Budaya-Tionghoa.Net| Pada 16 April, 2008, melalui pos-udara aku menerima sebuah buku, kiriman sahabatku dari Paris, Umar Said. Gembiranya hatiku. Ini realisasi janjinya padaku sebelumnya. Suatu ketika Umar Said menilpun aku. Dia cerita bahwa ia menerima 3 buah buku tulisan Han Suyin tentang biografi Zhou Enlai dari Jusuf Isak, pemimpin Hasta Mitra, yang meluncurkan buku tsb di Indonesia bulan Maret 2008. Menurut Hasta Mitra, buku Biografi Zhou Enlai, edisi Indonesia, diluncurkan dalam bulan Maret pada tahun itu, adalah berkenaan dengan memperingati ulangtahun ke-110 hari kelahirannya pada tanggal 05 Maret 110 tahun yang lalu.
|
Hasta Mitra dalam keterangannya mengenai Edisi Istimewa ini (Penerjemah Harsutejo), menulis bahwa Zhou Enlai, adalah seorang politikus yang berkarakter, pemimpin teladan yang steril sebersih-bersihnya dari korupsi dan kepentingan diri sendiri. Sepanjang usianya ia berbakti
tanpa pamrih bagi kebebasan rakyat Tiongkok dan pembangunan Persatuan dan Kesatuan Tiongkok Baru yang Sosialis.
Judul edisi pertama bahasa Inggris (1994), ialah ‘Eldest Son, the Making of Modern China, 1898 – 1976’. Edisi Taiwan, 1995. Sedangkan aslinya terbit dalam bahasa Tionghoa di Beiijing (1992), berjudul ‘Zhou Enlai yu Tade Shiji, 1898 – 1976’.
Hampir dua dekade sejak wafatnya Zhou Enlai , seorang negarawan kaliber dunia , PM Tiongkok , terjadilah banjir penerbitan buku dan puisi mengenai Zhou (Han Suyin) |
* * *
Tentu orang bertanya: Lalu, bagaimana saling hubungannya Umar Said, Jusuf Isak dan Hasta Mitra, dan sampainya buku tsb ditanganku beberapa hari yang lalu. Begini: Rupanya Umar Said, adalah ‘kompanyon’ Hasta Mitra di Paris/Eropah. Maka ketika Hasta Mitra sedang mengusahakan persetujuan penulis Han Suyin untuk menerbitkan edisi Indonesia, Umar Said diminta untuk menemui Han Suyin di tempat kediamannya di Lausanne, Swis. Berangkatlah Umar Said dan istrinya Ninon, berkunjung ke Han Suyin. Dan misinya sukses!
Umar Said bercerita mengenai pertemuannya dengan penulis kaliber internasional Han Suyin. Cerita Umar Said itu masuk di LAMPIRAN II buku Han Suyin tsb, atas nama Umar Said, Hasta Mitra – Paris. Makanya, begitu buku selesai dicetak dan diluncurkan, Jusuf Isak – bayangkan per pos udara – mengirimkan tiga eks ke Paris. Satu diantaranya diberikannya kepadaku.
Ini bukan tanpa kelanjutannya. Ada buntutnya juga. Aku lalu diminta untuk menulis sedikit mengenai peluncuran buku biografi Zhou Enlai tsb. Tambah lagi: Supaya menanyakan kepada sahabat-sahabat yang ingin memiliki buku tsb silakan mencatatkan namanya kepadaku.
Kufikir, nama Han Suyin sudah begitu terkenal dan tenar sebagai penulis sejarah, politik dan biografi dua pemimpin besar Tiongkok, Mao Dzedong dan Zhou Enlai, apa masih perlu lagi ada semacam resensi? Dan untuk membuat semacam resensi terhadap buku novelis, sejarawan cendekiawan Han Suyin, yang tebalnya 489 halaman, rasanya sulit sekali.
Dalam buku tsb didepan terdapat ‘Pengantar Edisi Indonesia’ oleh penerbit Hasta Mitra, Jusuf Isak; Epilog Penerbit dan surat terima kasih Han Suyin kepada semua fihak yang membantunya.
Di sini kusarankan pembaca untuk dengan terfokus membaca Kata Pengantar dan Epilog yang ditulis oleh Jusuf Isak, pemimpin penerbit HASTA MITRA.
Di situ Jusuf mengangkat a.l yang terpenting segi KEMANDIRIAN tokoh Zhou Enlai, kemandirian Mao Dzedong, sebagai pimpinan Partai Komunis Tiongkok dan pemimpin revolusi dan negara Tiongiok Baru, dalam perjuangan, dalam menghadapi pelbagai masalah politik dalam negeri dan internasional. Jusuf Isak kemudian menulis tentang pemimpin nasion dan revolusi Indonesia, Bung Karno, yang selalu berpegung teguh serta mengajarkan pentingnya prinsip MANDIRI dan KEMANDIRIAN, dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme, dalam membangun suatu Indonesia yang adil dan makmur.
Tulisanku ini, tak lain tak bukan, sekadar untuk menggugah pembaca supaya membaca sendiri buku Han Suyin mengenai Zhou Enlai tsb.
* * *
Barangkali ada baiknya untuk membaca apa yang ditulis Han Suyin pada akhir bukunya, untuk memperoleh gambaran bagaimana penulis Han Suyin memandang Zhou Enlai:
(Kutip) — Han Suyin: ‘Hampir dua dekade setelah wafatnya Zhou Enlai pada tahun 1976, seorang negarawan keliber dunia, PM Tiongkok,terjadilah banjir penerbitan buku-buku, dan puisi yang membicarakan pribadi Zhou (edisi Inggris, 1994 – HM).
‘Ratusan orang setanah-air yang pernah bertemu Zhou, pernah bekerjasama dengannya, pernah merasakan daya tarik magis kepribadiannya, mereka semua merasa sangat terpengaruh oleh pemimpin Tiongkok berkharisma itu. Jutaan pelajar yang belum pernah mengenalnya membicarakan tokoh ini sebagai negarawan paling terhormat, penuh pengabdian kepada rakyat sepanjang sejarah Tiongkok. Kecintaan tulus, rasa kagum dan hormat terhadap tokoh ini sebagai ‘yang tersayang’, menyebabkan menulis buku biografi tentang dirinya menjadi pekerjaan cukup sulit.
‘Saya sendiri berusaha menemukan berbagai kekurangannya, dan juga menuliskannya. Tetapi, di Tiongkok, mengungkap kekurangan Zhou malah justru dianggap bukti betapa besar perhatian Zhou Enlai pada orang lain, betapa besar kesediaannya melihat sudut-pandang orang lain, betapa ia mempercayai orang lain’…..(kutipan selesai).
Buku Han Suyin mengenai Zhou ini terdiri dari Lima Bagian:
Bagian Pertama (1898-1924), yang dimulai masa kanak-kanak dan pemuda Zhou , dan pengembaraan ke Eropah – Dari Komintern sampai Kuomintang;
Begian Kedua (1924-1935) Tentang Tugas dan Cinta sampai Long March, tiba di Yenan.;
Bagian Ketiga (1935-1949) Diplomasi Zhou menghadapi Chiang Kaishek sampai Proklamasi RRT; Bagian Keempat (1949-1966) Perang Korea sampai Perang Vietnam dan Bom Atom Tiongkok, dan Bagian Kelima ( 1966-1978). Dari Revolusi Kebudayaan sampai komplotan Gang of Four, perlawanan Zhou dan berakhir dengan meninggalnya Zhou Enlai.
* * *
Dengan segala kerendahan hati sebagai sejarawan tanpa titel <karena studi dan profesi Han Suyin aslinya adalah di bidang kesehatan. Han Suyin bertahun-tahun berpraktek sebagai dokter di HK), Han Suyin, menulis sbb:
‘Menulis biografi mendiang Zhou Enlai, sungguh rumit. Mengisahkan riwayat hidup apa adanya, perilaku dan wasasan pemikirannya, semangat dan emosinya, berat sekali dikerjakan hanya dalam beberapa ratus halaman. Bagi orang-orang baratpun, menulis biografi orang besar ini menjadi tantantangan yang nyaris tidak terkerjakan.
‘Mengenai aktivitas sepanjang hidupnya, mau tak mau musuh-musuh politiknya pun serba memujinya. Itulah sebabnya bagi para penerbit barat menerbitkan biografi Zhou Enlain menjadi sangat sulit. Zhou Ehlai seorang politikus masyhur, kaliber dunia. Bukan saja kecerdasannya melebihi orang lain, dia kaya dan pemikat, mempersona dan mengesankan. Keberaniannya luar biasa, dan juga samasekali tidak mementingkan diri sendiri sedikitpun. Dia membaktikan segenap jiwa-raganya, mempersembahkan semua yang dimiliki kepada nusa dan bangsa. Orang macam ini susah ditemukan dalam dunia politik masa kini’
‘Sekarang sejarawan barat suka sekali mencari-cari kesalahan orang-orang tersohor, apalagi komunis seperti Zhou Enlai. Selalu ada diantara mereka bertanya kepada saya: “Han Suyin, menurut anda, Zhou Enlai selalu adil dan jujur, tidak lemah dan tidak penakut. Apakah dia sedikit pun tidak punya kejelekan?” Saya sulit menjelaskan pada orang barat, mengapa Zhou Enlai setitik debu pun tidak bernoda, dan sama sekali tidak akan membusuk.’
‘Seperti kita semua tahu, banyak orang ternama di dunia barat (juga di Indonesia – Ed HM), mempunyai kelemahan tidak sedikit, bahkan ada kalanya sangat egois dan keji. Mencoba mengorek-ngorek borok orang bermartabat tinggi seperti Zhou Enlai di tahun-tahun belakangan ini rupanya sudah menjadi sangat umum.
Sebagai seorang sejarawan yang berusaha obyektif dalam penulisan Zhou Enlai, Han Suyin segera menambahkan:
‘Tentu saja seorang penulis biografi tidak bisa dan tidak boleh menjadikan tokohnya seorang nabi, memuji-muji doang tanpa ada kritik. Sang tokoh boleh adil, jujur, tidak kena suap, bergelimang sukses dalam perjuangan yang heroik, tidak-tunduk hebat dan cemerlang, namun penulis harus juga menunjukkan kelemahan, cacat dan kesalahan sang tokoh.
‘Gambaran kelewat melebihi kenyataan, biografi yang penuh serba puji-puji seperti itu merupakan biografi yang tidak bagus, mesti dibuang jauh-jauh kata-kata indah gemerlapan. Biarlah masyarakat dengan obyektif menarik kesimpulannya sendiri’.
Kemudian Han Suyin tak luput mengeritik sementara penulis Tiongkok. Tulis Han Suyin: ‘Sangat disayangkan di Tiongkok, dalam menulis biografi selalu ada semacam kecondongan ‘melukis ular manambah kaki’. Terlalu berkelebihan mengobral kata pujaan. Hasilnya malah sebaliknya, bukan saja mengurangi kepercayaan umum terhadap biografi, tetapi malahan membikin pembaca tidak mengenal tokoh yang mau diperkenalkan’.
Baik dibaca juga bagaimana tokoh Zhou Enlai dan kata-katanya telah mengubah pandangan dan jalan hidup Han Suyin:
‘Dalam buku saya yang lain, pernah dengan terbuka saya tulis tentang pertemuan pertama kali saya dengan Zhou Enlai bersama istrinya, Deng Ying Chao, perempuan yang sangat saya hormati. Ketika itu tahun 1956, saya berbicara dua jam dengan Zhou; dan pembicaraan pertama kali itu mengubah perjalanan hidup saya untuk seterusnya. . .
‘Kesan saya yang paling mendalam adalah ketika Zhou Enlai berkata bahwa pandangan kita boleh berbeda, malah ia lebih suka pandangan yang berbeda. Zhou mengetahui, dunia ini beraneka ragam, ada berbagai pandangan yang tidak sama. Dia terima baik pemikiran yang berbeda dengannya, karena dia mengerti sekali melalui perdebatan, otak manusia barulah terasah menjadi lebih tajam. Sampai hari ini bila mengingat Zhou Enlai, mengingat suasana pertemuan-pertemuan kami, saya merasa sangat sedih dan menggigil mendengar berita duka dia meninggal. Itulah saat paling menyedihkan dalam hidup saya, bahkan melebihi pedih saat ayah saya meninggal dunia.’
Segera lagi Han Suyin bicara sebagai sejarawan yang berusaha berkepala dingin:
‘Namun, penulis biografi harus bisa mengendalikan perasaan sendiri. Kelewat terbawa perasaan pribadi, dapat mempengaruhi biografi yang digarapnya. Dalam buku ini saya sudah kesampingkan perasaan pribadi. Yang saya tulis adalah kenyataan – hanya kenyataan. Hal ini saya tekankan karena masih ada satu sebab lain penting mengapa saya menulis biografi Zhou Enlai secara realistis, yaitu harapan saya agar pemuda Tiongkok kenal dan mendalami pribadi Zhou Enlai.
* * *
Harapan Han Suyin dengan penulisan bukunya mengenai biografi Zhou Enlai? Sebagai berikut:
Buku ini merupakan kenangan dan penyataan kekaguman pribadi saya terhadap seorang tokoh besar. Saya percaya kebesaran Zhou Enlai akan abadi selalu, saya harap buku ini berperan sebagai ‘melempar batu – mendapat giok’. Saya merasa seharusnya semua sekolah di Tiongkok harus mengajar riwayat hidup Zhou Enlai, karena beliau telah membangun sejarah revolusi Tiongkok dan pembebasan Tiongkok yang cemerlang. (Han Suyin, 1994).
* * *
Harapan Han Suyin agar generasi muda Tiongkok, diberikan pelajaran mengenai riwayat Zhou Enlai, bahwa hal itu dilaksanakan di Tiongkok, itu kusaksikan sendiri.
Pada musim semi tahun 1998, bersama isteriku Murti, kami berkunjung lagi ke Tiongkok atas undangan Chinese Association for Friendship With Foreign Countries, sesudah 10 tahun meninggalkan Tiongkok pindah ke Eropah. Saat itu pas di Beijing sedang berlangsung PAMERAN 100 TAHUN ZHOU ENLAI. Begitu lengkap dan menarik untuk disaksikan penyelenggaraan Pameran 100^th Zhou Enlai. Tanpa ditanya lebih dulu, kami ajukan kepada tuanrumah yang mengundang kami ketika itu untuk berkunjung ke Pameran 100^th Zhou Enlai.
Pameran tsb setiap hari penuh-sesak dikunjungi dari pagi sampai malam hari, oleh rakyat Tiongkok tua dan muda, yang dari Beijing maupun dari kota-kota dan provinsi serta daerah lain di Tiongkok. Begitu juga para perantau Tionghoa yang datang berkunjung ke Tiongkok. Berduyun-duyun mengunjungi pameran tsb.
Kami meninggalkan Pameran 100^th Zhou Enlai, dengan kesan yang amat mendalam mengenai tokoh pejuang dan pemimpin besar Tiongkok, Zhou Enlai.
Namun, kunjungan kami ke Pameran 100^th Zhou Enlai di Beijing tempohari, dan beberapa buku yang telah kubaca mengenai Zhou Enlai, sedikitpun tidak mempengaruhi keinginan untuk membaca biografi yang ditulis oleh Han Suyin tentang Zhou Enlai.
* * *
Ibrahim Isa, 32367
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghoa