PANDANGAN FILOSOFIS TIONGHOA
MEMANDANG MATI BAGAIKAN HIDUP[1]
Pendahuluan
Sejak jaman purbakala, alam kematian selalu mengandung misteri dan tidak terhitung banyaknya usaha-usaha menjawab alam kematian, mulai dari mitos hingga ke agama dan terakhir adalah ilmu pengetahuan mencoba menjawab masalah ini.
Setiap peradaban dan kebudayaan selalu memiliki mitos tentang alam kematian dan usaha-usaha menjawabnya.Mulai dari sungai Styx dalam mitos Yunani hingga mitos-mitos lainnya.Ada beberapa pandangan tentang alam kematian, mulai dari pindah alam seperti yang diyakini oleh kepercayaan Tionghoa, hidup kembali seperti kepercayaan orang Mesir, reinkarnasi dan tumimbal lahir yang dipercaya dalam pandangan Yunani serta India, surga neraka yang dalam pandangan Zoroaster hingga Kristiani.
Apakah berbicara alam kematian juga berkaitan dengan mitos ? Atau mitos yang berkaitan dengan alam kematian ?Bagi saya, semua cerita tentang alam kematian adalah mitos, dimana mitos itu berguna bagi kelangsungan manusia.Manusia pada prinsipnya menolak kematian sebagai hal yang alamiah.Mitos-mitos itu adalah suatu “penjelasan” bahwa kematian adalah hal yang tidak bisa dielakkan atau bisa menjadi suatu symbol pengharapan akan adanya keabadian yang bisa diraih oleh manusia.
Dalam Buddhisme sering disebutkan bahwa manusia mengalami empat hal yaitu lahir, tua, sakit dan mati.Manusia menjadi tua adalah hal yang alamiah dan kemudian setelah menua kemudian akan mati. Setelah melewati proses kematian ini, kemanakah perginya ? Apakah ada roh-roh yang meninggal ? Semua memerlukan jawaban dan jawaban itu bisa beragam, dan tiada seorangpun yang akan sanggup memberikan bukti yang sahih seperti apa alam kematian itu sendiri.Walau jawaban beragam, tapi ada suatu kesamaan yaitu berlangsungnya kehidupan. Seperti juga yang ditulis oleh Louis Leahly, S.J
“Yang pantas dicatat di sini adalah universalitas kepercayaan akan hidup baru yang menyusul hidup ini dan upacara pemakaman”[2]
Perlu diingat pula bahwa misteri kematian tidak saja dilihat dari sudut pandang spiritual maupun agama, seorang ahli hipnotherapist yang bernama Dr.Michael Newton pernah menyelidiki alam kematian melalui ilmu yang dikuasainya dan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Journey of Souls”.Saya menulis tentang alam kematian Tionghoa juga disebabkan karena masih langkanya tulisan mengenai alam kematian Tionghoa. Jikapun ada, hanya sebatas ritualnya saja tanpa mencoba menyentuh esensi dari mitos dan juga latar belakang serta dasar-dasar yang membentuk ritual-ritual seperti itu. Juga bertujuan memberikan suatu paparan yang lain atau berbeda tentang alam kematian, menyangkut dasar-dasar filosofisnya, tradisinya, makna dan pengertiannya.
Menuju kehidupan yang “baru”
Misteri terbesar dalam hidup manusia adalah dimana sebelum lahir dan kemana setelah mati.Beragam jawaban yang dilontarkan semua bersifat spekulasi dan menjadi bagian dari kepercayaan atau gagasan yang dipegang oleh manusia.Ragam macam kepercayaan dan gagasan itu juga menarik untuk dikaji dan direnungkan.Karena bersifat spekulasi, sudah selayaknya manusia tidak boleh menghakimi atau mengejek sistem kepercayaan yang berbeda.Ironisnya karena sistem kepercayaan dan dogma membuat masing-masing kelompok saling menyerang atau menghakimi bahwa sistem kepercayaan yang berbeda itu tidak benar.Banyak orang yang beranggapan bahwa orang Tionghoa itu takut dengan kematian.Sejak adanya peradaban manusia, kematian menjadi momok yang menghinggapi manusia. Kematian adalah hal yang misteri sehingga mereka berusaha menghindari kematian dengan berbagai macam cara. Tapi faktanya kematian adalah hal yang tidak dapat dihindari.Sehingga banyak mitos-mitos yang lahir terkait bahwa mati adalah hal yang pasti.
Hal ini bisa dimaklumi karena begitu banyaknya upacara ritual yang terkait dengan kematian. Bahkan “uang” juga digunakan dalam beberapa upacara ritual kematian sehingga menimbulkan persepsi seolah-olah sedang “menyogok” agar tidak sengsara di alam baka. Orang Tionghoa pada umumnya mempersiapkan untuk menghadapi kematian jauh sebelum meninggal.Mulai dari persiapan peti mati, baju hingga tanah kuburan dipersiapkan dengan baik dan khidmat walau masih hidup selayaknya dipandang bahwa orang Tionghoa siap menyongsong kematian.Persiapan ini berkaitan dengan pemikiran filsafat dari kitab Liji禮記[3], dimana dikatakan bahwa “semua mahluk pasti mati dan yang mati akan kembali ke tanah”.
Dalam perjalan filsafat Tiongkok yang begitu panjang, saya beranggapan bahwa ada 11 pandangan tentang alam kematian.Dimana masing-masing pandangan itu hingga kini ada beberapa yang masih melekat dalam tradisi maupun budaya Tionghoa.Semua berasal dari pemikiran berbagai mahzab filsafat Tiongkok dan kepercayaan Tionghoa pada masa lampau[4].
Ada beberapa pandangan itu kemudian dianggap bahwa orang Tiongkok atau filsafat Tiongkok tidak mengenal alam kematian atau membicarakan alam kematian.Terutama ditujukan kepada kaum Ru[5] dan terutama pada Kong Zi ( Confucius551-479 BCE ). Dalam pandangan saya, tidaklah tepat jika hanya sebait dari Analek (Lun Yu 论语) kemudian beranggapan bahwa Kongzi dan kaum Ruist tidak mengenal alam kematian. Tepatnya menurut saya adalah mereka tidak mau membicarakan hal-hal itu, karena dalam kitab-kitab kaum Ruist ada membicarakan tata cara ritual kematian dan juga alam-alam kematian.Dan tentunya pandangan kaum Ru berbeda dengan mereka yang mengkritik bahwa kaum Ru tidak mengenal alam kematian.
[1]Makalah untuk Extension Course Filsafat “ Alam Kematian” Universitas Katolik Parahyangan Bandung pada tanggal 23 Oktober 2015.
[2] Louis Leahly S.J, Misteri Kematian, Suatu Pendekatan Filosofis, PT Gramedia Pustaka Utama, 1996
[3]Liji adalahsekumpulan tulisan yang dirangkum oleh Kongzi dan murid-muridnya menjadi satu kitab.kitab tersebut berisi tata cara ritual, sistem kemasyarakatan, filsafat, moral pada masa dinasti Zhou. Umumnya adalah tradisi wilayah Lu 魯國.
[4]Secara umum disebut wujia巫教atau kepercayaan wu ( shamanisme ).
[5]Kaum Ru 儒家 adalah kaum penganut mahzab Confuciusme.