Photo : Lo Chia Bio – by Ardian Cangianto
Budaya-Tionghoa.Net| Kelenteng Lo Chia Bio atau Nezha Miao 哪吒廟 adalah sebuah kelenteng yang lebih bercorak Taoist dengan dewa utamanya adalah Li Lo Chia ( Li Nezha) 李哪吒, seorang tokoh hero dalam novel Hong Sin Yan Gi / Fengshen Yanyi 封神演義 (yang diterjemahkan sebagai Creation of the Gods dan Investiture of the Gods) yang terkenal itu.
|
Kelenteng ini dibangun sekitar akhir tahun 1950-an (PCMIIW, saya lupa tahunnya!) oleh sekelompok warga Manado yang bermukim di Jakarta. Dari mulai gubuk sederhana yang kalau hujan becek karena bocor di sana-sini, kelenteng ini sudah mengalami beberapa kali pemugaran, hingga kini berkembang menjadi bangunan yang cukup megah di Jalan Duri I, Cibunar, Roxy, Jakarta Pusat.
Seperti kita semua maklum, karena pada zaman Orde Baru semua kelenteng (di Jakarta dan Jawa Barat khususnya) “harus mengubah diri” menjadi vihara, maka namanya pun berubah menjadi Vihara Bodhi Dharma. Bodhidharma sebenarnya adalah Phouthe Tatmo / Puti Damo 菩提達摩 (?-535), seorang bhiksu India yang menjadi cikal-bakal aliran Sian / Chan / Zen 禪宗 di Tiongkok. Bodhidharma pada tahun 527 Masehi tiba di Vihara Siau Lim Si / Shaolinsi 少林寺 di gunung Siong San / Songshan 嵩 山, Tenghong/Dengfeng 登封, Holam/Henan 河南, Tiongkok. Di Indonesia, utamanya di kalangan perguruan silat dan penggemar cerita silat umumnya, beliau lebih dikenal sebagai Tatmo Cousu / Damo Zushi 達摩祖師 (Leluhur Dharma), pendiri aliran silat Siau Lim Phai / Shaolinpai 少林 派. Imagenya bisa kita lihat di altar belakang kiri Kelenteng Kim Tek Ie / Jindeyuan 金德院 di Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat.
Kelenteng ini terkenal dengan ritual Cap Gou Meh 十五暝 /Yuan Xiao 元宵 -nya dan jasa pengobatan yang diberikan para Dewa melalui para medium yang dikenal sebagai kitong 乩童 (atau tangsin 童身, tangki 童乩, tangci 童子, ada beberapa istilah) setiap tanggal 1 dan 15 imlek, serta hari-hari peringatan ulangtahun para dewa.
Sebagai kelentengfavorit warga Manado di Jakarta, maka ritual di kelenteng ini pun tak terpisahkan dari ritual serupa di ibukota Sulawesi Utara ini, yang berpusat di Kelenteng Besar Ban Hing Kiong / Wanxinggong 萬興宮 di Kampung Cina, Manado. Kelenteng Ban Hing Kiong yang saya maksud itu mungkin sama dengan yang tuan rumahnya Ma Co Po Thian Siang Seng Bou, The Queen of Heaven. Setahu saya, di kota Manado ada tiga kelenteng: Kelenteng “Basar” Ban Hing Kiong 萬興宮, Kelenteng Lo Chia Kiong 哪吒宮 dan Kelenteng Koan Te Kiong 關帝宮 . Terus- terang, saya sendiri sebenarnya belum pernah ke sana; saya hanya mendengar informasi ini dari “tamang-tamang” di Lo Chia Bio.
Terus, dalam upacara-upacara besar macam Cap Gou Meh dan Kau-Kau 九九 (singkatan Kau Gwe Che Kau 九月初九, tanggal sembilan bulan sembilan imlek, yakni hari kebesaran Lo Chia), umat yang turut serta melakukan ritual berseragam putih-putih, memukul tambur tangan (“batoki’) serta melepaskan alas kaki, setelah sebelumnya bervegetarian.
Dalam perarakan mengusung para Dewa―disebut Gotong Tapikong (dari kata Toapehkong 大伯公)―khas Manado ini, dalam keadaan in trance para kitong turut serta naik dan berdiri di atas kayu penggotong kio/jiao 轎, namun tetap dalam posisi dibelakang para Dewa, sambil melakukan berbagai ritual pembersihan lingkungan sekitar dari roh-roh jahat serta hantu-jejadian-reriwa yang mengganggu kehidupan manusia. Rute prosesi Cap Gou Meh Kelenteng Lo Chia Bio ini setiap tahun adalah dari Duri I keluar ke Jembatan Lima ― Roxy ― Cideng Barat ― Gang Ketapang ― kembali ke Duri I.
Kiongchiu/gongshou,
DK
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa