Budaya-Tionghoa.Net | Bingung juga membedakan seseorang itu Tionghoa Totok atau Babah (keturunan). Ada yang berpendapat bahwa totok adalah yg masih tembak langsung, sedangkan yang keturunan adalah mereka yang lahir di sini. Di samping itu ada juga rekan2 yang berpatokan pada bahasa (budaya) sebagai ukuran untuk membedakan seseorang totok atau peranakan, yang masih berbahasa Tionghoa (baik Mandarin maupun dialek) dikelompokkan sebagai totok, yang sudah tidak berbahasa Tionghoa adalah keturunan. Begitu juga, yang masih menjalankan tradisi Tionghoa tergolong sebagai totok, sebaliknya yang sudah lupa dengan tradisi Tionghoa adalah peranakan.
|
Namun, ukuran itu ternyata ambigu juga. Karena bahasa Tionghoa yang digunakan sehari-hari sudah banyak tercampur atau terbaur dengan kosa kata lokal, sebagaimana ditunjuk oleh rekan Hen Yung, bahwa walau masih berbahasa Tionghoa, tapi masyarakat Tionghoa di Melaka menggunakan sapaan kekerabatan Auntie dan Uncle, begitu juga dengan masyakarakat Tionghoa di Kalimantan Barat, walau berbahasa Hakka (khek) dan Tio ciu, dalam percakapan sehari-hari mereka sering terselip kata-kata seperti TAK KAN (tidak akan). SA BUN (soap) dll.
Demikian pun halnya dengan tradisi dan budaya, yang disinyalir sebagai tradisi Tionghoa ternyata tidak 100% murni Tionghoa, sudah banyak beradaptasi dengan tradisi lokal, beberpa contoh misalnya upacara perkawinan Cio Tao, musik Gambang Kromong, masakan dan penganan dll, dst. sudah banyak unsur lokal yang terserp di dalamnya.
Namun, dalam keseharian acap terdengar juga dialog-dialog seperti berikut ini : “Si A itu biarpun kedua orang-tuanya masih “impor” tapi sepertinya masih kurang totok dibanding sama si B yang punya nenek Pribumi ya, buktinya dia udah kaga mau Tiam Hio lagi di rumah, sedangkan si B biar darah campuran masih rajin ke kelentreng?” atau “Walau bisa bahasa Mandarin, tapi si C sepertinya masih kalah totok sama si D yang walau gak bisa Mandarin tapi masih jalanin tradisi Tionghoa”
Nah, istilah-istilah “Kurang Totok” dan “Kalah Totok” dalam dialog di atas menunjukkan bahwa paradigma “TOTOK” dan “PERANAKAN” bukanlah kategori-kategori mutlak yang menuntut ketegasan Hitam-putih dengan menarik garis demarkasi tegas antara ini dan itu (This or That), tetapi sebuah fenomena yang bergradasi antara kutub yang satu (Totok) dan kutub yg satu lagi (Peranakan).
Terdapat banyak varian dan derivat di antrara kedua kutub itu. Contoh varian-varian itu sudah sering ditunjuk orang dengan tegas bahwa Tionghoa Indonesia kalah totok ketimbang Tionghoa Malaysia; dan di antara Tionghoa Indonesia sendiri juga ada gradasinya, misalnya Tionghoa Medan atau Tiongha Kalbar lebih totok daripada Tionghoa di Jawa. Juga dalam tataran pribadi-pribadi orang per seorangan juga bisa dibedakan gradasi ketotokannya seperti yang ditunjukkan lewat dialog di atas tadi.
Lantas, pertanyaannya adalah apa yg dijadikan tolak ukur untuk memberikan vonis seperti di atas? Sekali lagi, tolok ukurnya adalah budaya (yang di dalamnya termasuk bahasa, tradisi, kepercayaan etc ) sebagaimana yang sudah diperdebatkan dengan hangat oleh rekan-rekan di sini. Tapi bukan cuma itu, persis sebagaimana yang diungkapkan beberapa rekan sudah sebutkan, kalau ukurannya adalah bahasa (budaya) maka bisa-bisa mereka yang tidak berdarah Tionghoa namun fasih berbahasa Mandarin menjadi lebih totok daripada yang masih berdarah Tionghoa tapi (karena sebab-sebab tertntu) tak lagi berbudaya dan berbahasa Tionghoa!!??
Untuk keluar dari kebingungan itu, ada sebuah teori yang menerangkan bahwa etnisitas seseorang ditentukan oleh 4 faktor, yakni BIOLOGIS, KULTURAL, SELF IDENTIFICATION dan ACCEPTABILITY.
BIOLOGIS : Salah satu faktor (dan yang utama) menentukan etnis seseorang adalah dari orang-tua beretnis apa dia dilahirkan.
KULTURAL:faktor lain yang tak kalah pentingnya seseorang dikategorikan ke dalam sebuah kelompok etnis adalah “Seberapa banyak warisan budaya leluhur yang terinternalisasi ke dalam jiwanya”. Ini harus dibedakan dengan mereka yang non Tionghoa tetapi lewat belajar mampu menguasai budaya dan fasih berbahasa Tionghoa,namun belum tentu menjiwai dan melaksanakan warisan tradisi leluhur.
SELF IDENTIFICATION: faktor Self Identification ini juga tak kalah pentingnya untuk menentukan etnisitas seseorang. Faktor ini erat kaitannya dengan faktor Kultural di atas, semakin banyak warisan budya leluhur Tionghoa yang terserap di dalam dirinya, semakin kuat kehendaknya untuk mengidentifikasikan diri sebagai orang Tionghoa yang merupakan sebuah loyalitas sosial yang disatukan lewat memori kolektif tentang budaya, tradisi, pola2 sosial mereka.
ACCEPTABILITY : Seberapa tinggi akseptabilitas (penerimaan) kelompok etnis kepadanya seseorang mengidentifikaan diri juga merupakan salah satu faktor penentu etnisitas.
Nah, apa bedanya Tionghoa Totok dan Tionghoa Peranakan? Bagaimana membedakannya? Sekedar ditentukan dari kelahirannya sajakah? Atau sekedar karena kefasihan bahasa Tiongnhoanya saja kah?
Budaya-Tionghoa.Net | Facebook Group Budaya Tionghoa