Tanya : Dear All, Saya ingin tahu kenapa zaman dulu orang meninggal perlu diratapi, bahkan orang kaya menyewa orang-orang hanya untuk meratapi keluarganya yang meninggal? Apakah artinya / tujuannya? Terima kasih, (She Ing)
Jawab : Meratap untuk orang yang meninggal adalah soal biasa. Pada jaman dahulu dimana sering keluarga yang berduka “menyewa” peratap professional. Kalau menurut pendapat masyarakat Tionghoa waktu dulu , jikalau tidak ada yang meratap , yang meninggal terkesan kurang dicintai . Ini hanya untuk memberikan suasana yang sesuai dengan adanya anggota keluarga yang meninggal – that is all ! Anggota keluarga mana yang bisa 24 jam menangis melulu ? Mereka juga harus mengurus acara duka dan sebagainya ?
Tradisi lama yang sudah tidak sesuai atau tidak bermanfaat memang banyak yang sudah ditinggalkan, tapi di Singapura ada hal yang sangat menarik. Kalau dulu upacara orang meninggal atau waktu pemberangkatan jenazah ke makan selalu diiringi musik sedih atau musik yang bersifat keagamaan, sekarang sering (tidak selalu), diiringi lagu kesenangan almarhum(ah) ketika masih hidup. Tentu saja yang muncul adalah lagunya Teresa Teng atau Deng Liqun, penyanyi paling populer untuk generasi tua. Akibatnya suasana tidak sedih tapi relax.
Sebenarnya kalau mau ditelusuri, memang ada maksud tertentu untuk dunia lain. Kita tahu bahwa upacara pemakaman orang Tionghua penuh dengan berbagai tatacara. Semua ini bergantung dengan kepercayaan bahwa bila tidak dilaksanakan dengan baik akan menyusahkan ybs di dunia lain, dan itu berarti anak turunannya tidak berbakti.
Dalam hal urusan menangis, yang saya baca, ada pendapat bahwa kalau tangisannya tidak seru, berarti turunannya tidak berbakti jadi di dunia sana malah ybs akan jadi bahan tertawaan. Makanya kenapa ada yang dibayar untuk datang menangis, biar mahluk-mahluk halus di dunia sana ikut mendengar dan tidak menertawakan yang meninggal.
Acara menangis ini biasanya pada awal dan akhir rentetan acara sejak seorang dalam keluarga meninggal. Dalam perkembangan sejarah, muncul berbagai nyanyian duka menangisi orang mati. Karena masa kecil saya sebagian besar orang Tionghua di kampung saya belum berpindah agama jadi sering juga melihat acara menangis sambil menyebutkan kebaikan yang meninggal ini. Tetapi setelah tahun 65, banyak orang Tionghua berpindah agama , acara menangis beginian tidak begitu kentara lagi.
Dalam konteks budaya serta pemikiran Confuciusm , anak atau keluarga yang ditinggalkan itu harus menunjukkan rasa bakti serta rasa kehilangan dengan berbagai macam cara , misalnya dengan menangisi , mengenakan pakaian berkabung Xiao Fu, mengenakan pita tanda berkabung Dai Xiao , bahkan jaman dahulu kadang sang anak membangun gubuk disamping kuburan orang tuanya dan tinggal disana selama 3 tahun, dengan tidak memakan yang enak-enak , hidup sederhana , berpakaian kasar. Meratapi hanya salah satu cara diatas.
Andreas Mihardja , Liang U , Aris Tanone , Xuan Tong
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa