Budaya-Tionghoa.Net | Shi Jing atau Kitab Nyanyian Shi Jing atau Kitab Nyanyian adalah sebuah buku himpunan puisi yang paling kuno, puisi2 di dalam kitab ini boleh disebut sebagai cikal bakal dari puisi Tiongkok klasik. Pada awalnya, puisi2 ini dihimpun oleh petugas kerajaan pada masa dinasti Zhou, tujuannya ada dua: pertama, lagu2 ini dikumpulkan untuk keperluan upacara, perayaan2 dan pesta di kerajaan. Kedua, dari syair lagu dapat dibaca suara hati rakyat, membantu raja memahami situasi negeri.
|
Di kemudian hari, Confusius melakukan usaha editing, merapikan bentuk, membuang karya-karya yang kurang baik, sehingga menghasilkan bentuk baku yang sekarang. Jumlah puisi di dalam kitab sebanyak tiga ratus lebih ( jumlah ini juga menjadi acuan kitab kumpulan puisi Tang yang terkenal: “300 buah puisi Tang” ).
Di dalamnya menghimpun berbagai lirik nyanyian dari berbagai pelosok negeri, yang umumnya tersebar di wilayah utara Tiongkok, pusat peradaban di masa itu ( di masa itu, perkembangan peradaban di wilayah selatan masih tertinggal dibandingkan utara). Nyanyian di dalam kitab boleh dikelompokkan menjadi tiga bagian:
Pertama, kelompok “Feng” atau “Nyanyian Rakyat “, berupa lagu2 rakyat dari berbagai negeri ; Kedua, kelompok “Ya” atau “Nyanyian Upacara”, berisi kumpulan lagu2 upacara dan perayaan ; Ketiga, “Song” atau ” Nyanyian Pujaan”, berisi lagu pujaan untuk raja atau kerajaan, yang ditulis oleh para menteri atau kaum cendekia yang bekerja untuk kerajaan. umumnya, puisi2 dalam buku ini terdiri dari puisi empat kata.
Dari ketiga kelompok di atas, yang paling lemah dari segi isi adalah “Song”, sedangkan yang paling kuat adalah “Feng”. puisi2 dalam “Feng” dan “Ya” banyak yang mencerminkan kondisi sosial masyarakat di zaman itu, dengan warna realisme yang sangat dominan, yang akan banyak mempengaruhi perkembangan puisi klasik di kemudian hari.
Khusus untuk kelompok “Feng” atau “Nyanyian Rakyat”, yang sangat menonjol adalah tema2 asmara. Yang sangat menarik, sang subyek dalam lirik nyanyian umumnya didominasi oleh wanita, dan wanita di sini tampil dengan sosok yang kuat, berani dan lincah, lagu asmaranya pun banyak yang berwajah ceria, melambungkan kebebasan cinta.
Hal ini memang mencerminkan kondisi masyarakat di Zaman itu: Di masa itu Tiongkok ada dalam masa Pra Feodal, di mana para wanita belum terlalu dikekang kebebasannya, terutama di desa2, para wanita yang ikut berperan dalam usaha produksi memiliki kedudukan yang setara dengan sang pria. Warna cerah nyanyian asmara ini tak akan kita jumpai lagi pada puisi asmara di periode sesudahnya, puisi asmara lebih banyak diisi keluh kesah para wanita yang ditinggal sang suami.