PEMAHAMAN MAKNA
dan
HAKEKAT “DOA” (MANTRA) DALAM TRIDHARMA
Bahasa
Manusia pada awalnya menggunakan ‘bunyi’ dan ‘isyarat’ sebagai cara berkomunikasi yang kemudian disebut sebagai bahasa. Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh mahluk hidup dimana bahasa yang digunakan beragam, antara lain adalah : bahasa bunyi; bahasa isyarat. Segala bunyi, lahir dari hati manusia. Perasaan bergerak di dalamnya, menjadi suara. Suara menjadi bahasa, itulah bunyi ( yang beragam) ( 凡音者, 生與人心者. 情動與中, 故形與聲. 聲成文, 謂之音). Manusia memiliki indera-indera tubuh sehingga bisa berinteraksi dan memiliki nalar untuk merefleksikan hasil interaksi itu, menggunakan bunyi yang kemudian menjadi kata dan berkembanglah bahasa sebagai alat penghubung ( alat komunikasi ) antara satu dengan yang lain. Seperti tertulis dalam kitab Liji,”sifat alami manusia adalah hening, gerak karena adanya interaksi ( dengan ) benda ( luar )” ( 人生而静天之性也感于物而動). Bahasa bagi manusia itu sifatnya primer, dapat diucapkan, dan menghasilkan bunyi, apakah ini berarti semut tidak memiliki kemampuan berkomunikasi ? Apakah hanya manusia saja yang mengenal bahasa ? Apakah kemampuan empiris manusia yang berdasarkan indra-indra manusia saja sehingga hanya manusia yang memiliki kemampuan berbahasa ? Semut juga memiliki kemampuan berkomunikasi dengan sesame semut melalui senyawa-senyawa kimia. Bahkan bakteri sekalipun memiliki kemampuan komunikasi melalui cairan kimiawi; sinyal listrik. Dalam makalah ini, kata yang digunakan adalah “doa” dengan tanda kutip untuk memberikan suatu pemahaman mengenai ‘kata’ dan ‘bunyi’ ini yang merupakan bagian dari linguistik. Manusia dalam berinteraksi antara satu dengan yang lain itu menggunakan “bunyi” yang disebut kata, kata ini adalah bagian dari bahasa. Ernst Cassier menuliskan bahwa “Demoskritos-lah orang yang pertama mengajukan tesis bahwa bahasa manusia berasal dari bunyi-bunyi tertentu yang semata-mata bersifat emosional”. Apa yang disebut manusia ? Manusia adalah mahluk yang berkata. “Manusia disebut manusia, adalah ( karena ) kata. Manusia tidak dapat berkata, bagaimana menjadi manusia” (人之所以为人者言也 人而不能言 何以为人). Dengan bunyilah manusia merefleksikan perasaannya yang disebabkan adanya unsur-unsur luar, seperti ditulis dalam kitab Liji “Asal dari bunyi, berasal dari hati manusia. Gerak dari hati manusia, berasal dari benda (pengaruh luar ) ( 凡音之起, 由人心生也. 人心之動, 物使然也)[3] . “Interaksi dengan benda melahirkan gerak, terbentuk dengan suara. Suara saling berinteraksi, itulah melahirkan ragam. Ragam menjadi fang( 5 nada ), itulah bunyi”( 感于物而動, 故形于聲.聲相應,故生變. 變成方,謂之音).
Manusia selalu mencoba membangun hubungan dengan sesuatu yang bersifat Ilahi dengan berbagai cara. Cara membangun hubungan dengan yang bersifat ilahi atau juga dengan alam lain melalui “kata” dan “bunyi” yang sering disebut dengan ‘doa’ atau ‘mantra’. Baik doa maupun mantra adalah bahasa dimana bahasa adalah interaksi antara ‘bunyi’ dan ‘makna’. Bahasa juga tidak bisa dipersempit hanya melalui ‘suara’atau ‘tulisan’ saja, tapi juga mencakup tanda, simbol. Pengertian ‘tanda’ adalah sesuatu yang bersifat nyata, diketahui oleh manusia pada umumnya dan bersifat universal. Sebagai contoh : rambu lalu-lintas. Tanda juga bisa bersifat bunyi, seperti ayam berkokok adalah pertanda hari sudah terang; jeritan sebagai pertanda bahaya atau minta tolong. Sedangkan simbol bersifat abstrak, tidak nyata dan belum tentu bersifat universal. Sebagai contoh adalah warna putih sebagai simbol perkabungan di budaya Tionghoa sedangkan warna hitam adalah warna perkabungan dalam budaya barat.
Tanpa adanya indera-indera itu maka manusia tidak bisa menggunakan bahasa dan selama mahluk hidup memiliki indera, maka mahluk hidup itu memerlukan bahasa sebagai alat penghubung, tidak selalu harus dengan bunyi. Manusia memperluas fungsi bahasa sebagai alat penghubung menjadi amat kompleks, tidak lagi semata-mata alat komunikasi tapi juga sebagai ekspresi diri. Bahasa bisa menjadi sebagai alat fungsi dan strata sosial, misalnya bahasa kromo inggil pada bahasa Jawa, juga sebagai sarana ekspresi diri seperti dalam sajak; puisi.
Dengan memahami bahwa bahasa adalah suatu cara manusia berkomunikasi maka mantra dan doa juga merupakan bahasa yang digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan alam-alam lain juga membangun spritualitas.
MANTRA
Untuk memahami mantra maka harus dimulai dari etimologi juga termasuk dalam bahasa mandarinnya mantra, yaitu zhou 咒.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mantra diartikan sebagai susunan kata yang berunsur puisi (seperti rima dan irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh dukun atau pawang untuk menandingi kekuatan gaib yang lain. Sedangkan menurut tradisi India dimana kata mantra berasal secara etimologi adalah instrument untuk pikiran. Mantra adalah kata-kata/kalimat atau suara khusus yang mengandung kekuatan atau daya magis.Mantra berasal dari kata” Manas / manah ” berarti Pikiran/hati, dan suku kata “Tra ” berarti suara. Jadi mantra dalam hal ini berarti Suara Pikiran (hati) atau getaran pikiran (hati) yang diprogram secara khusus untuk mendapatkan effek tertentu yang nantinya dimanfaatkan untuk keperluan tertentu pula. Dan untuk itu maka mantra harus memiliki makna.
Banyak orang beranggapan bahwa mantra ada yang baik dan buruk. Sebenarnya kita perlu ketahui bahwa kata mengandung kekuatan, baik positif maupun negative.Banyak orang yang tidak menyadari kekuatan kata-kata itu.Kekuatan kata bisa berdampak positive maupun negative karena mengandung makna dan saat diucapkan juga terkait dengan intonasi atau tekanan dari kata.Misalnya kata “sakit” saat diucapkan dengan datar tentu berbeda jika diucapkan dengan intonasi tertentu. Contoh lain, dalam kehidupan sehari-hari memaki-maki anak kecil :bodoh, tolol dan berbagai kata makian lainnya dengan intonasi nada tinggi. Selanjutnya adalah kekuatan negative dari kata itu merasuki alam bawah sadar anak itu dan akibatnya membangun mental yang buruk bagi anak itu. Jika kata-kata dengan kekuatan positif yang diberikan maka bisa memberikan dampak yang baik. Tulisan atau orasi yang bersifat agitasi juga bisa mengundang bangkitnya pikiran-pikiran negative.Dan banyak lagu-lagu yang liriks juga berisi kata-kata yang bersifat negative dan bisa mengundang orang untuk berbuat kejahatan.
Berdasarkan hal diatas maka dapat kita katakan bahwa mantra adalah rangkaian kata-kata yang mengandung makna dan menggunakan ritme/intonasi tertentu.Jadi sebenarnya mantra baik dan buruk itu tidak berbeda dengan kata-kata yang mengandung kekuatan positive maupun negative.
Manusia pada umumnya mengekspresikan diri melalui isyarat berbentuk gerakan dan suara. Isyarat yang berbentuk gerakan yang dapat dilihat dan di cecap bisa kita sebut mudra (shoujue 手訣), dan yang berupa gelombang Suara yang didengar dan dirasakan disebut mantra.(bersambung)