“Hanya Kebajikan Berkenan Thian, Tuhan YME”,
“Sungguh Satu Saja: Kebajikan”
(Su King)
” Di Empat Penjuru Lautan, Semuanya Saudara.”
(Sabda Suci XII: 5)
Episode Pembuka. Gan Hwee Murid Yang Terkasih Senantiasa Tekun Rajin Mengikuti Bimbingan Nabi
Budaya-Tionghoa.Net | Gan Yan dengan menarik napas berkata, “Bila kupandang terasa bertambah tinggi, semakin kugali terasa bertambah dalam. Kadang-kadang kupandang nampak berdiri di muka, sekonyong-konyong ternyata telah ada di belakang.
Demikianlah Guru selalu dengan baik meluaskan pengetahuanku dengan Kitab-Kitab dan melatih diriku dengan Kesusilaan, sehingga walaupun kadang-kadang ingin menghentikan belajar, ternyata tidak dapat.
Aku sudah menggunakan segenap kepandaianku, sehingga terasa teguh dan nampak jelas di mukaku; tetapi untuk mencapainya ternyata masih belum dapat juga.” (Sabda Suci IX: 11).
Ketika Gan Yan bertanya tentang pemerintahan, Nabi bersabda, “Pakailah penanggalan Dinasti He (Iem Lik), gunakanlah ukuran kereta Kerajaan Ien, kenakanlah topi kebesaran Kerajaan Ciu, bersukalah di dalam musik Siau dan Bu. Jauhkanlah musik Negeri Ting dan jauhilah orang-orang yang pandai memutar lidah. Musik Negeri Ting itu membangkitkan nafsu dan orang-orang yang pandai memutar lidah itu membahayakan.” (Sabda Suci XV: 11).
|
PENDAHULUAN
Sejarah mencatat, Nabi Khongcu hidup pada Jaman Chun Chiu (Jaman Musim Semi dan Musim Rontok). Tentang jaman ini baiklah kita menengok sejenak ke jaman kuno itu.
Di dalam Sejarah Suci Agama Khonghucu kita mengenal Raja Suci Tong Giau (2,357 SM – 2,255 SM) dan Raja Suci Gi Sun (2,255 SM – 2,205 SM).
Setelah jaman raja suci itu, selanjutnya kita mengenal adanya Tiga Dinasti. Yang dimaksud dengan Tiga Dinasti itu ialah:
1. DINASTI HE (2,205 SM – 1,766 SM), didirikan oleh I Agung yang didampingi Nabi Ik dan berakhir pada jaman pemerintahan Raja He Kiat atau Kiat Kwi.
2. DINASTI SIANG atau IEN (1,766 SM – 1,122 SM), didirikan oleh Raja Sing Thong yang didampingi Nabi I Ien dan berakhir pada jaman pemerintahan Raja Tiu atau Ien Siu.
3. DINASTI CIU (1,122 SM – 255 SM) didirikan oleh Raja Bu atau Ki Hwat, putera kedua Nabi Ki Chiang atan Bun Ong, didampingi oleh adiknya yang keempat, Nabi Ciu Kong atau Ki Tan; dan berakhir pada jaman pemerintahan Raja Ciu Lam Ong yang menyerah kepada Kaisar Pertama Dinasti Chien atau Chien Si Ong. Jaman Chun Chiu ialah jaman pertengahan Dinasti Ciu.
Pemerintah Dinasti Ciu mengalami kejayaan dalam pemerintahan Raja Bu (1,134 SM – 1,115 SM), Raja Sing (1,115 SM – 1,078 SM), dan Raja Khong (1,078 SM – 1,052 SM) dan mengalami kekacauan dan kemerosotan pada jaman pemerintahan Raja Lee (878 SM – 827 SM) dan mengalami kehancuran ibukota Hau Khia pada jaman Raja Ciu Yu Ong (827 SM – 770 SM) karena diserbu orang-orang Khian Jiong (Tartar) dan Raja Yu terbunuh. Puteranya, Ciu Ping Ong (770 SM – 719 SM) memindahkan ibukota ke Loo Iep dan sejak itu (770 SM) Dinasti Ciu dinamai Dinasti Ciu Timur.
Pada Jaman Dinasti Ciu Timur ini, kekuasaan raja-raja Dinasti Ciu menjadi sangat lemah dan bergantung kepada raja muda-raja muda pemimpin. Raja Muda Pemimpin adalah raja muda negara bagian yang berhasil menghimpun kekuasaan dan atas nama kaisar memimpin dan memerintah raja muda-raja muda lainnya. Ada Lima Raja muda Pemimpin yang termashyur, yakni Cee Hwan Kong (Raja Muda Pemimpin bernama Hwan dari Negeri Cee), Song Siang Kong, Cien Bun Kong, Chien Bok Kong, dan Cho Cong Ong yang berturut-turut memegang kekuasaan. Pada masa hidup Nabi Khongcu meskipun tidak resmi, yang menjadi Raja muda Pemimpin ialah Raja Hu Chai dari Negeri Go dan selanjutnya Raja Ko-cian dari Negeri Wat atau Viet.
Jaman berkuasanya raja muda-raja muda pemimpin inilah yang dinamai jaman Chun Chiu (722 SM – 481 SM) yang didasarkan kepada Kitab Chun Chiu yang dibukukan oleh Nabi Khongcu; dimulai dari tahun pertama pemerintahan Raja muda Ien dari Negeri Lo sampai peristiwa terbunuhnya Sang Kilin (tahun ke-14 pemerintahan Raja muda Ai dari Negeri Lo, 481 SM). Pada Jaman Chun Chiu itu dikenal berpuluh bahkan beratus Negeri Bagian Dinasti Ciu seperti: Cee, Song,
Cien, Chien, Cho, Go, Wat, Lo, Wee, Tien, Chai, dll. Pada jaman itu sering terjadi peperangan memperebutkan wilayah kekuasaan sehingga menimbulkan kekacauan dan penderitaan menimpa rakyat. Di dalam jaman yang gelap itulah Nabi Khongcu lahir dan sebagai Bok Tok atau Genta Rokhani Tuhan YME mengajak dunia kembali mentaati ajaran Agama, menempuh Jalan Suci dan menggemilangkan Kebajikan. Karena itu, dapat dibayangkan betapa berat tugas suci yang dilaksanakan Nabi Khongcu.
Setelah berakhir Jaman Chun Chiu, kekacauan bukan berkurang bahkan menjadi-jadi; banyak negeri-negeri kecil ditelan negeri yang lebih besar dan muncullah tujuh negara besar yang sudah tidak menganggap kekuasaan raja Dinasti Ciu lagi: – kepala negaranya menyebut dirinya ‘raja’. Yaitu, Negeri Cee, Yan, Cho, Chien, dan Negeri Cien pecah menjadi tiga negeri: Thio, Gwi, Han. Tujuh negeri ini selalu berperang berebut kekuasaan. Negeri Chien adalah yang paling ditakuti sehingga beberapa kali enam negeri itu bersekutu menghadapi Negeri Chien tetapi selalu dapat dicerai-beraikan. Jaman saling berperangnya tujuh negara itu dinamai Jaman Cian Kok atau Peperangan Antarnegara (403 SM – 221 SM) yang baharu berakhir setelah seluruh negara itu berhasil disatukan oleh Negeri Chien pada tahun 221 SM. Demikianlah bagian akhir jaman Dinasti CIU.
Menurut catatan, Nabi Khongcu adalah keturunan Siat, Menteri Pendidikan (Su Tho) pada jaman Raja Suci Giau dan Sun, Bapak Suci umat Ji Kai, Agama Khonghucu itu. Salah seorang keturunan Siat ialah Baginda Sing Thong, pendiri Dinasti Siang. Raja terakhir Dinasti Siang, Raja Tiu mempunyai seorang kakak bernama Bicu Khee yang dianggap sebagai nenek moyang langsung Nabi Khongcu.
Setelah Dinasti Siang tumbang dan berdiri Dinasti Ciu, oleh kebesaran jiwa Raja Bu dan Nabi Ciu Kong, maka Bicu Khee diangkat menjadi Raja muda Negeri Song untuk lestarinya kurun Dinasti Siang dan tetap terawat kuil leluhurnya (Cong Bio). Bicu Khee tidak mempunyai anak, karena itu kedudukannya diwariskan kepada adiknya yang bernama Bi Tiong. Keturunan Bi Tionglah yang turun-temurun memerintah Negeri Song.
Bi Tiong berputera Song Kong Khee; Song Kong Khee berputera Ting Kong Sien; Ting Kong Sien berputera Bien Kong Kiong; Bien Kong Kiong berputera Siang Kong Hi; Siang Kong Hi berputera Hut Hu Hoo.
Hut Hu Hoo tidak mewariskan kedudukannya kepada puteranya melainkan kepada saudaranya: Song Lee Kong. Meski demikian, keturunan Hut Hu Hoo tetap bangsawan yang terpandang di Negeri Song.
Hut Hu Hoo berputera Song Hu Ciu; Song Hu Ciu berputera Si Hu Sing; Si Hu Sing berputera Cing Khoo Hu; Cing Khoo Hu berputera Khong Hu Ke. Mereka itu, semuanya bernama marga Cu, tetapi keturunan Khong Hu Ke mengganti nama marga, yaitu mulai menggunakan nama marga Khong.
Khong Hu Ke berputera Khong Kiem Hu; Khong Kiem Hu berputera Khong Koo I; Khong Koo I berputera Khong Hong Siok.
Pada masa hidup Khong Hong Siok ini terjadi huru hara di Negeri Song oleh ulah kepala keluarga Hwa. Mereka berhasil merebut kekuasaan dan melakukan fitnah terhadap Khong Hong Siok, maka keluarga Khong meninggalkan Negeri Song dan mengungsi ke negeri Lo dan akhirnya menetap di sana.
Khong Hong Siok berputera Khong Pik He; Khong Pik He berputera Khong Hut, alias Siok Liang; Siok Liang Hut inilah ayah Nabi Khongcu.
Riwayat Hidup Nabi Khongcu ini akan kita mulai dari sini.
Baik kiranya kita ketahui bahwa pada waktu itu Dinasti Ciu diperintah oleh Raja Ciu Ling Ong (571 SM – 544 SM) dan Negeri Lo diperintah oleh Raja muda Lo Siang Kong.
Seperti juga raja muda-raja muda lain pada jaman Chun CHiu, Lo Siang Kong memerintah negerinya seperti negeri yang lepas dari Dinasti Ciu; tetapi kekuasaan Raja muda Negeri Lo sendiri ternyata dikuasai oleh Tiga Kepala Keluarga Bangsawan Besar Negeri Lo yaitu Kepala Keluarga Kwi Sun, Siok Sun, dan Bing Tiong Sun.
Negeri Lo terletak di bagian tengah jazirah Shantung, terjepit antara Negeri-Negeri Cee, Wee, Coo, Song, dan Go. Di bagian utara Negeri Lo, berbatasan dengan Negeri Cee terletak Gunung Thai San, gunung suci tempat raja-raja purba melakukan sembahyang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Negeri Lo biarpun negeri kecil tetapi mempunyai kedudukan penting di dalam Dinasti Ciu karena raja muda-raja muda Negeri Lo adalah keturunan Nabi Besar Ciu Kong, adik Raja Bu. Raja muda Negeri Lo bertugas mewakili raja Dinasti Ciu melakukan sembahyang besar kepada THIAN, Tuhan Yang Maha Esa di Gunung Thai San dan ibukotanya sebagai pusat kebudayaan, ialah kedua setelah ibukota Dinasti Ciu.
Demikianlah sekedar pendahuluan mengikuti riwayat Nabi kita. Semoga
THIAN, Tuhan Yang Maha Esa meridhoi.
Siancai.
Episode 1. Sembahyang di Bukit Ni
Jaman Chun Chiu, tatkala raja dinasti Ciu, Ling Ong memerintah 20 tahun, tersebutlah di negeri Lo, seorang perwira yang bertubuh tinggi, besar, kuat serta perkasa, bernama Khong Hut. alias Siok Liang. Lebih dari itu, beliau seorang yang sederhana, jujur dan Satya. Beliau Satya kepada Thian, Tuhan Yang Maha Esa, berbakti kepada leluhur dan mencintai, tenggangrasa kepada sesamanya.
Beliau sudah berputeri 9 orang dan berputera seorang; namun sayang, anak laki-laki yang hanya seorang, yang diberi nama Bing Phi atau Pik Ni itu semenjak kecil telah cacat lumpuh kaki, sehingga dipandang tak dapat melanjutkan kurun keluarganya. Hal ini amat mendukakan hati beliau yang tak ingin melihat patah penghormatan kepada leluhurnya.
Ikut merasakan suasana prihatin itu, istri beliau, Ibu Gan, Tien cai, sering mengikuti suaminya naik ke bukit Ni, melakukan puja dan doa ke hadirat Thian, Tuhan Yang Maha Esa agar dikaruniai seorang putera yang suci dan mulia untuk melanjutkan kurun keluarganya.
Episode 2. Muncul Sang Kilien
Doa suci seorang ibu yang khusuk penuh iman itu telah berkenan kepada THIAN, Tuhan Yang Maha Esa. Su atu malam Ibu Gan, Tiencai beroleh penglihatan; datanglah Malaikat Bintang Utara dan berkata kepadanya, “Terimalah Karunia Tuhan Yang Maha Esa seorang putera Agung dan Suci, seorang Nabi. Engkau harus melahirkannya di lembah Khongsong.”
Benarlah, sejak itu Ibu Tiencai telah mulai mengandung. Beberapa lama kemudian, Ibu Tiencai beroleh pemandangan lain: – Datanglah kepadanya Sang Kilien, hewan suci berwujud seperti seekor kijang atau anak lembu, bertanduk tunggal dan bersisik seperti seekor naga. Dari mulutnya menyemburkan keluar sepotong Kitab dari batu kumala yang bertuliskan, “Putera Sari Air Suci akan menggantikan dinasti Ciu yang sudah lemah dan akan menjadi raja tanpa mahkota.” Ibu Tiencai mengikatkan pita merah pada tanduk hewan itu.
Kilien mengandung kias sifat negatif dan positif (Iem Yang), hanya muncul kalau ada raja suci memerintah, seperti pada jaman Giau dan Sun
Episode 3. Lahir Nabi Khongcu
Pada malam suci tanggal 27 Pig Gwee (ada yang menghitung bertepatan dengan tanggal 3 Oktober, ada yang menetapkan tanggal 28 September) 551 SM, lahirlah Nabi Khongcu di dunia yang sudah lama menantikanNya itu.
Diceritakan, malam itu, saat menjelang kelahiran, muncullah dua ekor naga berjaga-jaga di antara gunung-gunung dekat bangunan tua di lembah Khongsong tempat kelahiranNya.
Tidak lama kemudian nampak dari jauh terbang turun lima orang malaikat tua. Mereka turun langsung menuju ke halaman rumah dan berama berjalan masuk ke serambi rumah.
Mereka datang untuk menyambut dan mengabarkan datangnya Sang Bok Tok, Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa, yang kelak akan membawakan perubahan dalam peradaban manusia: hidup menempuh Jalan Suci, menggemilangkan Kebajikan dan menegakkan Firman Tuhan di dalam hidupnya.
Sungguh hari yang mulia ini penuh arti dan tidak dapat dilupakan bagi umat yang beriman kepadaNya.
Episode 4. Malam Suci Penuh Damai
Malam itu Bintang Kutub Utara memancarkan cahayanya yang gemilang ke permukaan bumi yang kelam. Dari jauh terdengar suara musik yang merdu alu suaranya. Tak lama tampak terbang mendatang pemain musik di angkasa dengan lagu-lagu pujiannya.
Sungai Kuning yang biasa bergolak mengalir dengan airnya yang kuning berlumpur itu, sungguh ajaib, airnya menjadi jernih, mengalir dengan tenangnya. Dari langit terdengar sabda, “Thian, Tuhan Yang Maha Esa, telah berkenan menurunkan seorang putera yang Nabi.” Langit jernih bertabur bintang-bintang, bumi damai tenteram. Angin bertiup sepoi-sepoi membawakan kesejukan dan besoknya matahari bersinar cemerlang dan hangat. Pada tubuh sang bayi nampak ada 49 tanda-tanda yang menunjukkan: kepadanya Tuhan menaruhkan Firman menolong dunia yang tenggelam dan ingkar dari Jalan Suci itu.
“Memang Tuhan Yang Maha Esa telah mengutusNya sebagai Nabi.” (Sabda Suci IX: 6)
Episode 5. Nama Nabi Khongcu
Berdasarkan tempat sang Bunda bermohon karunia Tuhan di Ni Khiu (Bukit Ni), maka oleh Bapak Siokliang Hut sang bayi diberi nama ‘Khiu’ yang berarti ‘Bukit’, alias ‘Tiong Ni’ yang berarti ‘Putera Ke Dua Dari Bukit Ni’.
Dari keterangan di atas dapat kita ketahui bahwa nama lengkap beliau ialah Khong Khiu, alias Tiong Ni; sedang para murid dan orang-orang jaman itu menyebutnya Khongcu atau Khonghucu yang berarti Guru Besar Khong, dan sarjana-sarjana Barat menyebutnya dengan nama: CONFUCIUS dan umatnya disebut sebagai umat Confucian.
Tempat kediaman ayah-bunda Nabi Khongcu ialah di kampung Chiang Ping, kota Coo-iep, negeri Lo, jazirah Shantung dan dilahirkan di lembah Khongsong.
Dari tempat inilah kelak akan bersuar Jalan Suci dan Kebajikan, diku mandangkan Cinta Kasih dan Kebenaran.
Episode 6. Wafat Siokliang Hut
Siok-liang Hut yang perwira negeri Lo itu, sesungguhnya telah lanjut usia; betapapun perkasa ternyata waktu dan usia telah merenggut kesehatannya.
Suatu hari beliau jatuh sakit; berbagai ramuan dan obat diusahakan, tetapi tidak menolong dan akhirnya beliau wafat, meninggalkan dunia tempat menunaikan tugas menegakkan Firman Tuhan dan pulanglah beliau ke haribaan Khaliknya. Beliau meninggalkan isteri dan anak-anaknya. Ketika itu Nabi Khongcu baharu berusia tiga tahun.
Demikianlah sejak kecil Nabi Khongcu diasuh oleh Ibunda Tiencai; beliau diasuh bersama kakaknya di rumah nenek luarnya. Meskipun hidup di dalam kesederhanaan dan kemiskinan, masih beruntunglah beliau karena ibu Tiencai berasal dari keluarga terpelajar lagi sastrawan.
Nabi pernah bersabda, “Pada waktu muda Aku banyak menderita.” tetapi beliau pun bersabda, “Justru karena Aku tidak diperdulikan dunia, maka lebih banyaklah pengetahuan yang kuperoleh.” (Sabda Suci IX: 6,7).