Gender di Kelenteng
Banyak kelenteng-kelenteng yang dipimpin oleh imam perempuan, umumnya ada di
kelenteng cai ci ( pendoa perempuan dari sub etnis Hakka ) atau juga kelenteng Buddhisme
maupun Taoisme, disebut an 庵. Didalam masyarakat paternalistic yang menjunjung kaum pria
dan menekan kaum perempuan, kelenteng Taoisme dan Buddhisme maupun kelenteng rakyat
bisa menjadi jalan kaum perempuan untuk keluar dari penindasan dan bisa mencapai kesetaraan
dengan pria, bahkan dalam beberapa posisi, kaum biarawati perempuan ini menduduki tempat
yang lebih tinggi dibandingkan kaum pria.
Dalam object pemujaan, seringkali dewi menjadi
“tuan rumah” atau menjadi pusat object pemujaan di kelenteng dan setara atau lebih tinggi
dibandingkan dewa lainnya. Misalnya Guan Yin 觀音, Tianshang Shengmu 天上聖母, Linshui
Furen 臨水夫人, He Xiangu 何仙姑 dan masih banyak lainnya.
Kloning Kebudayaan28
Sistem “membagi abu” 分香 adalah cara sering dilakukan oleh mereka yang hendak
membangun kelenteng. Pada umumnya mereka akan mengambil abu dari kelenteng pusat atau
utama. Misalnya kelenteng yang memiliki tuan rumah Tianshang Shengmu 天上聖母
29,
umumnya memiliki keterkaitan dengan kelenteng pusat, yaitu pulau Meizhou 湄洲 yang
merupakan tempat kelahiran Lin Moniang. Dengan system “membagi abu”, lahir kelentengkelenteng
yang memiliki keterkaitan budaya dan tradisi dengan kelenteng induk walau tidak
memiliki suatu ikatan yang kuat dalam organisasi. Umumnya kelenteng-kelenteng turunan itu
akan menyatukan pemisahan itu pada saat-saat tertentu, misalnya saat ulang tahun dewa tersebut,
saat perayaan Capgo Me. Jadi penyebaran kepercayaan ( cult ) pada dewata tertentu bisa
menyebar luas dengan system “membagi abu”.
28 Lih. Yasraf Amir Pilliang, Posrealitas : Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika, hal.123-126. Walau Yasraf mengkaitkan dengan
globalisasi dan cloning kebudyaaan melalui Mc Donald, Disney Land, ada hal yang menarik saat dikatakan oleh Yasraf bahwa kloning
kebudayaan menjadi sebuah cara bagaimana kebudayaan mengembangkan dirinya melalui pembiakan tanda-tanda ( hal.124 ), membawa
informasi genetika kebudayaan yang sama [ hal.126 ].
29 Mazu atau Tianshang Shengmu 天上聖母 adalah dewi yang populer di Taiwan, di sepanjang pesisir pantai Timur Tiongkok dan di banyak
tempat lain di komunitas Tionghoa. Beliau adalah dewi pelindung pelayaran dan pada perkembangannya meluas fungsinya sebagai dewi yang
amat luas kekuasaannya dan kemampuannya. Beliau lahir di pulau Mei zhou dengan nama Lin Moniang 林默娘.
Status Hirarki
Dengan adanya “membagi abu”, maka hirarki juga terbentuk. Kelenteng pusat dan
kelenteng turunan. Selain itu adalah bentuk bangunan kelenteng juga menunjukkan hirarki atau
status kelenteng itu. Ada yang terkait dengan status pendiri kelenteng, penganugrahan dari
kekaisaran, tingkatan dewata utamanya30. Untuk melihat hirarkinya, bisa dengan menghitung
jumlah anak tangga saat memasuki kelenteng, jumlah pintu dan papan nama. Jumlah anak tangga
dan pintu pada umumnya adalah tiga buah. Tapi kelenteng Xihe Gong di Semarang
menunjukkan status yang tinggi dengan anak tangga dan pintu yang berjumlah lima buah.
Kelenteng Xietian Gong di Bandung menunjukkan hirarki tinggi dengan melihat papan nama
yang berwarna biru dan berdiri vertical.
Otonom
Walau kelenteng “turunan”, tapi kelenteng berdiri otonom untuk kepengurusan bahkan
hingga pengelolaan keuangan31. Sebagai contoh, kelenteng Thianshang Shengmu di Mei zhou,
Tiongkok, berperan sebagai pusat abu tapi tidak memiliki kewenangan mengatur permasalahan
kepengurusan dan hal-hal lainnya untuk kelenteng yang mengambil abu dari Mei zhou.
Umumnya pemilihan pengurus kelenteng 廟主dan pengurus pendupaan 爐主 dilakukan dengan
melempar shengbei 聖盃
32. Keuangan kelenteng lebih ditopang oleh sumbangan umatnya sendiri
dan kadang kelenteng melakukan kegiatan-kegiatan ritual untuk menopang pembiayaan dalam
perawatan kelenteng itu.
Religiusitas dan Spiritualitas
Orang Tionghoa memiliki tiga komponen object pemujaan, yaitu langit dan bumi, para
leluhur dan mahluk suci. Langit dan bumi bisa dijewantahkan sebagai langit dan bumi secara
utuh dan bisa juga menjadi terpisah-pisah seperti pemujaan rasi bintang, matahari, bulan, sungai,
laut, gunung. Walau kelenteng terlihat banyak kegiatan yang bersifat duniawi, tapi kegiatan
duniawi itu “diawasi” oleh 3 komponen object pemujaan itu.
30 Biasanya tingkatan dewata itu ada pada institutional religion.
31 Ini berlaku untuk kelenteng yang berbasis agama rakyat. Kelenteng-kelenteng yang bersifat institutional mayoritas memiliki keterkaitan
dengan kelenteng pusat tapi tetap ada sifat otonomnya.
32 Dua bilah kayu yang dilempar dan digunakan sebagai alat komunikasi dan tanya jawab dengan alam lain.
Filsafat Kosmologi
Kelenteng mengandung pola kosmologi, terutama berkaitan dengan fengshui. Secara
umum, arsitektur kelenteng mengadopsi pola 9 istana 九宮 yang terkait dengan hexagram. Selain
itu adalah unsur yin yang, lima unsur, 3 anasir, 4 forsa ( empat arah ), 12 satuan waktu, 10 satuan
ruang dalam persembahan yang mereka berikan untuk para leluhur dan dewata. Pembagian ruang
dan altar juga terkait dengan konsep yin yang, dimana unsur yang diletakkan di kiri dan posisi
lebih tinggi dari kanan.
Kontrol Pemerintah
Khusus di Indonesia, kelenteng atau kepercayaan Tionghoa diatur pada masa Orde Baru
dengan Inpres 14/1967. Akibatnya banyak kelenteng yang berganti nama menjadi vihara dan ada
banyak kelenteng yang menaruh ruphang Buddha Gautama, selain itu ada beberapa kelenteng
yang memiliki altar Sanguan Dadi menjadi lenyap dan berganti menjadi altar Tuhan YME.
Selain terjadi di Indonesia, factor pengukuhan kelenteng menjadi naik statusnya di Tiongkok
juga mengandung unsur control pemerintah.
Kontrol Masyarakat
Kelenteng sering dijadikan sebagai tempat melakukan “sumpah” terutama jika berkaitan
dengan suatu perkara atau juga untuk mengatur masyarakat. Umumnya kelenteng terutama yang
bersifat kemargaan dan berada di lokasi pedesaan itu menjadi semacam tempat untuk melakukan
sidang untuk hukum adat bagi mereka yang melanggar norma-norma kemasyarakatan.
Kesimpulan
Kelenteng tidak selalu menjadi tempat ibadat belaka tapi juga memiliki multi fungsi dan
tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya kaitan-kaitan dengan yang lain. Disaat gender menjadi
permasalahan dalam masyarakat, kelenteng juga bisa memberikan jalan keluar, mengandung
banyak unsur sosial yang terlupakan dan dilupakan. Persaingan perebutan kelenteng untuk
diklaim oleh institusi keagamaan membuat kelenteng menjadi semakin rancu dan
membingungkan. Tindakan demikian semakin membuat kelenteng tersisih dari perkembangan
jaman dan juga kehilangan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat horizontal.
Correlative cosmology kemudian menjadi dasar pemikiran orang Tionghoa dalam
berbagai bidang termasuk juga kelenteng.
Daftar Pustaka :
Ames, Roger T. dan Hall, David L, A Philosophical Translation Dao De Jing, 2003, United
States : Ballantine Books
Chen Zhihua 陳志華, “Kelenteng, Permata Pedesaan” ( 廟宇, 鄉土瑰寶 ), 2006 : Beijing,
Sanlian Bookstore Publisher
Duan Qiming 段啟明et.al ed. “ Tempat Ibadah Buddhisme dan Taoisme di Tiongkok ( 中國佛
寺道觀 ), 1997 : Beijing, Yuanshan Publisher.
Jacob Sumardjo, Estetika Paradoks, cet.pertama edisi revisi, 2000, Bandung : Sunan Ambu STSI
Press
Su Weizhi 蘇位智, Liu Tianlu 劉天璐ed., “Penelitian 100 tahun Yihe Tuan”, 2009, ed. III:
Jinan, Qinan Publisher
Piliang, Yasraf Amir, “Posrealitas : Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika”, 2004,
Yogyakarta : Jalasutra
Wang Qijun 王其鈞, “ Kamus Bergambar Bangunan Tiongkok ( 中國建築圖解詞典 ), 2006 :
Beijing, Industri Mekanik Publisher .
Zhong Darong, Zhang Yudong 鐘大榮 dan 張禹東, “东南亚华侨华人宗教的历史角色与当代
价值”, journal “宗教 学 研 究 2011 年第 1 期”