Budaya-Tionghoa.Net |Namanya mungkin tidak setenar naga, harimau, atau rubah. Namun siapa bilang kucing tidak eksis dalam budaya China. Tulisan ini akan berusaha mengupas berbagai dongeng & mitos yang berhubungan dengan kucing di Tiongkok kuno.
ASAL USUL KUCING (VERSI 1)
BUAH HATI SANG MACAN
Nun jauh diabad nan silam. Tersebutlah suatu masa dimana manusia & hewan hidup berdampingan dengan harmonis. Sayangya kedamaian ini terusik oleh satu mahluk yang tidak pernah bisa diajak kompromi. Merekalah tikus; si kecil hitam, jelek, & anarkis, yang suka merusak apapun yang dilihatnya. Bila jumlahnya hanya 1-2 ekor, tentu manusia tak akan direpotkannya. Sialnya tikus-tikus biadab ini justru dapat beranak pinak dengan cepat sekali.
Dari hari ke hari keganasan mereka makin menjadi-jadi. Ketika warga sedang senang-senangnya menanti padi yang mulai menguning. Esoknya sawah mereka sudah porak-poranda diserbu kawanan tikus. Belum lagi kebiasaan mereka yang suka merusak perabotan rumah tangga & mengambil makanan tanpa seijin pemiliknya. Memang sih hewan pengerat ini tidak bisa disebut mencuri. Karena toh mereka menggantinya dengan ”sesuatu”. Tapi masalahnya, siapa juga yang rela bila makanan lezat mereka dibarter dengan..seonggok tahi tikus ?!
Karena sudah tak tahan lagi dengan gangguan bandit-bandit cilik itu, warga akhirnya memutuskan untuk meminta petunjuk pada para dewa. Mereka lalu membangun sebuah altar sembahyangan di depan tangga langit yang menghubungkan dunia dewa dengan dunia manusia.
Selang setengah jam setelah asap dupa membubung & doa-doa dipanjatkan, turunlah seorang dewa tua kehadapan mereka. Pemimpin upacarapun buru-buru memimpin umatnya untuk memberi penghormatan.
”Aiyaa, apa ga salah nih kalian memanggilku jauh-jauh datang kemari hanya untuk menangkap tikus? Tikus kan kecil & lemah. Jadi masa sih kalian tak bisa mengatasinya sendiri ?” gerutu Sang Dewa kesal setelah tahu alasannya dipanggil, ”Sudah lebih baik kubantu kalian menghabiskan kue-kue yg di meja itu saja yah!”
”Bukan begitu dewa. Tikus memang kecil, tapi gerakannya gesit sekali. Jadi tidak pernah bisa kami tangkap” , kata pemimpin upacara menerangkan duduk masalahnya.
Sambil terus mengamati kue2 yang ada dimeja, dewa tua menjawab, “Oh, kalau begitu kenapa kalian tak memelihara kucing saja?”
Sumber gambar : http://www.inkdancechinesepaintings.com/cat/picture/4533002.jpg
“Maaf dewa, tapi omong-omong Guo Jing itu siapa ya?” celetuk seorang kakek spontan.
’Hush! K-U-C-I-N-G, bukan Guo Jing!”
“O iya itu maksudnya, k-u-c-i-n-g itu sebenarnya siapa yah?”
Sang dewa mengerutkan kening mendengarnya. ”Kucing itu ya…kucing. Itu lho yang betuk & suaranya mirip kucing! Haish jangan-jangan kalian mau mengerjaiku lagi. Masa sih kalian tidak tahu apa itu kucing?!”
Semua yang hadir disitu berpandang-pandangan dengan wajah bingung. Maklum mereka memang belum pernah mendengar & apalagi melihat yang namanya kucing. Akhirnya dengan memberanikan diri pemimpin upacara bertanya, “Lalu di manakah kiranya kami bisa menemukan yang namanya kucing itu?”
“Hmm.. di langit sebenarnya kami memiliki kucing, sayang tak mungkin kami pinjamkan pada kalian…” mata sang dewa menerawang seperti sedang memikirkan sesuatu. Kemudian dia melanjutkan, ”Atau begini saja! Kucing ini paling mirip bentuknya dengan macan. Jadi coba kalian konsultasikan saja dengan macan. Menurut perhitunganku dia punya solusinya” Seusai berucap, Si Dewa tua langsung melayang ke angkasa. Meninggalkan warga yang spontan bersujud mengiringi kepergiannya.
Singkat cerita, terpilihlah sepasang muda-mudi bernama A Lai & A Mei yang akan mewakili warga untuk menemui macan. Setelah melewati perjalanan panjang melintasi hutan & ngarai, akhirnya sampailah mereka di sarang harimau. ”Hrrrmm nyaem nyaem! Kebetulan perutku sedang keroncongan. Eh, malah ada daging empuk yang datang kemari” sapa sang raja rimba bengis, seraya memamerkan taringya yang runcing. Melihat kedua tamunya yang pucat pasi, tiba2 hewan itu malah tertawa, ”Huahahaha gitu aja kok takut, aku kan cuma bercanda. Sudah sekarang katakan apa tujuan kalian datang kemari?”
Dengan tergagap A Lai menyaut ”Ngg..b-b-beg-beg-beg-beg-beg.…”, ”(tuuuuur)” . Karena saking takutnya sampai-sampai dia tak bisa melanjutkan kalimatnya & malah pipis dicelana. A Mei geleng2 kepala dengan tingkah kawannya. Diapun ganti angkat bicara ”Beg-begini tuan macan, kedatangan kami kemari adalah ingin minta petunjuk untuk menemukan kucing.”
”Memangnya untuk apa kalian mencari kucing?”
”Untuk memberantas tikus-tikus laknat yang tak henti-hentinya menggangu ketentraman desa kami. Oh tolong ya tuan macan… Kami benar-benar sudah bo-hwat (puyeng) menghadapi tikus2 yang bo cheng-li (ga tau diri) itu. Sekarang hanya kaulah satu2nya harapan kami…. ” , pinta si nona dengan mata berkaca-kaca.
Macan mengamati kedua orang di hadapannya. Biarpun tatapan matanya bengis, namun dalam hati ia prihatin sekali melihat tubuh kedua tamunya yang kurus kering. Raja rimba itu kemudian mengangkat cakarnya seolah hendak melakukan sesuatu, tapi diurungkannya lagi. Dengan lirih dia berkata, ”Aku paham kesulitan kalian, tapi kenapa pula kalian harus meminta bantuanku? Apa tidak sebaiknya kalian minta petunjuk dewa saja?”
”Kami sudah minta petunjuk dewa. Tapi beliau malah menganjurkan kami meminta bantuanmu”
”Baiklah…kalau itu memang sudah kehendak dewa, apalah dayaku untuk menolaknya” , ujarnya lirih. Dari suaranya, kelihatan sekali dia menyimpan kebimbangan yg amat besar dihatinya. Tiba2 saja, ”BLESH!” macan menghujamkan cakarnya dengan sekuat tenaga ke dadanya sendiri. Darahpun langsung memuncrat deras memerahkan perut & dadanya … Namun walau tubuhnya gemetaran menahan sakit, dia terus melesakkan tanggannya, mengorek-orek seolah sedang mencari sesuatu. Sampai ahirnya… , ”BROOOL” macan mencabut sesuatu dari dalam tubuhnya diiringi lolongan panjang yang amat memilukan.
Sang raja rimbapun limbung & roboh ketanah.. ”I-i-inilah..ku-kucing y-yangg kalian c-cari” rintihnya lemah sambil mengulurkan sesuatu.
Mata muda-mudi didepannya terbelalak menyadari benda yg masih berlumuran darah itu sebagai hati harimau. Biarpun sangsi apa benar benda ini bisa mengusir tikus, namun mereka tak berani bertanya2 lagi. A Lai & A Meipun cepat-cepat berkowtow mengucapkan terimakasih pada sang macan.
Dalam perjalanan pulang, A Mei merasakan bungkusan yang berisi hati macan seperti begerak-gerak. Karena penasaran, diapun melongoknya dan melihat…seraut wajah mungil menyembul dari dalamnya. ”Miauuuuw?” sapa mahluk sang misterius malu-malu. Dilihat sekilas mahluk ini memang terlihat seperti macan. Tapi dalam ukuran yang jauh lebih kecil. Wajahnya juga sama sekali tidak buas, sebaliknya justru kelihatan jinak & amat menggemaskan. Secara spontan si nona mengelus bulu kepala ”kucing” itu, yg ternyata sangat lembut. Si Kucingpun rupanya keenakan. Sampai-sampai dia tidur melingkar dipelukan A Mei.
”Hati-hati adik, mungkin saja nanti dia akan mengigitmu!” kata A Lai mewanti-wanti. Dia berusaha menarik tangan A Mei yang sedang asyik membelai-belai kucing.
”Ih enggak kok, dia kan penurut sekali seperti bayi” ,protes A Mei ketus sambil menepiskan cekalan kawannya. ”Nah Miauw kecil, kenalan sama kakak itu dulu yuk, hihihi!” tanpa diduga-duga A Mei menciumkan kucing yang dipegangya kebibir A Lai.
”Wuaaargh! Kwaaargh! Ih najis! Najis!” , jerit A Lai kaget sambil buru-buru melap mukanya. Seperti sengaja hendak meledeknya, Si Kucing malah ikut-ikutan mencuci mukanya. ”Hahaha! Persis! Persis! Sekarang kalian seperti saudara kembar saja” , tawa si nonapun langsung meledak. ”Sudah, sudah, kalian tertawa saja. Padahal di desa orang-orang menyebutku Kak A Lai yang perkasa. Tak tahunya hari ini aku malah dibully hewan sekecil ini”.
”Iya, iya, maaf ya, Kak A Lai yang perkasa!” sahut A Mei cengengesan. ”Apalagi si Miauw kecil ini kan cuma ingin berteman denganmu, benar kan Miauw kecil?”
Seolah tahu apa kata si nona, si Miauw kecil menyaut, ”Miaaauuuw!”
Diam-diam A Lai gemas juga dengan kelucuan hewan mungil didepannya. Tanpa sadar tangannyapun mulai membelai-belai kepala kucing itu..
A Mei geli sendiri melihat kelakuan temannya, ”Naaah gitu dong, baru namanya Kak A Lai yang perkasa!”. A Lai hanya tersenyum simpul mendengarnya. Kini dia tak malu2 lagi membopong & bermain dengan si Miauw kecil.
Akhirnya perjalanan pulang yang panjangpun jadi terasa menyenagkan & tidak melelahkan karena diisi dengan canda ria. Sesampainya dikampung halaman, mereka langsung disambut kawanan tikus yang sedang asyik menggerogoti gerbang desa.
Tiba-tiba saja telinga si kucing berdiri tegak. Wajahnya yang semula jinak sekonyong-konyong berubah menjadi beringas.”MEOOOWRL!” tahu-tahu kucing itu sudah menghambur dari pelukan A Mei & langsung menerkam seekor tikus yg ada di hadapannya.
”Cit, cit, cit, cit, cit…” tikus-tikuspun panik melihat mahluk misterius yang entah dari mana datangnya langsung mencabik-cabik kawan mereka. Tanpa dikomando lagi mereka langsung lari berhamburan meninggalkan desa yg dirasanya sudah tak aman lagi.
Sejak itulah kucing resmi menjadi hewan piaraan manusia, yang bertugas menjaga keamanan rumah mereka dari gangguan tikus. Sekaligus menjadi teman bermain majikannya.
Bersambung ke cerita versi 2
Dikompilasi dan diterjemahkan oleh Henry Soetandya
Catatan;
-Dalam cerita diatas sempat dsebut soal tangga langit yg menghubungkan dunia dewa & manusia. Tangga itu konon dihancurkan oleh dewa, karena disalahgunakan oleh Gun (ayah raja Yu) untuk mencuri Xirang (lempung ajaib) dari langit.
-Dalam versi asli, muda-mudi yg menemui macan tidak ada namanya. Saya menyebut mereka A Lai & A Mei untuk mempermudah mendongengnya saja.
-Versi lain dari dongeng ini menyebut tikus sebagai hamba raja iblis (Mo-wang) yang ditugaskan untuk menyengsarakan umat manusia.
Referensi :
-Dennis C.Turner, Paul Patrick Gordon (2000). The Domestic Cat; The Biology of its Behaviour. Cambridge University Press. (Hal 186)
-Science Vol 19. No. 470, Feb. 5, 1892 (Hal 73-74)
-Arden Moore. Planet Cat; a Cat alog. Houghton Mifflin Harcourt.
-Katherine M Ball (2004). Animals motifs in Asian Arts. Hal 151
-Joanne O Brien, Kwok Man Ho. Chinese Myth and Legends.
-Frederick H. Martens (1921)The Chinese Fairy Book
-Bao Gong An (novel dinasti Ming). Terjemahan Melayu; Chrita Dulu Kala Bernama; 5 Ekor Tikus Mengacho di Kota Kia Seah (1932)
-Tianfei Niangma Zhuan (novel dinasti Ming)
-Li Ji (Kitab Upacara). Terjemahan Inggris; James Legge. (1885) Sacred Book of The —Erast Vol XXVII; Li Ki. Clarendon Press
http://www.thegreatcat.org/…/
http://www.ancient.eu.com/article/466/
http://en.wikipedia.org/wiki/Cultural_depictions_of_cats…
http://cat.lifetips.com/…/cats-in-ancient-china.html
http://en.wikipedia.org/wiki/Jiangshi
http://www.baike.com/wiki/%E5%B1%95%E6%98%AD
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua | Facebook Group Budaya Tionghoa