Budaya-Tionghoa.net | Tulisan ini dibuat bukan sebagai alat pembanding antara etika timur dan barat, dalam hal ini adalah etika dalam filsafat Tiongkok. Dalam memahami filsafat Tiongkok, tentunya juga filsafatnya mengenal etika bahkan posisi etika amat tinggi dalam filsafat Ruism, sehingga dapat dikatakan bahwa etika merupakan salah satu unsur utama dalam filsafat Ruism . Frans Magnis Suseno menuliskan : “ Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang lalu.”
Read more: Etika Dalam Filsafat TiongkokDemikan juga halnya pada masa Kong Zi ( 551-479 BC ) hidup, beliau hidup di jaman yang sudah kacau balau, tata krama dan etika tidak dihargai. Karena itu Kong Zi menekankan li 禮 atau etika sebagai dasar untuk pembentukan masyarakat yang sehat dan saling menghargai.
Disini ada suatu masalah besar, yaitu ketika banyak orang yang mengartikan kata li 禮 seringkali diartikan sebagai sopan santun. Sebagai contoh adalah film “Confucius” yang dalam film tersebut kata li 禮diterjemahkan sebagai sopan santun, dan bagi saya terasa amat mengganggu, karena makna yang ingin disampaikan melalui dialog-dialog itu menjadi kabur.
Dalam tulisan ini juga akan menjelaskan berbagai arti li 禮 kemudian pembagian-pembagiannya serta pendapat dari mahzab-mahzab lain, seperti misalnya mahzab Fa 法家 dan mahzab Mo 墨家
.
Etika dalam filsafat Tiongkok akan mempengaruhi budaya Tionghoa, seperti misalnya penghormatan kepada senior, leluhur, tokoh yang berjasa dan sebagainya. Bahkan dalam hubungan antar anggota keluarga menjadi faktor dominan.
Selain itu etika berperan dalam ritual dan juga suatu fondasi bagi pembentukan ahlak, sayangnya etika ini dihancurkan pada masa revolusi kebudayaan ( 1966-1976 ) di Tiongkoknya sendiri, yang sebenarnya berawal dari pertentangan para elit politik tapi berimbas pada penghancuran nilai-nilai moral dan etika orang Tiongkok.
Baru sekarang ini etika Ruism sedang dibangkitkan kembali di Tiongkok. Dan harus diakui bahwa etika Ruism ini yang mempengaruhi sikap hidup orang Tionghoa di banyak belahan dunia. Semoga tulisan singkat ini bisa memperkaya khasanah pengetahuan tentang etika
timur.
ARTI LI 禮 DAN PERKEMBANGANNYA
Berdasarkan etimologisnya, kata li 禮 berasal dari dua aksara yaitu shi 示 berarti dewata atau leluhur dan li 豊 adalah alat untuk ritual, yang bermakna upacara untuk para dewata dan leluhur. Pada masa dinasti Xia dan Shang , arti kata li adalah ritual dan persembahan, selain itu adalah suatu sistem kelas masyarakat, sejak pada masa dinasti Zhou , makna li diperluas menjadi suatu etiket dan tatanan masyarakat.
Arti kata li bisa berarti sopan santun, etika, tata krama, ritual. Jadi untuk memahami konteksnya maka harus membaca keseluruhan teksnya, sehingga bisa memahami dalam konteks apa kata li itu dituliskan. Secara umum kata li sering dipadankan dengan kata-kata lain, dan yang berkaitan dengan etika dan norma ada tiga yaitu liyi禮儀 ,limao禮貌 , lizhi禮制 .
Liyi berarti tatakrama menghormati mereka yang pantas dan wajib dihormati, misalnya saat pelajaran, semua siswa wajib berdiri dan membungkuk memberi hormat kepada guru dan guru akan membalas penghormatan itu dengan membungkuk balik, atau juga memberikan penghormatan kepada leluhur dan orangtua yang berjasa membesarkan kita, menghormati mereka yang berjasa dalam masyarakat baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia, menghormati pimpinan dan sebagainya. Limao adalah sopan santun dan tatakrama dalam pergaulan, misalnya menyapa orang lain, mengetuk pintu jika ingin masuk ruangan dan sebagainya.
Lizhi adalah suatu sistem hubungan sosial masyarakat, misalnya hubungan suami istri, ayah anak, kaka adik dan sebagainya. Ketiga hal tersebut adalah suatu hal yang umum dalam sosial masyarakat, dimana beda kebudayaan dan lingkungan tentunya beda pula sistemnya tapi ujungnya adalah norma-norma masyarakat.
Dinasti Zhou meletakkan tatanan etika dan mempengaruhi perkembangan etika Ruism nantinya. Tokoh-tokoh peletak etika pada masa dinasti Zhou antara lain adalah Guan Zhong管仲 ( 716-645 BCE ), Zhou Wen Wang ��文王 dan Zhou Gong �
�公 . Dari dinasti Zhou inilah pengertian kata li berubah menjadi suatu hubungan yang bersifat mengatur komponen masyarakat, terutama antara bawahan dengan atasan, tepatnya mengatur suatu tatanan masyarakat yang bersifat feodalistik dan terkait dalam banyak bidang seperti musik, ekonomi, sistem kekeluargaan.
Jadi kata etika atau li disini bisa berperan dalam menata negara, karena itu sering disebut liyi zhi bang 禮儀之邦 yang bisa diartikan sebagai state of ceremonies, tapi pengertiannya tidak sesederhana itu. Li 禮adalah adalah idea atau dalam bentuk abstrak dan yi 儀adalah dalam bentuk nyata, yi disini dalam bentuk upacara, ritual dan sistem yang diterapkan, dimana tujuannya adalah memperkukuh pemerintahan dinasti Zhou dengan suatu sistem kemasyarakatan yang dibentuk berdasarkan hirarki.
Sistem seperti ini tidak akan bisa dilenyapkan begitu saja bahkan dalam dunia modern sistem hirarki tetap ada, terutama dalam dunia militer. Sistem hirarki feodalism diperlukan dan diterapkan pada banyak kebudayaan, terutama disebabkan keterbatasan teknologi komunikasi dan besaran luas wilayahnya. Dianzhang zhi du 典章制度 atau aturan-aturan yang menata masyarakat.
Qian Hang 錢杭 menuliskan : “Pengertian luas Li, bisa dilihat pada kata dianzhang zhidu 典章制度 yang memiliki pengertian suatu etika berkaitan pada suatu jaman, seperti misalnya etika Xia 夏禮 dan etika Yin 殷禮yang berarti etika pada masa dinasti Xia dan etika Yin . Etika Zhou adalah etika pada masa dinasti Zhou yang berkaitan pada sistem pemerintahan, ekonomi dan tatanan masyarakat.”
Pada umumnya saat hendak membahas etika Tiongkok, umumnya akan mengkaitkan dengan tiga kitab klasik dan dapat dikatakan tiga kitab klasik itu yang menjadi dasar perkembangan etika Tiongkok. Adapun kitab-kitab itu disebut kitab etika li dian 禮典dan sering disebut Tiga Li 三禮, yaitu Zhou Li �`�禮 , Yi Li 儀禮 dan Li Ji 禮記 . Qian Hang menuliskan arah isi dan titik fokus utama dari masing-masing kitab, kitab Zhou Li adalah kitab yang menuliskan tentang sistem pemerintahan, Li Yi menitikberatkan pada norma-norma dan Li Ji pada penjelasan tentang Li atau etika dan tatacara etika.
Dalam sejarah perkembangannya kemudian, li ini sering disepadankan dengan daode �”德 yang secara harafiah diartikan adalah budi pekerti atau moralitas yang akan membawa manusia menjadi junzi君子 atau manusia seutuhnya yang memiliki makna dan tujuan hidup, memiliki kebajikan yang bersifat mondial. Penulis akhirnya menyadari pengertian daode tidak sesederhana apa yang dibayangkan.
Arti kata dao �” adalah menapaki jalan dengan mantap, bukan berarti “jalan” seperti yang pada umumnya diartikan . Sedangkan arti kata de 德 adalah kebajikan atau virtue dalam bahasa Inggris. Jadi disini arti kata daode bisa diartikan menjalankan kebajikan secara mantap. Daode sendiri juga sering diartikan adalah etika, dimana etika itu adalah untuk membentuk karakter pribadi dan dalam memilih atau menentukan apa yang baik dan buruk untuk dilakukan atau dijalankan.
Ketika membahas etika Tiongkok seringkali disebut Kong Zi, sebenarnya tokoh-tokoh filsafat lainnya seperti Xun Zi 荀子 , Guan Zi 管子 , Zhou Gong ��公, Mo Zi 墨子 dan lain-lain juga membahas etika. Etika Ruism meluas karena pada masa dinasti Han漢朝 ( 202 BCE-220 CE), tepatnya pada masa pemerintahan kaisar Han Wudi 漢武帝 ( 156-87 BCE ), atas prakarsa Dong Zhongshu�
�仲�’ ( 179-104 BCE ) filsafat Ruism digunakan sebagai filsafat negara yang akhirnya filsafat Ruism meluas di masyarakat Tionghoa. Akhirnya li dari Ruism ini akan menjadi salah satu faktor pembentukan dalam pilar-pilar budaya Tionghoa.
Pandangan Para Filsuf Tiongkok tentang LI
Xun zi 荀子 dan Legalism fajia 法家, Xun Zi beranggapan bahwa li atau etika lahir untuk mengatur nafsu keinginan manusia, dimana jika tidak diatur maka akan timbul masalah, yaitu perebutan untuk pemuasan nafsu manusia akan benda-benda material duniawi. Karena itu li mengatur status dan kedudukan sehingga masyarakat akan mengetahui batasan-batasannya sesuai dengan statusnya dan dengan demikian kebutuhan dan persediaan akan menjadi seimbang.
Xun Zi memiliki pandangan bahwa manusia pada dasarnya memiliki sifat yang buruk, keburukannya itu karena keinginan atau nafsu dan bisa diperbaiki dengan li atau etika yang dibuat oleh raja purbakala yang tidak menginginkan terjadinya kekacauan dalam masyarakat . Sedangkan Han FeiZi yang juga seorang filsuf Legalism berpendapat bahwa bukan etika yang bisa membuat manusia bisa menjadi baik tapi hukum dan perangkat undang-undang yang tegas, keras, tidak pandang bulu, adil yang bisa membuat manusia menjadi baik dan beretika.
Qian Hang menuliskan pendapatnya tentang asal muasal etika ketika membahas Xun Zi : “Sebenarnya etika awal bukan dibuat oleh para raja purba, tapi manusia di antara pertempuran antara alam dan masyarakat, manusia saling bergantung satu dengan yang lain, juga saling membuat aturan-aturan diantara kelompok, secara perlahan dan pasti mengumpulkan serta membuat sistem-sistem dan perjanjian-perjanjian diantara masyarakat.”
Kong Zi dan Ruisme. Kong Zi terkenal dengan golden rules yang intinya adalah “Apa yang orang lain tidak ingin lakukan pada kamu janganlah kau lakukan pada orang lain”. Dasar pembentukan etika Ruism adalah kata ren 仁 atau kemanusiaan, sebagaimana dikumandangkan oleh Kong Zi. Tataran tingkatan kemanusiaan ini dimulai dari yang terdekat dahulu, dalam keluarga dan dikembangkan hingga keluar dalam lingkup yang lebih luas atau kepada seluruh yang ada di alam ini. Hal ini ditekankan karena sesuatu dimulai dari langkah terkecil, dan harus tertata rapi, karena itu dalam Ruism dikenal wulun �”倫atau lima hubungan.
Lima hubungan ini adalah hubungan yang bersifat mengatur tatakrama dan sikap dalam kehidupan. Adapun lima hubungan ini adalah suami istri, orangtua anak, saudara, pertemanan, atasan bawahan . Konsep ini digarisbawahi sikap moral dalam pola hubungan ini dengan sikap-sikap moral oleh Meng Zi 孟子 yang diakui sebagai seorang filsuf besar dari aliran Ruism. Dalam hubungan suami istri, diterapkan sikap mencintai sepenuh hati hanya seorang saja dalam artian tidak mendua hati dalam hubungan suami istri, hubungan antara orangtua dan anak diterapkan asas kasih sayang , hubungan persaudaraan yang berdasarkan faktor usia atau senioritas dalam keluarga , hubungan pertemanan berbicara dua faktor yaitu dapat percaya dan bersikap adil dan benar , hubungan antara atasan dan bawahan terkait pada kesetiaan 忠 seorang bawahan dan atasan yang memiliki etika serta tatakrama 禮 .
Bagi Meng Zi, manusia berbeda dengan binatang karena memiliki etika dan yang harus diawali dalam mengembangkan etika dalam tahap selanjutnya untuk menjadi junzi 君子 itu adalah bagaimana sikap
kita dalam tatatan sosial masyarakat, sehingga lima hubungan sering diartikan adalah lima etika hubungan sosial . Ini adalah menjalankan etika 行禮 dalam kehidupan manusia sebagai mahluk sosial yang tentunya memiliki strata sosial yang berbeda-beda.
Kong Zi dalam dialognya dengan muridnya Yan Yuan yang bertanya tindakan apa yang disebut ren atau kemanusiaan itu ? Kong Zi menjawab bahwa ren adalah dimana kita menaklukan diri sendiri dan bertindak sesuai etika,jika sudah bisa berbuat seperti ini, seluruh dunia akan melaksanakan ren, dan untuk melaksanakan kebajikan kemanusian harus dimulai dari diri sendiri, bukanlah dari orang lain. Yan Yuan bertanya bagaimana menjalankannya, Kong Zi menjawab “ Tidak melihat yang tidak sesuai etika, tidak mendengarkan yang tidak sesuai etika, tidak berbicara yang tidak sesuai etika, tidak melakukan
yang tidak sesuai etika .” Istilah ini sering disebut dalam bahasa Inggris adalah “see no evil, hear no evil, speak no evil, do no evil”.
Berdasarkan hal ini, maka etika menurut Kong Zi adalah kemanusiaan dan untuk mencapainya harus menjaga diri agar tidak dipengaruhi hal-hal yang akan mempengaruhi diri sehingga melupakan esensi dari etika yaitu kemanusiaan. Sun Zi dan filsafat perang , pada umumnya ketika membahas filsafat Tiongkok itu mayoritas yang dibahas adalah aliran Mo, Ming, Yin Yang, Dao, Fa dan Ru. Menurut prof. Chen Yao Ting陳耀庭 , kitab perang Sun Zi termasuk aliran filsafat dan berakar dari filsafat Dao, tapi dalam perjalanannya menjadi suatu aliran yang berbeda. Dalam siasat perang bukan menekankan kemenangan berdasarkan dari kekuatan militer tapi juga berbicara masalah-masalah kebajikan, tujuan berperang dan tindakan berperang adalah langkah terakhir ketika tidak bisa dihindari.
Salah satu yang menarik dari ujar-ujar atau pepatah yang ada kaitan filsafat perang, misalnya “seorang ksatria sejati lebih baik dibunuh daripada dihina” yang sebenarnya mengacu pada kitab Li Ji, disini kita bisa melihat bahwa penghinaan terhadap tawanan adalah hal yang tidak boleh dilakukan. Selain hal itu adalah bagaimana memperlakukan mereka yang dalam keadaan terdesak, tidaklah baik terlalu mendesak orang yang dalam keadaan terpojok. Salah satu yang menarik adalah kitab perang Su Shu 素書 atau buku kesederhanaan yang juga sering disebut buku perang Tai Gong 太公兵法, dalam awal pembukaannya disebutkan
bahwa dao, de 德 kebajikan, ren 仁 kemanusiaan, li 禮 tata krama etika, yi義 keadilan adalah satu tubuh tidak terpisahkan. Seorang pemimpin harus mengutamakan hal-hal itu, juga dalam berperang, sehingga kemenangan diraih adalah kemenangan sempurna dengan mendapatkan hati rakyat. Pengaruh etika perang dapat terlihat dalam etika kaum pesilat dan juga soft power yang dikembangkan dari dinasti ke dinasti.
Mo Zi dan mahzab Mohism, terkenal dengan cinta kasih universal tanpa syarat, dimana etika terunggul adalah bisa mencintai siapapun tanpa syarat, kemanusiaan yang dijalankan adalah dengan memberikan kemashlatan umat manusia, melawan ketidak adilan .
Mo Zi bis dianggap sebagai antitesis seni berperang, karena Mo Zi juga sering disebut seni perdamaian atau filsafat yang menekankan antiperang. Selanjutnya Mo Zi mengatakan bahwa dalam melihat negara orang lain bagaikan melihat negara sendiri, melihat orang lain bagaikan melihat diri sendiri .Dimana perlu diingat pada masa lampau manusia atau masyarakat pada umumnya memiliki atau berpedoman cinta kasih yang masih bersifat primodiarlisme, belum banyak yang memikirkan cinta kasih yang lebih luas. “Walau memiliki pengetahuan tapi harus menjadikan kebajikan sebagai dasar” . Kebajikannya itu adalah cinta kasih universal, tidak menyerang negara lain. Etika yang diterapkan kemudian menjadi aturan para pengikutnya kemudian dijalankan dengan mengabdi atau membantu negara-negara yang diserang, misalnya dalam membantu negara Song dari serangan negara Chu menjadi salah satu episode sejarah Tiongkok yang
termasyur.
Meninggalnya Mo Zi membuat suatu kekosongan dalam kelompoknya dan membuat tercerai berainya para pengikut sehingga ada yang menjadi tentara bayaran atau juga tetap konsisten pada prinsip anti peperangan dengan mengabdikan diri mereka sebagai pembela kebenaran, yang kemudian disebut xia ke 俠客 atau ksatria pengelana. Dalam film atau cerita silat sering diceritakan para pendekar berkelana membela kebenaran adalah pengaruh dari perilaku sebagian pengikut Mo Zi dalam melawan ketidak adilan atau angkara murka. Etika yang diterapkan adalah persamaan derajat dan tegaknya peraturan, mirip seperti prinsip Legalism.
Siapa yang membunuh harus dihukum mati, siapapun mereka, termasuk pula anak sendiri. Karena dengan cara demikianlah maka etika bisa ditegakkan. Mo Zi menentang konsep Kong Zi tentang musik dan seni, Kong Zi beranggapan bahwa seni dan musik adalah komponen yang bisa membentuk etika manusia dengan melihat keindahan dari seni musik sedangkan bagi Mo Zi musik adalah hal yang sia-sia dan tidak memiliki pengaruh bagi etika.
KESIMPULAN
Li sering disalah artikan menjadi sopan santun, hal ini akan menjadi kendala dalam mempelajari etika Tiongkok, sehingga diperlukan membaca berulang-ulang dalam memahami kata-kata yang tercantum dalam kitab klasik . Inti dasar dari etika para filsuf adalah ren atau kemanusiaan, bukan karena adanya bentuk hubungan vertikal antara manusia dengan mahluk adikodrati tapi lebih kepada karena hakekatnya manusia yang memang memerlukan etika sebagai suatu sarana mempertahanan eksistensi sebagai manusia.
Dalam satu kisah Zen atau Chan Buddhism ada kisah seorang tabib kemiliteran yang mengalami depresi mental karena melihat para pasien yang korban perang itu disembuhkan olehnya kemudian maju berperang lagi untuk mendapat luka baru atau bahkan kematian, tapi kemudian ia menyadari hakekat dirinya bahwa dirinya adalah seorang tabib militer dan tabib militer itu adalah bertujuan mengobati tentara yang terluka.
Dari kisah ini kita bisa melihat bahwa manusia harus menyadari hakekatnya sebagai manusia, yaitu hiduplah sebagai manusia dan hakekat terdasar manusia adalah kemanusiaan, yang kemudian bisa berkembang menjadi berbagai macam aturan atau norma, etika yang melandasi atau menggaris bawahi bahwa itulah hakekat manusia atau mempertegas agar manusia tidak bisa keluar rel.
Yang menarik adalah kemudian lahirnya kisah-kisah kepahlawanan dalam perang, seperti misalnya Guan Yu, seorang jendral perang dari era Tiga Negara (220-280 CE ) yang dikagumi karena sifatnya sebagai seorang militer yang beretika dalam berperang, cerita silat yang menceritakan kepahlawanan melawan kejahatan, etika moral para pesilat, yang jelas mendapatkan pengaruh dari filsafat perang, filsafat Tao dan filsafat Mo serta konsep-konsep keadilan Kong Zi.
Tapi para kaum pelajar Ruism pada umumnya menolak konsep-konsep maling budiman, karena mencuri adalah mencuri. Para pesilat itu pada umumnya digambarkan sebagai kaum outlaw atau juga mereka yang ada di luar sistem masyarakat atau dunia kangaw .
Dalam menata etika masyarakat, diperlukan suatu sistem sosial masyarakat yang tegas, tapi Taoism menekankan konsep xiaoyao atau bebas dalam mengeskpresikan diri. Untuk sebagai balancing maka lahirlah konsep kang aw seperti yang ditulis di atas. Dan dalam praktek keseharian, anak-anak sejak dini diajarkan San Zi Jing 三字�” maupun Di Zi Gui 弟子規, yang merupakan pengajaran dasar pembentukan moralitas dan etika.
DAFTAR PUSTAKA :
Suseno, Frans Magnis, Etika Dasar Masalah-masalah pokok Filsafat Moral, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius,2001 )
Mo Zi, 墨子新釋 ( Mo Zi Penjelasan dengan Bahasa Baru), ( Taiwan, Yong He : penerbit Zhi Yang Shi 智揚士版社, 2003 )
Qian Hang et.al , 中國文化史三百題 ( Tiga Ratus Pertanyaan Sejarah Budaya Tiongkok ), ( Cet: 6; Shanghai, 上海古籍出版社Shanghai Ancient Book Publisher, 2004)
Wu Shuping 吳樹平, Lai Zhangyang 賴張揚 ed., 白話四書�”�” (Bahasa Modern Empat Buku Lima kitab ), ( Beijing, International Culture Publisher 國際出版社, 1993 )
Wang Xuedian 王學典 ( yang menterjemahkan kedalam bahasa modern ) Xun Zi荀子 , ( cet:4; Beijing, Beijing Fangzhi publisher 北京紡�”出版社, 2007 )
Zhou Bin chief ed.,古代漢語字典 ( kamus bahasa han/mandarin klasik ), (cet:4; Beijing, International Bussiness Printing Book Company 商務印書館國際有限公司, 2005 )