Budaya-Tionghoa.Net | Sulitnya Lintasan Shu atau dalam bahasa aslinya Shudao Nan (蜀道难 ) sebenarnya adalah sebuah lagu rakyat kuno. Zaman sebelum Li Bai, lagu ini hanya terdiri dari beberapa potong kalimat dan bentuknya pun sangat sederhana. Isinya mengungkapkan sulitnya lintasan menuju tanah Shu yang kini dikenal dengan nama provinsi Sicuan, dan masih menggunakan kata Shu sebagai singkatan namanya.
|
Dengan karya ini, Li Bai mengadakan improvisasi dan merubah syair ini tanpa mengikuti suatu aturan yang ketat. Setiap baris bisa 4, 5, 7,8,9 semau dia, dan semua mengalir penuh harmoni dalam melukiskan keadaan alam, menggambarkan sulitnya Lintasan Shu ini.
Sebenarnya yang dimaksudkan dengan lintasan Shu adalah sebuah jalan dari daerah Qin atau provinsi Shanxi sekarang menuju ke Shu atau Sicuan. Nama ini mengacu kepada jalan dari daerah Han Zhong, yakni daerah yang kini letak di bagian selatan propinsi Shanxi (陝西)dan bagian baratlaut propinsi Hubei(湖北), antara gunung Qinling (秦嶺) dan Daba (大巴), yang mengapit sungai Han (漢水). Sekarang lintasan Shu ini bermula dari Hanshi Men di Shanxi dan berakhir di Jianmen Guan di kecamatan Jiange di provinsi Sicuan yang berjarak sekitar 300 km.
Jalan ini menyusuri berbagai tempat bersejarah dan kini dikenal sebagai jalan raya Cuanshan atau jalan yang menghubungkan Sicuan dengan Shanxi. Sepanjang jalan gunung gemunung tak ada habisnya. Kadang ada tebing curam dengan jurang yang dalam sekali, sedangkan di bawahnya ada aliran sungai yang deras. Di zaman dulu orang cuma bisa memahat batu cadas dinding gunung lalu memasang patok kayu bertali sebagai pelindung di atas tebing, baru bisa lewat. Makanya dalam buku Kumpulan Syair Li Bai-nya, Ma Lijian menulis bahwa kalau ditinjau dari kondisi, artinya teknologi saat itu, ungkapan “Sulitnya jalan lintas Shu, melebihi kesulitan mendaki langit biru” sebenarnya melukiskan keadaan sesungguhnya dan tidak dibesar-besar- kan.
Ada beberapa versi mengenai kapan syair ini ditulis. Dalam ceritera berjudul Guangling Shan yang pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Kong Lim Kiam, Liang Yusheng berceritera mengenai asal usul syair ini lewat percakapan Jiangnan Shuangxia atau Pasangan Pendekar Kang Lam dalam dialog berikut:
Tokoh wanitanya bilang:”Syair ini adalah syair yang ditulis Li Bai dalam perjalanan pulang dari Sicuan, setelah dibuang kesana gara-gara peristiwa Raja Yong.” Raja Yong dinasti Tang Li Lin karena kalah dalam perebutan kedudukan kaisar dengan kakaknya Li Heng, yang kemudian menjadi Tang Sucong, ikut membikin Li Bai yang pernah kerja sebagai tenaga ahli istana Raja Yong jadi terlibat dan dibuang. (Catatan: urusan ini sudah diuraikan dalam pengantar mengenai sajak Mengilir ke Jiangling).
Tokoh prianya bilang:”Betul, Li Bai menulis syair ini di saat paling mengecewakan dalam hidupnya.” Anak putri itu terus menyambung:”Kalau kamu mengerti ya syukurlah. Li Bai gara-gara kecewa karena gagal dalam bidang pemerintahan, makanya ingin cepat-cepat pulang. Tapi jalanan ke Shu sulit ditempuh, makanya biar ingin pulang pun tak bisa.
Makanya dua kalimat terakhirnya mengatakan: Sulitnya jalan lintas Shu, melebihi kesulitan mendaki langit biru, sambil menoleh ke barat terus mendesah berkepanjangan.! Selama hidupnya dia senang bertamasya ke gunung dan sungai ternama. Kalau bukan gara-gara kecewa terus kangen rumah, barangkali tak bakal ada keluhan “Sulitnya Lintasan Shu” ini. Dia bukan putus asa, tetapi karena kecewa terus kangen rumah.
Enak saja kamu mengumpat orang dulu.” Ternyata ceritera Liang Yusheng ini tidak sepenuhnya benar. Baru-baru ini bahkan ada hasil penelitian dari Sicuan yang mengatakan bahwa Li Bai menulis syair ini sebelum dia berusia 20 tahun. Ada lagi yang menyebutkan bahwa dia menulis surat ini waktu di ibukota dinasti Tang waktu itu di kota ChangAn. Apakah teka-teki itu bisa terungkap, silahkan menikmati syair ini sambil memperhatikan catatan kaki di akhir halaman ini.
Selamat menikmati.
***
SULITNYA LINTASAN SHU !
Ai yi you, sungguh tinggi dan mengerikan![1]
Sulitnya jalan lintas Shu, melebihi kesulitan mendaki langit biru,
Raja Cancong dan raja Yufu[2], membangun negeri begitu terpencil sekali!
Setelah empat puluh delapan ribu tahun[3] berlalu, barulah ada jejak manusia mencapai perbatasan Qin.
Di barat Taibai[4] menghadang menyisakan lintasan burung[5], kalau terbangi melintas bisa mencapai puncak Emei[6].
Bumi terbelah gunung runtuh satria perkasa gugur[7], barulah tangga langit titian batu[8] menyusuri tebing saling bertaut.
Di atas enam naga tunggangan matahari[9] terhalang terpaksa berbalik,
Di bawah ombak menggempur arus balik bergulung terpaksa berbelok,
Bangau kuning coba terbang tetapi gagal melintasi,
Pasangan lutung ingin melintas bingung tiada panjatan.
Pegunungan Qingni[10] sungguh banyak lika-liku,
Seratus langkah sembilan kitaran memanjati karang cadas.
Mengurapi Shen menghindari Jing[11], tengadah bernapas perlahan,
Mengusap dada lalu duduk menghela nafas panjang
Bilakah perjalanan ke barat tuan bakal berakhir?
Jalan cadas menjulang mengerikan sungguh sulit didaki.
Mana lagi burung berduka merintih di pohon tua
Jantannya terbang betinanya menyusul mengelilingi hutan sekitar.
Ada juga tekukur[12] merintihi malam berbulan, meratapi gunung melompong.
Sulitnya jalan lintas Shu, melebihi kesulitan mendaki langit biru, membuat wajah segar pendengar langsung berubah kuyu.
Gunung gemunung menjulang tinggi sejengkal dari langit
Pinus tua menggelantung terbalik menopang tebing menjulang
Derasnya curahan air terjun saling berebut menggedebur,
Menghantam batu jatuh berguling sedahsyat guntur menggelegar sudah sebegitu mengerikan seperti ini,
wahai kalian para pendatang dari jauh, apa yang mengantar kalian kemari?
Lintasan Jian-ge[13] terjal menjulang tinggi, cukup ditunggui seorang prajurit, selaksa tentara sulit untuk lewati.
Kalau penjaga tidak bisa dipercaya,
Jadilah srigala dan macan tutul.
Pagi menghindari harimau buas,
malam menghindari ular panjang.
Taring terasah pengisap darah, sudah membunuh banyak orang.
Kota Qing[14] walaupun dibilang menyenangkan, lebih baik cepat pulang ke rumah.
Sulitnya jalan lintas Shu, melebihi kesulitan mendaki langit biru,
Sambil membalik ke barat[15] terus mendesah berkepanjangan.
Catatan Kaki
- Dalam tulisan aslinya, kalimat seru ini terdiri dari tiga bunyi Yi Xuxi, yang dipadankan dengan kalimat masya kini dalam bahasa Tionghua dengan Ai yo you!
- Raja Cancong dan raja Yufu adalah dua raja dalam legenda mengenai raja di daerah Shu.
- Dalam buku Shuwang Benji (蜀王本紀) atau Hikayat Raja Shu disebutkan bahwa antara Raja Cancong dan raja Kaiming ada tiga puluh empat ribu tahun. Makanya walaupun Li Bai agak membesarkan dalam penggunaan angka empat puluh delapan ribu tahun, sebenarnya ini hanya pengulangan dari sumber buku kuno untuk menyatakan waktu yang panjang sekali. Seluruh kalimat itu menunjukkan bahwa untuk waktu yang lama, walaupun bertetangga, namun karena sulitnya rintangan alam, tak ada hubungan antara kedua negeri tetangga Qin dan Shu ini.
- Maksudnya gunung Taibai di barat Chang’an, yang menghalangi perjalanan ke negeri Shu.
- Lintasan burung maksudnya bagian rendah antar puncak gunung yang memungkinkan burung terbang dari satu tempat ke tempat lain. Lintasan yang memungkinkan burung dari Qin terbang sampai daerah Shu tetapi tidak bisa ditiru oleh manusia.
- Emei atau Go Bie (dalam ceritera silat) adalah nama gunung di daerah Sicuanatau Shu.
- Ini juga diambil dari legenda. Konon Qinhui Wang, leluhurnya Qinshi Huangdi ingin mencaplok negeri Shu. Karena tahu raja Shu mata keranjang, dia menjanjikan lima orang putri cantik untuknya. Raja Shu mengutus lima orang pengawal perkasa untuk menjemput kelima gadis itu. Sewaktu melintasi daerah yang bernama Zitong( 梓潼), mereka melihat seekor ulang raksasa memasuki gua dan seorang pengawal itu lalu memegang ekornya, kemudian dengan dibantu oleh empat temannya mereka berusaha menarik keluar ular itu. Tak lama kemudian, gunung pun runtuh, bumi terbelah dan para pengawal dan gadis ayu semua mati terkubur sedangkan gunungnya terus membentuk lima puncak, membukakan jalan untuk masuk ke daerah Shu. Dalam legenda ini dikenal dengan nama Wuding Kaishan (五丁开山) atau lima jago membobol gunung. Nama ini juga sering dipakai sebagai jurus silat.
- Tangga langit sebenarnya mengacu pada jalan setapak di tebing terjal yang berbahaya menuju ke puncak seakan naik ke langit, sedangkan titian batu adalah lintasan berpagar kayu sepanjang tebing gunung yang curam.
- Ini juga pinjaman dari legenda. Konon tunggangan dewa matahari adalah enam ekor naga. Saking tinggi gunungnya, keenam ekor naga ini pun tidak bisa melampaui, terpaksa harus balik mencari jalan pintas.
- Nama sebuah pegunungan di daerah Shanxi.
- Shen dan Jing adalah dua dari duapuluh delapan konstelasi bintang menurut astronomi Tiongkok kuno. Saat itu orang mengaitkan konstelasi bintang ini dengan wilayah negeri. Misalnya Shen adalah bintang negeri Qin, sedangkan Jing adalah bintang negeri Shu. Jadi kalimat ini berarti ganda. Men Shen Li Jing bisa berarti dari negeri Qin masuk ke negeri Shu, tapi juga bisa berarti lain. Ungkapan ini menunjukkan bahwa puncak gunungnya tinggi sekali sampai orang harus bernapas perlahan karena begitu mengankat tangan dia bisa menyentuh bintang gemintang bahkan harus jalan melewati bintang-bintang. Dengan demikian, mulai dari urusan enam naga yang terhalang tak bisa lewati gunung, sebenarnya kalimat- kalimat ini hanya mempersiapkan pembaca dengan lukisan nyata kesulitan lintasan Shu dan datang dan bertanya, kapan perjalanan ke barat (masuk ke wilayah Shu)yang penuh kesulitan dengan jalan penuh bahaya dan kesepian ini akan berakhir?
- Dalam huruf aslinya burung ini bernama zi0 qui1, dimana huruf kedua sama bunyinya dengan kata qui1 yang berarti pulang. Ini nama lain dari burung cuckoo atau sejenis tekukur. Tapi dalam kalimat aslinya nama burung ini sebenarnya mengandung arti ‘anak pulang’ atau anak yang merantau kangen untuk pulang. Jadi sekali lagi bagian kalimat ini melengkapi pertanyaan di atas yang mengungkapkan kerinduan pengelana yang sedang dalam perjalanan ke negeri Shu yang penuhmarabahaya ini untuk rindu akan kampung halamannya dan ingin segera pulang.
- Jian’ge adalah sebuah gerbang di ujung lintasan Shu di daerah Sicuan. Sebuah benteng strategis yang sangat berguna dalam mempertahankan penyerbuan luar ke Sicuan dan sudah terkenal sejak zaman tiga negara atau San’guo. Makanya dalam baris berikut disebutkan, cukup dijaga seorang prajurit. Namun karena lintasan ini sangat strategis, kalau penjaganya tak bisa dipercaya, bisa saja dia memasukkan musuh atau dia berubah menjadi srigala atau macan tutul. Daerahnya sangat buas, gunung sekitar tinggi menjulang bentuknya seperti pedang sehingganamanya gunung pedang. Banyak binatang buas yang haus darah.
- Kota Qing ini maksudnya kota Qingguan, nama lain dari kota Chengdu, ibukota propinsi Sicuan.
- Karena berkali-kali dipakai istilah ‘ke barat’ ini, ada yang menduga bahwa syair ini ditulis Li Bai waktu berada di Chang An, ibukota dinasti Tang di propinsi Shanxi sekarang. Waktu Li Bai menunjukkan syair ini kepada He Zhizhang yang memuji sekali syair ini. Karena He meninggalkan Chang An sekitar tahun 744M, maka diperkirakan Li Bai menulis syair ini sebelum tahun itu.
by Aris Tanone
Saya mengirimkan ini dalam bentuk text biar ukuran filenya tidak terlalu besar. Seandainya ada kesulitan saudara-saudari membaca email ini, silahkan baca di web: http://home.hiwaay.net/~atanone/Terjemahan/puisi8.htm
Salam,
Budaya-Tionghoa.Net | Mailing-List Budaya Tionghua