Budaya-Tionghoa.Net | Kemaren. Sabtu malam kami diundang buat merayakan ulangtahun kedua teman kami, sepasang suami istri, sekaligus memasuki usia pensiun. Jadi ada tiga titik perayaan dan pestanya. Dua berulangtahun dan satu memasuki usia pensiun. Teman baik saya, Tis dan istrinya Sin. Dua orang yang sederhana sebagai manusia – ramahtamah – terbuka dan selalu menyenangkan orang. Dua orang ini selalu peduli pada hal-hal yang seharusnya kita pedulikan. Dan dua teman saya ini, adalah orang saleh dalam beragama Kristen-Protestan.
|
Dua-duanya selalu berwajah senyum – senang pabila orang melihatnya. Dan yang jadi saya iri itu, di antarabanyak iri lainnya, Tis ini pandai menyanyi. Pandai membangkitkan suasana riang-gembira. Dan mbak Sin punya wajah riang-gembira dan selalu senyum tertawa. Pada waktu malam melantai – giliran pesta dansanya, mereka berdua bagaikan sepasang pengantinbaru yang
disaksikan anak-cucunya dan teman -temannya – termasuk saya. Saya melihat pengantin-tua yang bersemangat-muda itu, rasanya betapa senang – gembira dan bahagianya. Dalam batin saya, semogalah Tuhan terus menyertai dan memberkati mereka, sekeluarga besarnya.
Orang-orang ramai dan wajah-wajah ceria, senda gurau siang-siur tanda akrabnya rasa persahabatan. Saya dan anak-mantu serta cucu saya, termasuk paling duluandatang Sebab kami memang dipesan begitu, agar bisa punya waktu buat bantu-bantu. Kalau anak saya jelas, sebab dia masih bertenaga kuat- lincah dan gesit seperti ibunya almarhum dulu. Wajahnyapun sangat mirip ibunya. Tetapi rupanya begitu banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Mantu saya yang sudah terbiasa membantu pada pertemuan – perayaan, dia tahu apa yang harus dikerjakan. Gedung bagian dalam itu samasekali belum terjamah tangan. Kami berdua segera mengambil pekerjaan pendekoran. Bagian dalam harus dihias, harus ada yang ditebengkan – digantungkan -agar enak dilihat mata. Nah, ini dia pekerjaan saya, dan saya menganggapnya samasekali bukannya susuasma = tetekbengek. Ada sekira empat puluh balon yang warna-warni.
Balon ini harus ditiup! Dan pompapeniupnya tidak jalan! Apa akal? Ya, harus dengan mulutlah! Dan saya tiupi satu-satu. Mula-mula mulut mau kempot – dan sedikit sembab sebab beradu dengan angin. Lalu harus segera disimpul mati, diikat dengan tali yang sudah dipotong pendek, atau dililitkan dengan karet-balon itu sendiri. Setelah belasan balon ditiupi – dan rasa lidah sudah agak kelu dan
mulut terasa kapalan, saya istirahat sebentar. Mau minum. Tapi air minum yang agak manis-pun tak terasa manis. Karena lidah – bibir – mulut sudah terkontaminasidengan rasa dan bau karet. Tapi masih banyak yang belum ditiup.
Breg mantu saya tukang menyangkutkan balon itu di dinding – tembok yang mengelilingi segi empat arena Gedung tersebut. Lebar juga dan luas juga. Ini artinya menghendaki banyakbalon yang harus ada dan harus ditiup! Dan ini adalah kewajibandan pekerjaan saya. Meniup balon sekira – sejumlah 40 balon! Breg bersenjatakan anak-tangga – ke mana-mana dipikulnya. Saya bersenjatakan bibir – mulut dan lidah, lalu dengan nafas ngos-ngosan meniup balon – tiup dan terus tiup! Akhirnya pekerjaan selesai juga dengan tak bercacat – pas waktunya. Sudah tentu, orang-orang yang melihat gantungan balon yang warna-warni itu samasekali tak perlu tahu bahwa yang meniupnya itu adalah seorang kakek yang dua minggu lagi akan berusia 70 tahun! Semoga Tuhan memberkati. Dan betapa saya hari itu – malam itu sangat bahagia karena melihat dan menyaksikan pasangan teman saya yang berbahagia,-
—————————————————-
Holland,- 24 mei 04,-