Budaya-Tionghoa.Net| Saya jadi tertarik untuk ikut memperbincangkan masalah judi dalam budaya Tionghoa. Dimana judi tidak disinggung dalam budaya Tionghoa sebagai hal yang negatif, sepertinya boleh-boleh saja, … Lalu, bagaimana seharusnya kita melihat masalah ini?
|
Pada saat Tionghoa melangsungkan pesta perkawinan atau upacara kematian, saya perhatikan seringkali disediakan meja-meja Maciok, memberi kesempatan orang untuk berjudi. Dalam pengertian sebagai hiburan melewatkan waktu untuk mengadu peruntungan, orang tidak jadi bangkrut karena kalah juga tidak jadi kaya-raya karena menang. Tentu berjudi tidak salah sebatas hiburan untuk melewatkan waktu, berriang-gembira-lah. Jangan gunakan permainan Maciok itu sebagai ajang untuk menjadi kaya, atau mengejar kembali kekalahan yang terjadi bahkan sampai hutang-piutang. Setiap orang diuji untuk menguasai diri untuk berhenti tepat pada waktunya dimeja judi, tidak meluncur untuk mengejar kemenangan terus juga tidak sebaliknya mengejar kekalahan yang terjadi.
Jadi, … judi yang dilakukan besar-besaran diluar kemampuan dirinya itulah yang tidak seharusnya dilakukan, yang harus dihindari. Tak salah banyak orang menyatakan, judi pangkal segala kejahatan. DIanggapnya semua orang tidak pandai menguasai diri, mudah keranjingan dan sulit menguasai diri didepan meja judi. Orang akan tertindih oleh hutang-hutang yang tak terkirakan, terjerumus oleh lintah-darat yang memberikan hutang untuk berjudi, … akhirnya nyawapun direnggut.
Sementara orang menyatakan tergila-gilanya seseorang dimeja judi adalah sejenis penyakit, penyakit-jiwa dan bukan budaya. Misalnya kasus yang menimpa seorang ibu meninggalkan 2 anak dibawah umur dirumah sendirian untuk berjudi yang baru-baru ini terjadi di HK. Ibu penjudi ini meninggalkan 2 anak, yang besar 7 tahun yang kecil 4 tahun dirumah, dengan hanya meninggalkan 200 dollar saja yang dititipkan tetangganya. Dia sendiri ke Macau untuk berjudi selama seminggu. Suami yang seorang pelaut itu pulang melihat 2 anaknya kelaparan ditinggal istrinya dirumah, mengadukan ke polisi. Akhirnya istrinya diganjar masuk penjara 2 minggu melanggar hukum penganiayaan pada anak-anak, dan harus mengikuti pendidikan sakit-jiwa penjudi, …
Saya-pun dengar, judi dalam pengertian sebagai pengumpul dana untuk diserahkan lebih dahulu pada seseorang yang menang lotre, sejenis six-mark di HK ini, bisa disamakan deengan arisan. Memberikan “harapan” pada setiap pembeli lotre untuk diserahkan pada orang-orang yang bernasib untung saat itu, … termasuk judi, judi yang diperkenankan. Setiap orang diuji menguasai diri dalam membeli lotre itu sebatas kemampuan diri sendiri, dan jangan sampai terkena sakit-jiwa judi. Juga dalam masalah main kuda yang marak di HK sini, seminggu sampai 2 kali dan selalu dipenuhi orang-orang HK, bahkan dikalangan lapisan rendah. Sekalipun saya tidak tergolong orang yang bisa dan mengerti beli kuda, tapi saya perhatikan mereka-mereka yang tidak tergolong kaya itu, seringkali saya lihat termasuk orang-orang yang berani membanting ribuan dollar sekali beli untuk six-mark atau kuda yang dianggap akan menang hari itu. Padahal itu sudah hampir seminggu gaji mereka, kan. Dan, … tentunya lebih banyak kemungkinan kalahnya dari menangnya. Tapi, itulah “harapan” yang ditaruhkan pada hari itu oleh mereka untuk merubah hidupnya.
Saya tidak jelas, apakah jenis-jenis permainan demikian itu, termasuk berjudi yang dilarang Islam? Tapi tidak dalam budaya Tionghoa. Dan, … ada yang menyatakan, sumber pemasukan pemerintah HK sejak jaman koloni dulu, hampir 1/3 pemasukan Pemerintah HK dari judi itu, artinya dari Joky-club HK yang menangani six-mark dan balap-kuda. Menarik juga untuk dipikirkan dan dipertimbangkan, bagaiaman seharusnya bersikap dalam masalah judi ini.
Salam,
ChanCT
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa