Budaya-Tionghoa.Net | Salah satu bentuk kesenian moderen adalah komik alias cergam (cerita bergambar). Sayang sekali sekarang komik Indonesia mengalami ‘mati suri’, belum lahir lagi komikus-komikus seperti pada 25 tahun silam. Lihat di toko buku-toko buku, rak-rak dipenuhi manga (komik Jepang), terjemahan komik Mandarin (Hong Kong-Singapura) serta alihbasa komik superhero Amerika.
|
Aku sendiri adalah penikmat komik sejak usia tiga tahun. Sempat mengenyam masa keemasan komik Indonesia pada era medio tahun 1960-an sampai dengan medio 1980-an.
Pada masa itu, tersohor nama Lima Pendekar Komik Nomor Satu dari ibukota. Mereka adalah lima serangkai: Ganes Th., Jan, Zaldy, Sim dan Hans. Tahukah Anda kalau empat dari lima besar itu adalah etnis Tionghoa? Hanya Jan satu-satunya yang bukan. Sebenarnya ia berasal dari Jogjakarta, hanya kemudian hijrah dan angkat nama di Jakarta.
Lima sahabatku itu sekarang empat di antaranya telah almarhum – semoga mereka semua diterima di sisiNya sesuai amal ibadah masing-masing – tersisa satu-satunya yang masih sehat walafiat, Hans. Tulisan ini sekilas kenangan untuk mereka.
GANES TH.
Legenda dunia komik Indonesia dengan karya legendarisnya, Si Buta dari Goa Hantu. Menurutnya, bukan menjiplak film Zato Ichi, si pendekar pemijat buta dari Jepang, melainkan dari film koboi buta Italia yang dibintangi Cameron Mitchell, The Blind Gunfighter.
Sebagian besar karyanya berlatar belakang Betawi tempo doeloe seperti: Tuan Tanah Kedawung, Jampang, Taufan, dan Reo Anak Serigala (murid si Buta).
Ganes bukan cuma berkiprah di dunia komik tapi juga menerobos dunia film dengan menulis skenario merangkap penata kostum. Hampir semua komiknya telah difilmkan. Bahkan sebelum tutup usia masih mendukung pembuatan serial sinetron Si Buta dari Goa Hantu dan Reo Anak Serigala untuk teve.
JAN
Komikus yang paling western style. Memakai nama lengkap Jan Mintaraga. Coretannya selevel komikus-komikus kelas satu Amerika. Karya monumentalnya, Sebuah Noda Hitam. Hakekatnya lebih tepat disebut Novel-Komik karena kebagusan cerita dan coretannya.
Ketika komik roman menyurut, beralih bikin komik silat (pada dasarnya Jan adalah penggemar berat cersilnya Chin Yung) seperti Pendekar Kelelawar dan serial superhero Halilintar.
Menjelang meninggal masih bekerja di Dunia Fantasi, Ancol, memimpin pelukisan wahana Rama dan Shinta era futuristic.
ZALDY
Lengkapnya memakai nama Zaldy Armendaris. Coretannya sangat disukai muda-mudi zamannya karena gambar cowonya ganteng-ganteng dan cewenya cantik-cantik. Kebetulan abang kandungnya, Hadi Purwanta, adalah seorang penerbit.
Komiknya, Setitik Air Mata Buat Peter difilmkan Rapi Film (produksi perdananya) dengan judul Air Mata Kekasih (1971) yang dibintangi pasangan Suzzanna-Budi Schwarzkrone.
Sampai akhir hayat tetap membujang, tak pernah menikah, kemungkinan karena pernah mengalami patah hati di masa remajanya (?!).
SIM
Sim adalah she (marga) dari komikus bernama Sim Kim Toh ini. Ganti nama jadi Simon Iskandar. Pernah menjadi guru menggambar di SMA kawasan Kebun Jeruk, Mangga Besar, sebelum bikin komik-komik samurai Jepang (pengaruh Akira Kurosawa?!). Kemudian beralih jadi komikus spesialis roman remaja.
Karyanya paling terkenal, Buku Harian Monita, diangkat dari film drama Hong Kong laris. Kiblatnya memang pada film-film Mandarin, tak heran kalau gambar tokoh-tokohnya mirip profil Lily Ho, Li Ching, Ching Li dan Ling Yun (bintang-bintang top Shaw Brothers era 1970-an).
Setelah masa keemasan komik memudar beralih menjadi illustrator untuk sejumlah majalah dan wartawan film sampai tarikan nafas terakhirnya. Meninggalkan isterinya dengan seorang puteri dan dua putera.
HANS
Menuliskan nama lengkapnya Hans Djaladara. Komik silat monumentalnya, Pandji Tengkorak. Berlanjut ke Walet Merah dan Si Rase Terbang. Terus terang kisah Pandu Wilantara alias pendekar Pandji Tengkorak menurutku diilhami cersilnya Liang Yu-hen, Perjodohan Busur Kumala (tokohnya si pendekar gembel Kim Si-ih), dipadukan dengan Django-nya Franco Nero (koboi spaghetti Italia) yang berkelana sambil menyeret peti mati istrinya.
Ketika kejayaan komik menyurut, Hans memboyong keluarganya meninggalkan Jakarta untuk mukim di Kebumen, Jawa Tengah. Baru belakangan kembali ke Jakarta.
Menurutku coretannya lebih indah dibanding karya Tony Wong (komikus Hong Kong yang kondang lewat serial Tiger Wong) atau Wee Tian Beng (komikus Singapura).
Sampai tiga kali merevisi komik legendarisnya, Panji Tengkorak, namun sulit mengembalikan kejayaan masa mudanya. Sekarang Hans menjadi pelukis kanvas, antara karyanya yang apik adalah lukisan Pasar Pisang.
Selain Lima Besar di atas, dari Jakarta masih bisa ditambahkan nama-nama:
Leo (alias Oen Tiong Ho yang kemudian ganti nama jadi Untung Purwono) dengan komik-komik lucunya seperti Dul Cepot, Tong Gembrot dll.
Tony Gamelia (epigon Zaldy yang kelak justru melukis lebih bagus), Djoni Andrean, Fashen, Anda Suhendra, Man (Mansyur Daman), Jeffry, Riy, dan Floren.
Dari Bandung: Gerdi WK, U. Sjahbudin (serial Pendekar Bambu Kuning), Har (Harnaeni Hamdan) dan Bram (Bramantyo) (serial Laba-Laba Merah).
Semarang: Indri Soedono (Dagelan Petruk-Gareng)
Jogjakarta: Wid NS (serial Godam) dan HASMI (serial Gundala cs).
Cirebon: Djair Warni (serial Jaka Sembung)
Tegal: Rio Purbaya
Purwokerto: Budiyanto (Angling Darma)
Surabaya: Teguh Santosa (serial Sandhora, Mat Pelor, Mat Romeo)
Sebelumnya dari Medan ada nama-nama besar: Zam Nuldyn (setelah pencerahannya patut dinobatkan sebagai Empu Komik yang sejajar dengan komikus-komikus klasik dari China zaman dulu. Lihat karya-karyanya yang menakjubkan seperti: Kecak Mandai, Paluh Hantu dan Dewi Krakatau), Taguan Hardjo, Bazar Sy. dan Djas.
Tulisan ini akan berlanjut dengan Pendekar2 Komik Tionghoa era sebelumnya, dari tahun 1930 sampai dengan 1950-an.
Salam, Yan Widjaja
Arsip No 14162 , Agustus 2005
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua