Budaya-Tionghoa.Net | Tao Te Cing membahas mengenai pembinaan diri bagi mereka yang bersedia mempraktekkannya. Ada dua metode pembinaan diri, yakni teknik-teknik latihan jasmaniah serta melalui tingkah laku sehari- hari. Teknik-teknik pelatihan jasmaniah meliputi pengaturan nafas, melakukan sikap-sikap tubuh tertentu, serta melatih energi seksual sehingga dapat mengembalikan kebugaran dan kemudaan.
|
Sehubungan dengan perilaku sehari-hari, Tao Te Cing mengajarkan bahwa segenap hawa nafsu keinginan, kemelekatan pada hal-hal duniawi, serta kegiatan-kegiatan yang menimbulkan rasa ketertarikan, membangkitkan emosi, melelahkan tubuh, adalah merugikan kesehatan. Pesan yang terdapat dalam Tao Te Cing adalah: Kembangkan kualitas-kualitas fisik dan mental seorang suciwan; terlibatlah dan tolonglah yang lainnya dengan cara yang tidak merugikan siapapun; beristirahatlah setelah pekerjaan terselesaikan. Seseorang masih dapat terlibat di dalam urusan-urusan duniawi (seperti politik), asalkan jangan tergiur oleh kekayaan dan kemashyuran.
(ii) Perkembangan berikutnya di bawah Zhuangzi dan Liezi
Ahli filsafat terkenal lainnya yang berkontribusi terhadap perkembangan Taoisme adalah Zhuangzi (369 SM ?286 SM) serta Liezi (abad 4 SM). Dengan adanya kedua ahli filsafat tersebut, Taoisme memasuki tahapan baru. Ada perbedaan ajaran-ajaran mereka dengan Taoisme yang lebih awal ataupun filsafat yang terdapat dalam Tao Te Cing.
Sebelumnya keterlibatan seseorang di dalam politik masih dimungkinkan, namun Zhuangzi dan Liezi mengajarkan bahwa seorang suciwan mustahil untuk terlibat dalam politik. Pengertian wuwei (secara harafiah berarti “tidak berbuat”) berubah menjadi “tidak terlibat” ataupun “membiarkan sesuatu sebagaimana adanya.” Para suciwan tidak lagi memperdulikan hal-hal duniawi.
Apabila orang awam terperangkap dalam kemashyuran serta kemewahan, sebaliknya para suciwan menghindarinya, sehingga mereka benar-benar bebas. Perbedaan berikutnya, sebagaimana yang telah diungkapkan di atas, Tao menurut Tao Te Cing adalah kekuatan yang baik. Namun Zhuangzi dan Liezi, memandang Tao sebagai kekuatan yang bersifat netral. Ia masih merupakan dasar bagi keberadaan segala sesuatu, tetapi tidak lagi merupakan suatu kekuatan yang bajik.
Lebih jauh lagi menurut keduanya, Tao tidak lagi memegang kendali atas segala sesuatu di muka bumi ini, apa yang akan terjadi, pasti terjadi; dan tidak ada sesuatupun yang dapat dilakukan untuk mencegahnya.
Terlepas dari semua perbedaan tersebut, Ajaran Zhuangzi dan Liezi, masih memiliki banyak kesamaan dengan Ajaran Taoisme dari periode sebelum mereka. Tao masih dipandang sebagai sesuatu yang tak bernama, tanpa bentuk, serta tak dapat dipahami dengan rasio manusia biasa. Mereka yang dapat memahami hakekat Tao beserta cara bekerjanya, adalah orang yang tercerahi.
Di dalam Tao Te Cing, Tao dipandang sebagai asal muasal segala sesuatu. Pandangan ini lebih dikembangkan lagi pada masa ini, dimana dikembangkan pemikiran bahwa segala sesuatu memiliki asal muasal yang sama. Tidak ada sesuatupun yang lebih berharga dibandingkan yang lainnya. Begitu pula manusia tidak lebih berharga dibandingkan hewan. Prinsip “kesetaraan status segala sesuatu” diperkenalkan oleh Zhuangzi.
Zhuangzi juga mengajarkan bahwa hidup ini mengalami transformasi yang terus menerus dari Tao. Zhuangzi meninggalkan sebuah kitab yang juga berjudul Zhuangzi, judul lain dari kitab tersebut adalah Nanhua zhenjing (Kitab Klasik Kemurnian dari Nanhua).
Di dalamnya juga terdapat pandangan shamanistik mengenai para suciwan, misalnya dikatakan bahwa mereka dapat terbang ke langit, berbicara dengan hewan, serta memiliki kekuatan-kekuatan atas unsur-unsur alam. Sedangkan Liezi meninggalkan sebuah kitab yang juga diberi judul sesuai dengan namanya.
Sebagai tambahan, kitab yang ditulis Zhuangzi tersebut terdiri dari 33 bagian, yang masih dibagi lagi menjadi bagian “luar” dan “dalam.” Bagian “dalam” meliputi tujuh bagian pertama. Sebagian besar dari tujuh bagian pertama ini menurut para ahli dikatakan sebagai asli, sedangkan bagian selanjutnya diduga sebagian besar palsu. Relativitas dari segala sesuatu juga merupakan ajaran dari Zhuangzi, berikut ini akan dikutipkan salah satu ujaran paling menariknya yang dikutip dari Kitab Zhuangzi (lihat Merriam Webster’s, Encyclopedia of World Religions hal 238):
“Suatu kali, aku, Zhuang Zhou (nama pribadi Zhuangzi ?penulis), bermimpi bahwa aku menjadi kupu-kupu dan merasa bahagia sebagai kupu- kupu. Saya merasa sadar bahwa saya merasa cukup puas dengan diri saya sendiri, namun saya tidak mengetahui bahwa saya adalah Zhou. Tiba- tiba aku terjaga, dan jelas sekali aku adalah Zhou. Saya tidak tahu apakah apakah Zhou yang bermimpi menjadi kupu-kupu ataukah sang kupu- kupu yang bermimpi menjadi Zhou. Antara Zhou dan kupu-kupu pastilah terdapat perbedaan. Inilah yang disebut transformasi segala sesuatu.”
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua