketentuan dimana dirinya masih dalam status Tahanan-rumah. Karena pak Jaksa Agung juga berada disitu, PM Sukiman kemudian juga menegaskan, bahwa kehadiran pak Siauw di Sidang DPR malam itu atas ijin-nya. Baru esok paginya, pak Siauw kedatangan kurir yang menyampaikan surat keputusan Jaksa, perubahan status tahanan-rumah menjadi tahanan kota, berlaku surut dari kemarin.
Kemudian masalah kedua, peristiwa Gerakan 30 September, dimana pak Siauw namanya dicantumkan dalam 45 anggota Dewan Revolusi. Sebagaimana kita ketahui, akhirnya pak Siauw harus meringkuk dalam tahanan selama 12 tahun, sedang BAPERKI termasuk organisasi yang dibubarkan dan Universitas BAPERKI yang kemudian menjadi Universistas Res Publica juga sempat dirusak dan dibakar, …
Pak Siauw selama dalam penjara menjadi ilmuwan sosial, mewawancarai berbagai tahanan dan melakukan analisa sekitar peristiwa G30S. Catatan-catatan, tulisan kumpulan cerita yang didapatkan pak Siauw dalam penjara Salemba, RTM dan Nirbaya dari wawancara para tahanan disitu, ternyata menjadi bahan dasar dari tulisan John Roosa dalam bukunya “Pembunuhan Massal G30Sâ€. Karena catatan-catatan dan cerita-cerita dari percakapan para tahanan yang diwawancarai itu merupakan bahan yang lengkap dan meyakinkan, mengungkap banyak hal, termasuk Biro Khusus siapa saja yang berperan disitu. Dan menurut saya, buku John Roosa “Pembunuhan Massal G30S†ini merupakan buku versi terakhir masalah G30S yang paling sahih dan ternyata buku ini dilandasi oleh catatan yang ditulis oleh pak Siauw Giok Tjhan dari cerita-cerita hasil wawancara selama ditahanan.
Kemudian saya di awal bulan ini menghadiri satu konperensi Internasional tentang masalah Overseas Chinese di Singapore yang membicarakan masalah Tionghoa, Chinese overseas yang berada diseluruh dunia. Ada orang yang membahas masalah Tionghoa Islam di Indonesia, dari Wali Songo sampai Antonio Safei dengan ekonomi Syariat-nya, juga ada yang menulis masalah Anton Medan dengan ekonomi spanduknya. Ada juga yang menulis masalah di Rembang, bagaimana Klenteng berubah menjadi Vihara dimasa Orba, tapi kemudian berubah lagi menjadi Klenteng pasca Orba. Dibahas juga disitu bagaimana hubungan Tionghoa dengan gereja Kristen dan Pantekosta, juga tidak terlepas dari hubungan bisnis. Dibahas juga kegiatan-kegiatan ritual Tionghoa seperti di Singkawang, misalnya. Tapi sayang tidak ada yang membahas dan menulis masalah Tionghoa yang terkait sehubungan dengan BAPERKI seperti dalam buku SGT ini.
Sebagai penutup, saya ingin mengajukan pertanyaan, “Salahkan orang Indonesia menjadi kiri? Lebih konkrit lagi salahkan orang Tionghoa Indonesia menjadi orang kiri?†Rasa-rasanya jawabannya sudah ada dalam buku ini.
Sekian terima kasih.
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua 54252