Budaya-Tionghoa.Net| Beberapa tahun lalu , istilah hotel tiba-tiba menjadi istilah yang ramai dibicarakan. Dari pernyataan seorang wakil presiden, istilah ini tiba-tiba mendapat sorotan negatif. Bicara mengenai hotel, sebenarnya kita juga bicara tentang budaya perjalanan dan budaya perantauan. Hotel adalah tempat penting bagi semua orang yang suka melakukan perjalanan. Bagi orang normal, hotel adalah tempat singah sementara. Seharusnya tidak banyak orang yang senang ber-lama-lama tinggal di hotel. Semua lebih kerasan tinggal di rumah sendiri.
|
Namun, seringkali, keadaan bicara lain. Demi pekerjaan, banyak orang terpaksa harus merantau meninggalkan kampung halaman, untuk tinggal di kota atau negeri yang baru, mereka harus cari tempat tingal baru. Pada awalnya, kebanyakan dari perantau ini belum bisa beli rumah sendiri, mereka akan mencari pondokan atau menyewa rumah. Sebenarnya rumah sementara ini juga merupakan “hotel” dalam arti luas.
Bicara mengenai hotel sebenarnya kita juga berbicara mengenai budaya perjalanan dan perantauan |
Kita sebenarnya bisa melihat, di semua tempat di dunia, para pendatang ini banyak yang mencapai sukses, mereka rata-rata memiliki kedudukannya sosial yang lebih baik dibanding rata2 penduduk asli. Mengapa? Karena mereka umumnya bekerja lebih keras dibanding penduduk asli yang sudah mapan. Tanpa bekerja keras, mereka terancam akan kehilangan hak tinggal di tempat baru. karena uang untuk membayar pondokanpun sewaktu-waktu akan terancam.
Sejalan dengan waktu, para pendatang baru yang sukses akan membeli rumah permanen, anak-anak mereka yang lahir di rumah baru tak lagi merasakan budaya hotel. Mental mereka akan perlahan berubah seperti penduduk asli kota itu. Dengan cepat, mereka akan mendapat tantangan dari pendatang yang baru.
Jadi sebenarnya kita harus memandang secara positif “ Budaya Hotel” ini, kita justru harus mendorong seluruh masyarakat menghidupkan mental “Tinggal di hotel”. Karena dengan ini, mereka akan selalu merasa dikejar waktu, harus bekerja seefisien mungkin, agar tidak percuma membayar biaya sewa kamar. Perasaan tak aman ini akan meningkatkan daya juang, berlainan jika tinggal di rumah sendiri, mau santai-santai saja juga tidak apa-apa, toh juga gratis.
Keberhasilan para perantau ini bukan hanya keberhasilan individu, karena sumbangan tenaga mereka, tempat merka bekerjapun akan ikut menikmati hasilnya. Banyak contoh negeri-negro yang maju karena sumbangan tenaga dan pemikiran segar para pendatang yang baru ini.
Banyak sudah contoh negeri Perantau yang sukses, seperti Amerika, Australia, Singapura, Hongkong. Sebuah negeri yang menutup diri tehadap pendatang akan mengalami kemandegan ekonomi. Maka pemerintah yang baik justru harus berpikir keras, bagaimana berupaya mendatangkan perantau yang bekwalitas. Pemerintah sebagai “Pemilik hotel besar” pun harus berdaya upaya supaya tamunya kerasan tingal di hotel mereka.
Ada juga yang penting diingat, bangsa yang berpikiran maju tidak hanya sibuk berpikir bagaimana menarik tamu tinggal di hotel mereka. Pemerintah yang maju juga harus berani mendorong penduduknya sendiri untuk terbiasa dengan “ budaya hotel”, doronglah warga kita untuk berani keluar kandang, ber-bondong2lah menjadi perantau di negeri orang.
Biarkanlah pemuda kita mondok di hotel orang, baik untuk menuntut ilmu atau bekerja. Dengan merantau di negeri orang, mereka akan lebih sukses dibanding di negeri sendiri, dan akan cepat menyerap kemajuan2 dunia baru. Ujungnya, ini akan membawa manfaat bila dibawa pulang ke negeri asal.
Mungkin banyak dari para perantau ini yang memutuskan tidak pulang, dan menetap permanent di negeri orang, kitapun tidak usah takut kehilangan mereka. Bila suatu saat keadaan di negeri sendiri menjadi kondusif, mereka akan berduyun-duyun pulang, menyumbangkan tenaga, pemikiran maupun modal.
Contoh yang nyata adalah peranan Tionghoa perantau lama pada awal reformasi ekonomi di Tiongkok, dan kiprah Tionghoa perantau baru berpendidikan tinggi, bagi kemajuan industri informasi di Tiongkok saat ini.
Bicara tentang hotel, saya juga ingat novelis kontemporer kita Iwan Simatupang, yang melahirkan karya2nya dari sebuah kamar hotel, yang bernama Hotel Salak di Bogor. Rasanya, tinggal di hotel selain memacu semangat juang, juga dapat memacu kreativitas. Jadi, mengapa kita tidak mempromosikan “Budaya Hotel” ? kita sebaiknya justru menghimbau : “ Anggaplah Indonesia sebagai sebuah hotel besar !”
Bila seluruh masyarakat Indonesia berani memandang Indonesia adalah sebuah Hotel Besar, pemerintah yang mengelola negeri ini akan dipaksa bekerja lebih professional. Mengukur prestasi seorang pimpinan hotel pasti lebih mudah dibandingkan seorang pengelola kawasan perumahan. Bila pengelolaan sebuah lingkungan perumahan memburuk, penduduk hanya bisa mengeluh, mereka toh tidak bisa cabut se-waktu-waktu.
Lain dengan mengelola sebuah hotel, bila manager hotel tak bisa memanage hotel dengan baik, sehingga tamunya tidak nyaman, pasti banyak tamu yang cepat pindah hotel. Dalam hal ini dia sama sekali tak dapat menyalahkan tamunya mengapa tidak mencintai hotelnya. Bila kondisi hotelnya makin sepi, sudah saatnya manager hotelnya diganti! Sudah saatnya, para pemimpin negeri ini memiliki mental “ Manager Hotel”
Salam,
Zhou Fy
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa
Photo Credit : The Grand Hotel – Taiwan, taiwanho.com